Pemanenan Hutan
PEMANENAN HASIL HUTAN
Pemanenan hutan dapat diartikan sebagai serangkaian tahapan kegiatan
yang mengubah nilai potensial hasil hutan (kayudannon-kayu) menjadi
barang (kayubulatatauhasilhutannon-kayulainnya) yang bernilai actual.
Tujuan dilakukan pemanenan hutan adalah untuk meningkatkan nilai hutan,
mendapatkan produk hasil hutan yang dibutuhkan masyarakat, memberi
kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan, memberikan kontribusi
kepada devisa negara dan membuka akses wilayah. Sejalan dengan
berkembangnya teknologi pemanenan hutan maka diharapkan kegiatan
pemanenan hutan dilakukan adalah ramah lingkungan.
Pemanenan hasil hutan ramah lingkungan dilakukan agar kelestarian hasil atau ekosistem hutan tetap terjaga. Sebenarnya prinsip pemanenan hutan ramah lingkungan telak dilakukan sejak dahulu kala. Pada tahun 1788, salah seorang pengumpul pajak Bangsa Austria memperkenalkan sebuah prinsip dalam pemanenan hutan haruslah berlandaskan kepada kemampuan hutan dalam memberikan hasil secara teratur dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian hutan. Saat itu setiap pemanen hutan untuk penilaian terhadap hutan akan dikenai pajak.
Dengan dilakukannya pemanenan hutan ramah lingkungan ini maka bentuk bencana yang terjadi di bumi ini akan semakin sedikit. Pada umumnya pemanenan hutan berdampak positif bagi kehidupan social ekonomi tetapi berdampak negative bagi lingkungan. Sehingga menyebabkan pemanenan hutan dimasa mendatang dimana sumberdaya hutan mulai langka, bahan baku makin ke hulu, topografi semakin berat, dituntut produktivitas tinggi, pertimbangan lingkungan sangat penting selain ekonomis.
Maka untuk mendapatkan pemanenan yang ramah lingkungan diperlukan beberapa tahap pemanenan pemanenan seperti perencanaan, jenis alat yang digunakan serta teknik pemaenan yang digunakan. Perencanaan pemanenan hutan yang baik adalah dapat menjamin kepastian terpeliharanya keanekaragaman hayati, terpeliharanya kualitas tanah, air dan udara serta menjamin terpeliharanya kehidupan budaya masyarakat sekitar. Penggunaan peralatan sistem mekanis yang ramah lingkungan seperti jenis traktor yang lebih ramah lingkungan tetapi produktivitas lebih tinggi. Selain itu, agar pemanenan hutan ramah lingkungan tetap terjaga maka perlu diterapkannya sistem pemanenan dengan menggunakan teknik silvikultur. Teknik silvikultur yang digunakan antara lain Indonesian selective cutting and re-planting (Tebang Pilih Tanam Indonesia –TPTI), Clear cutting system with human/artificial re-generation (Tebang Habis Permudaan Buatan–THPB), Clear cutting system with natural re-generation (Tebang Habis Permudaan Alam–THPA), Indonesian strip cutting and re-planting (TebangJalurTanamIndonesia –TJTI), dan Selective cutting and strip re-planting (Tebang Pilih Tanam Jalur–TPTJ).
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan tahapan pengelolaan hutan yang terencana, terdiri dari penebangan, penanaman areal bekas tebangan dan pemeliharaan tegakan tinggal untuk menjaga kelestarian hasil hutan kayu dan non-kayu. TPTI ini dilakukan untuk memperoleh struktur dan komposisi tegakan tidak seumur yang optimal dan lestari. Syarat dimeter pohon yang diijinkan untuk ditebang pada sistem ini adalah unutk hutan darat > 50 cm, sedangkan HPT >60 cm. Dengan menerapkan sistem-sistem tersebut maka keberadaan hutan dengan luasan, keadaan dan kualitas ideal tertentu seperti yang dikehendaki, merupakan keluaran pemanenan hutan yang harus dicapai agar hasil yang diharapkan untuk diperoleh, berupa barang, manfaat, dan nilai-nilai ekosistem yang telah ditentukan dapat dicapai.
Pemanenan hasil hutan ramah lingkungan dilakukan agar kelestarian hasil atau ekosistem hutan tetap terjaga. Sebenarnya prinsip pemanenan hutan ramah lingkungan telak dilakukan sejak dahulu kala. Pada tahun 1788, salah seorang pengumpul pajak Bangsa Austria memperkenalkan sebuah prinsip dalam pemanenan hutan haruslah berlandaskan kepada kemampuan hutan dalam memberikan hasil secara teratur dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian hutan. Saat itu setiap pemanen hutan untuk penilaian terhadap hutan akan dikenai pajak.
Dengan dilakukannya pemanenan hutan ramah lingkungan ini maka bentuk bencana yang terjadi di bumi ini akan semakin sedikit. Pada umumnya pemanenan hutan berdampak positif bagi kehidupan social ekonomi tetapi berdampak negative bagi lingkungan. Sehingga menyebabkan pemanenan hutan dimasa mendatang dimana sumberdaya hutan mulai langka, bahan baku makin ke hulu, topografi semakin berat, dituntut produktivitas tinggi, pertimbangan lingkungan sangat penting selain ekonomis.
Maka untuk mendapatkan pemanenan yang ramah lingkungan diperlukan beberapa tahap pemanenan pemanenan seperti perencanaan, jenis alat yang digunakan serta teknik pemaenan yang digunakan. Perencanaan pemanenan hutan yang baik adalah dapat menjamin kepastian terpeliharanya keanekaragaman hayati, terpeliharanya kualitas tanah, air dan udara serta menjamin terpeliharanya kehidupan budaya masyarakat sekitar. Penggunaan peralatan sistem mekanis yang ramah lingkungan seperti jenis traktor yang lebih ramah lingkungan tetapi produktivitas lebih tinggi. Selain itu, agar pemanenan hutan ramah lingkungan tetap terjaga maka perlu diterapkannya sistem pemanenan dengan menggunakan teknik silvikultur. Teknik silvikultur yang digunakan antara lain Indonesian selective cutting and re-planting (Tebang Pilih Tanam Indonesia –TPTI), Clear cutting system with human/artificial re-generation (Tebang Habis Permudaan Buatan–THPB), Clear cutting system with natural re-generation (Tebang Habis Permudaan Alam–THPA), Indonesian strip cutting and re-planting (TebangJalurTanamIndonesia –TJTI), dan Selective cutting and strip re-planting (Tebang Pilih Tanam Jalur–TPTJ).
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan tahapan pengelolaan hutan yang terencana, terdiri dari penebangan, penanaman areal bekas tebangan dan pemeliharaan tegakan tinggal untuk menjaga kelestarian hasil hutan kayu dan non-kayu. TPTI ini dilakukan untuk memperoleh struktur dan komposisi tegakan tidak seumur yang optimal dan lestari. Syarat dimeter pohon yang diijinkan untuk ditebang pada sistem ini adalah unutk hutan darat > 50 cm, sedangkan HPT >60 cm. Dengan menerapkan sistem-sistem tersebut maka keberadaan hutan dengan luasan, keadaan dan kualitas ideal tertentu seperti yang dikehendaki, merupakan keluaran pemanenan hutan yang harus dicapai agar hasil yang diharapkan untuk diperoleh, berupa barang, manfaat, dan nilai-nilai ekosistem yang telah ditentukan dapat dicapai.
CONTOH LAPORAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hutan adalah
suatu hamparan lapangan tumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungan dan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai hutan.hutan sangat berperan dalam kehidupan.
Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan
produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan
sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk
industri stabil, dan meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi local dan
regional.
Data yang diperlukan dalam pemanenan adalah data potensi dan
kondisi kawasan hutan, serta data kondisi masyarakat sekitar. Data potensi
hutan digunakan untuk menentukan apa yang mungkin dapat dimanfaatkan dari suatu
kawasan hutan secara berkesinambungan.untuk data kondisi kawasan hutan dapat
digunakan untuk menentukan tekik yang akan digunakan dan upaya perlindungan
yang yang perlu dikembangkan. Sedangkan data kondisi masyarakat sekitar hutan
dugunakan untuk menyusun rencana partisipasi dan dukungan masyarakat atas
kegiatan pemanenan hutan berlangsung.
Hutan akan bernilai tinggi bila mempunyai jumlah produksi
yang dihasilkan oleh hutan itu tingi dan mutu hasil kayu juga tinggiserta
tegakan sisa yang ditinggalkan bernilai tinggi pula. Sedangkan kelestarian
hutan terjadi bila kayu yang dihasilkan setiap periode sama dengan kemampuan
hutan tersebut untuk pulih kembali atau dengan kata lain jumlah panen sebanding
dengan banyak riapnya.
Tuntutan terhadap hasil hutan Indonesia berupa barang dan
jasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Hal ini tak lepas dari terus
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.Pada hakikatnya banyak faktor
eksternal yang mempengaruhi pengelolaan hutan terutama dalam hal pemanenan,
seperti perubahan demografi, perubahan persyaratan penggunaan lahan, kekeringan
dan kebakaran (Dephut 2004).Sementara itu keterbatasan sumberdaya hutan untuk
memenuhi tuntutan tersebut menjadi kendala utama dalam pengelolaan hasil hutan
baik kayu maupun non kayu.
Perhatian terhadap
hutan indonesia menjadi sangat penting demi terjaminnya kapasitas hutan
untuk mempertahankan nilai-nilai lingkungan dan penghasil barang dan jasa
berupa kayu maupun non kayu secara terus menerus. Mengingat semakin banyaknya
tekanan terhadap hutan, baik itu perambahan, ilegal logging, kekeringan, dan
kebakaran. Untuk itu diperlukan pengelolan hutan secara lestari yang memiliki
metode tepat cara dan tepat guna dengan dampak seminimal mungkin.
Pengelolaan hutan secara lestari baik manfaat maupun
fungsinya merupakan tujuan pengelolaan hutan saat ini.Pengelolaan hutan ini
pada umumnya dititikberatkan pada sistem pemanenan hasil hutan, terutaman
pemanenan kayu.Pemenenan hutan pada dasarnya memiliki prinsip untuk berkomitmen
dalam penyedian produk barang dan jasa secara berkelanjutan dan jangka panjang,
pemeliharaan keterpaduan lingkungan dalam setiap perencanaan dan penerapannya,
dan membuat rencana pemenenan secara komprehensif. Prinspip ini tidak hanya
diadopsi di hutan-hutan alam produksi akan tetapi juga hutan produksi dengan
sistem monokultur.
Kegiatan pemanenan hutan mulai dari perencanaan pemanenan
termasuk pemetaan pohon, penentuan TPn, penentuan jarak sarad dan arah rebah
perencanaan pembukaan wilayah hutan, simulasi penebangan minimal dampak,
analisis mengenai dampak terhadap lingkungan pasca penebangan dan penyaradan
menjadi sangat penting untuk diketahui. Pengetahuan ini tidak cukup hanya
sekedar teoritis, akan tetapi pengetahuan secara praktis juga harus dilakukan.
Oleh karena itu diperlukan kegiatan penunjang
dalam bentuk praktikum yang secara khusus membahas setiap subkegiatan
dalam pemenenan hutan secara integratif
tersebut.
B.
Tujuan Pratek
Tujuan dari
praktek pemanenan hasil hutan yang dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat
populasi pohon yang termasuk dalam kategori pohon siap tebang atau dipanen
terhadap sumber daya hutan, untuk mengetahui arah renah pohon berdasrkan
kondisi atau kecendrungan tajuk , serta untuk mengetahui arah takik rebah dan
takik bals masing-masing pohon dan untuk mengetahui cara atau model
pengangkutan sampai akhir.
C.
Manfaat Pratek
Manfaat dari pratek iniadalah
menambah pengelaman dan pengetahuan dalam pemanenan hasil hutan.
BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Pemanenan Hasil Hutan
Pemanenan
adalah keputusaan untuk menetapkan seperangkat kegiatan yang akan dilakukan
pada masa datang, sedangkan Conway 1982 menuliskan perencanaan pemanenan adalah
tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur berdasarkan tahapan
pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang telah ditentukan dan
dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari hutan
(Staaf dan Wiksten, 1984).
Menurut Brown
1958 yang perlu dilakukan dalam perencanaan adalah pembangunan jaringan
angkutan, kebijakan financial, dan kemudian menetapkan biaya financial.Namun
menurut Wackerman 1966 agar tenaga kerja menjadi perhatian jika wilayah jauh.
Dengan adanya
rencana maka kegiatan dapat teratur dan hasil dapat diukur, teratur artinya
tahapan kegiatan harmonis dan saling mendukung, sedangkan terukur merupakan
tiap tahap dapat dinilai keberhasilannya.menurut Conway 1982 dibuat rencana
pemanenan karena akan dapat merekatkan semua tahapan kegiatan pemanenan,atau
mengintegrasikan semua kegiatan pemanenan secara utuh.selain itu untuk
mengidentifikasi kendala dan hambatan yang kelak terjadi dengan tidak
mengavaikan keterlibatan aspek social.
B.
Arah Takik Rebah dan Takik Balas
Penebangan merupakan langkah awal
dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong
kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan penebangan
adalah untuk mendapatkan bahan baku untuk keperluan industri perkayuan dalam
jumlah yang cukup danvberkualitas baik.
Pada dasarnya kegiatan penebangan
pohon terdiri dari 3 kegiatan, yaitu :
1. Persiapan dan pembersihan tumbuhan
bawah. Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan penebangan dan mencegah
terjadinya kecelakaan selama kegiatan penebangan.
2. Penentuan arah rebah.
3. Pembuatan takik rebah dan takik
balas.
1.
Arah rebah Pohon.
Sebelum
penebangan dimulai perlu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan ditebang
dan pohon yang tidak boleh ditebang. Penandaan ini harus dilakukan pada setiap
pohon yang dimaksud dengan menggunakan cat atau bahan lain yang tahan lama.
Terdapat beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan
arah rebah pohon, yaitu :
a. Kondisi pohon : kondisi pohon yang
dimaksud disini adalah posisi pohon (normal atau miring): kesehatan pohon
(gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang mempengaruhi rebahnya pohon);
bentuk tajuk dan keberadaan banir.
b. Kondisi lapangan di sekitar pohon :
kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di sekitar pohon yang akan
ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis
pemanjat, tunggak dan batu-batuan).
c. Keadaan cuaca pada saat penebangan.
Apabila hujan turun dan angin kencang, maka semua kegiatan harus dihentikan.
Keberhasilan
penebangan sangat ditentukan oleh arah rebah pohon. Arah rebah yang benar akan
menghasilkan kayu sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakan kerja dapat
dihindari serta kerusakan terhadap lingkungan dapat ditekan, sedangkan apabila
arah rebah yang ditentukan tidak benar, maka kayu akan rusak dan kemungkinan
terjadinya kecelakaan sangat besar serta pohon yang rebah akan merusak
lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya dalam nenentukan arah rebah pohon harus
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Bebererapa ketentuan
arah rebah yang benar adalah sebagai berikut :
a. Sedapat mungkin menghindari arah
rebah yang banyak dijumpai rintangan, seperti :
b. batu-batuan, tunggak, pohon roboh
dan parit.
c. Jika pohon terletak di lereng atau
tebing, maka arah rebah diarahkan ke puncak lereng. Diusahakan menuju tempat
yang tegakan tinggalnya relatif sedikit.
d. Arah rebah diupayakan disesuaikan
dengan arah penyaradan kayu atau ke arah yang
e. memudahkan penyaradan kayu.
f. Pada daerah yang datar, arah rebah
pohon disesuaikan dengan bentuk tajuk dan posisi pohon. Selain menentukan arah
rebah pohon, perlu juga ditentukan arah keselamatan bagi regu penebang. Apabila
sebatang pohon akan ditebang, luas daerah berbahaya diperkirakan 2 x tinggi
pohon yang bersangkutan (Gambar 2). Demi menjamin keselamatan penebang, maka
daerah yang aman berada pada sudut 450 di kiri dan kanan garis lurus arah rebah
pohon yang ditentukan.
2.
Teknik Penebangan
Selain arah
rebah pohon, faktor yang menentukan keberhasilan penebangan adalah pembuatan
takik rebah dan takik balas. Takik rebah dan takik balas ini yang akan
menentukan arah robohnya pohon. Tipe-tipe takik rebah yang dapat digunakan
antara lain :
1. Tipe biasa, merupakan takik rebah
yang umum digunakan pada kegiatan penebangan kayu rimba di hutan alam.
2. Tipehumbolt, adalah tipe takik rebah
yang umum digunakan pda kegiatan tebang habis di hutan jati.
3. Tipe takik rebah yang digunakan
untuk pohon yang besar.
Sebelum takik
rebah dibuat, untuk pohon-pohon yang mempunyai banir perlu dilakukan pemotongn
(pengeprasan) banir, yaitu memotong banir sehingga diameter pangkal mendekati
diameter batang kayu.
Tujuan dari
pengeprasan banir adalah untuk memudahkan pembuatan takik rebah dan takik
balas.
Pembuatan takik
rebah dan takik balas dapat dilakukan dengan menggunakan alatalat konvensional
(gergai tangan, kapak) dan peralatan mekanis (gergaji rantai) Secara umum
urutan pembuatan takik rebah dan takik balas adalah sebagai berikut : Membuat
takik rebah. Takik rebah terdiri dari 2 bagian utama, yaitu alas takik dan atap
takik. Alas takik dibuat terlebih dahulu dengan kedalaman berkisar antara 1/5 –
1/3 diameter pohon (dbh).
Setelah
pembuatan alas takik, selanjutnya membuat atap takik dengan sudut 45 dari alas
takik, hasilnya berupa potongan yang disebut dengan mulut takik.Membuat takik
balas.Tinggi takik balas diperkirakan 1/10 diameter pohon dari garis perpanjang
alas takik. Takik balas dibuat dengan cara memotong pohon secara horizontal
pada ketinggian di atas sampai kayu engsel. Kayu engsel merupakan bagian kayu
antara takik balas dan takik rebah.Kayu ini lebarnya kurang lebih 1/10
diameter.Fungsi dari kayu engsel adalah sebagai kemudi dalam mengarahkan
rebahnya pohon. Cara pembuatan takik rebah dengan menggunakan gergaji rantai
untuk kayu yang berdiameter besar berbeda dengan cara pembuatan takik rebah
untuk kayu yang berdiameter kecil. Pohon kecil yang dimaksud disini adalah
diameter pohon lebih kecil dari panjang bilah gergaji yang digunakan, sedangkan
kayu besar adalah jika diameter pohon lebih besar dari panjang bilah gergaji
yang digunakan.Pada kegiatan penjarangan umumnya penebangan dilakukan tanpa
membuat takik rebah seperti di atas, tetapi cukup dengan memotong pohon secara
horisontal hingga pohon yang bersangkutan rebah. Pembuatan takik rebah yang
tidak benar akan mengakibatkan pohon tidak rebah ke arah yang sudah ditentukan.
Selain itu takik rebah yang terlalu dalam akan mengakibatkan kayu rebah sebelum
waktunya dan terjadi unusan, yaitu serat kayu yang terjulur di atas tunggak
sebagai akibat kesalahan dalam pembuatan takik rebah.
C.
Jalur Penyadaran
Penyaradan kayu
adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan
kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan.Kegiatan ini merupakan kegiatan
pengangkutan jarak pendek.
Secara umum
sistem penyaradan kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan
tenega yang digunakan
2. Hubungan
antara batang kayu yang disarad dengan permukaan tanah.
3. Ukuran
batang yang disarad.
Sistem-sistem
penyaradan kayu secara lengkap adalah sebagai berikut :
a)
Tenaga Manusia (Manual)
Penyaradan kayu
dengan tenaga manusia dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,antar lain :
Ø Pemikulan.
Pemikulan kayu
dapat dilekukan secara perorangan atau beregu tergantung pada ukuran kayu yang
disarad.Umumnya 1 regu terdiri dari 2 – 10 orang.Cara seperti ini masihmdapat
dijumpai pada kegiatan pemanenan di Jawa. Di Jawa Barat cara ini digunakan pada
kegiatan pemanenan di hutan rasamala atau agathis.
Ø Menggulingkan.
Cara ini
merupakan cara yang paling tua, sederhana dan murah. Cara ini dilakukan di
lapangan yang miring dengan jarak sarad bervariasi antara 400 – 700 m. Panjang
kayu maksimum 6 m. Pada penyaradan dengan cara ini kayu tidak dikupas kulitnya.
Alat yang dapat digunakan untuk menggulingkan kayu disebut Nglebek, alat ini
sampai saat ini masih digunakan untuk menyarad kayu di Jawa Tengah.
Ø Sistem
Kuda-Kuda.
Penyaradan
dengan sistem kuda-kuda digunakan pada penyaradan di hutan rawa, pada daerah
yang tanahnya lembek dan berair.Alat yang digunakan disebut dengan kuda-kuda
atau ongkak.
Penyaradan dengan sistem kuda-kuda memerlukan
jalur lintasan kuda-kuda yang lebarnya 3 – 4 m. Jalur lintasan ini biasanya
dibuat dengan cara menumpuk secara melintang kayu-kayu yang berdiameter kecil (
< 10 cm), oleh karenanya sistem kudakuda merupakan sistem penyaradan kayu
yang memboroskan sumberdaya hutan. Satu kuda-kuda ditarik oleh satu regu
penyarad yang terdiri dari 6 – 12 orang, panjang batang 4 – 6 m dan jalan sarad
mencapai 500 m.
b) Penyaradan
Dengan Hewan
Jenis hewan yang dapat digunakan untuk
menyarad kayu antara lain sapi, kuda, kerbau dan gajah. Penyaradan kayu dengan sapi sudah lama
dilakukan di hutan jati di Jawa, yaitu semenjak pemanenan yang pertama
dilkuakan.Ukuran kayu yang disarad berukuran antara 2-4 m. Jarak sarad kurang
dari 750 m.
c) Penyaradan
Dengan Gaya Gravitasi.
Penyaradan kayu
dengan cara ini adalah memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara penyaradan
seperti antara lain :
Ø Peluncuran
Penyaradan kayu
dengan peluncuran hanya dapat di lakuan di daerah yang curam (kelerengan lebih
dari 40 %). Panjang kayu dan diameter kayu yang diluncurkan sangat terbatas,
berkisar antara 4 – 6 m dan diameter kurang dari 40 cm. Jarak sarad untuk
penyaradan dengan peluncur tidak lebih dari 300 m. Peluncur yang digunakan
dapat dibuat dari kayu, logam atau plastik, bahkan pada awalnya media
peluncuran berupa parit.
Ø Wire
skidding
Wire skidding adalah penyaradan kayu
menggunakan sistem kabel yang paling sederhana. Dengan cara ini diperlukan
kawat baja sebagai lintasan pembawa kayu (carriage) dan pohon penyanga (spar
tree). Carriage dapat berupa kayu bercabang, sling atau logam. Proses
penyaradan dengan sistem ini adalah sebagai berikut : kayu diikatkan pada
carriage, selanjutnya carriage diluncurkan melalui kawat baja dari atas lereng
menuju lembah.
d)
Penyaradan dengan traktor
Penyaradan kayu
dengan menggunakan traktor sangat populer dalam kegiatan pemanenan kayu di
hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai pada
tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan, penggunaan traktor pada
daerah yang mempunyai lereng lebih dari 30 %, walaupun secara teknis traktor
masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40 %. Penyaradan kayu mengguanakn
traktor sangat cocok untuk tebang pilih, hanya saja gangguan terhadap tanah
cukup besar, untuk itu jenis traktor yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan keadaan tanah di lokasi kegiatan. Satu regu penyarad dengan traktor
biasanya terdiri dari 2- 3 orang. Produktivitas penyaradan menggunakan traktor
dengan tenaga sebesar 140 – 240 HP sebesar 50 – 100 m3/hari dengan waktu kerja
efektif adalah 7 jam sehari.
D.
Prioritas Kayu yang Disarad
Sesuai dengan
petunjuk teknis TPTI terdapat 2 prioritas kayu yang harus disarad, yaitu :
1. Kayu-kayu yang dekat TPn
2.
Kayu-kayu
yang diminta dipesan oleh pembeli (kayu-kayu order)
E.
Tahap-Tahap Penyaradan Kayu
1. Pembuatan
jalan sarad
Pembuatan jalan
sarad dilakukan dalam dua tahap.Tahap pembuatan jalan sarad ini meluiputi
pembuatan jalan sarad utama (jalan raya), yang dilakukan sebelum penebangan dan
jalan sarad cabang yang dibuat setelah penebangan selesai. Jalan sarad dubuat
untuk menghubungkan TPn (betou) dengan kayu yang akan disarad. Jalan sarad ini
terbuat dari lapisan kayu yang berdiameter 6-12 cm.
Kayu-kayu ini
disusun menjadi 2-3 lapisan yang diambil dari pohon tingkat pancang dan tiang
di petak kerja.Pembuatan jalan sarad dimulai dengan perintisan dan pembersihan
areal dengan menggunakan kampak dan parang.Kemudian dilakukan pemasangan bujuran
dan jari-jari yang melintang bujuran dan dilanjutkan dengan perataan terhadap
akar-akar lutut serta pengupasan kulit bagian atas jari-jari. Pengupasan kulit
ini agar landasan yang bergesekan dengan alat sarad rendah dan agar setelah
diberi saabun akan bertambah licin.
Pembuatan jalan
sarad ini dilakukan bersama-sama oleh regu penyarad.Waktu kerja pembutaan jalan
sarad untuk satu petak tebang ini rata-rata 4 hari untuk jalan sarad utama dan
3 hari untuk pemnbutan jalan sarad cabang. Lamanya pembutaan jalan sarad ini
dipengaruhi 9leh keadaan lapangan, apabila banyak akar lutut, akan membutuhkan
waktu lebih lama.
2.
Pembuatan Betou.
Betou merupakan
tempat pengumpulan kayu sementara sebelum kayu diangkut ke logpond. Disamping
itu betou berfungsi untuk memudahkan pemuatan kayu ke atas lori. Satu buah
betou terdiri dari 4-6 pelabuhan, dimana dalam satu hari dapat dibuat 2 buah
pelabuhan, dengan ukuran pelabuhan lebar 2,4 m dan panjang 92 m yang terbuat
dari kayu berdiameter 7-15 cm. Pekerjaan pembuatan betou dimulai dengan
pembersihan areal. Areal yang sudah bersih, dibuat betou dengan bahan baku dari
pohon tingkat pancang/tiang. Betou dibuat di tepi jalan rel untuk memudahkan
pemuatan.
F.
Konstruksi Jalan Sarad
Satu unit anak
petak memiliki jalan sarad dan TPn (betou). Jaringan jalan sarad ini dibuat
untuk proses pengeluaran log yang berada pada petak tebang sampai log
dikumpulkan di betou (Tpn). Satu jaringan jalan sarad memiliki satu buah jalan
sarad utama.Jalan sarad utama ini dibuat sebelum dilakukan penebangan.Adapun
jalan sarad cabang yang dibuat setelah pohon ditebang, yang berfungsi
menghubungkan log dengan jalan sarad utama.Jalan sarad terbuat dari galangan
kayu berukuran pancang dan tiang yang ditata berlapis. Jalan sarad ini terdiri
dari 2- 3 lapisan, dengan ukuran galang yang digunakan masiing-masing 8 – 1 cm
untuk lapisan 1, 19-30 cm untuk lapisan 2 dan 6-12 cm untuk lapisan 3.
TPn (betou)
berfungsi sebagai tempat pengumpulan kayu yang sudah ditebang di petak.Sistem
penyaradan mekanis banyak digunakan di hutan tanah kering adalah dengan traktor
yang memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan penyaradan sistem manual
(tenaga manusia).Penerapan sistem penyaradan di hutan rawa gambut memiliki
perbedaan dengan hutan lahan kering di mana banyak dilakukan dengan menggunakan
tenaga manusia, maupun sampan darat/gerobak dari besi yang dirancang khusus
untuk menyarad kayu yang ditarik oleh ekskavator. Penerapan sistem penyaradan
di hutan rawa gambut memungkinkan pencapaian target produksi penyaradan yang
lebih tinggi. Produktivitas penyaradan dipengaruhi oleh ukuran kayu, topografi,
cuaca, jarak sarad, keterampilan tenaga kerja dan keadaan tanah.Tanah yang
lembek, topografi yang berat, ukuran kayu yang kecil dan keterampilan tenaga
yang rendah akan mengurangi produktivitas penyaradan.
BAB III
METODE PRATEK
A.
Waktu dan Tempat Pratek
PratikumPemanenan
Hasil Hutan mengenai “penentuan arah rebah berdasarkan kecendrungan tajuk suatu
pohon serta penentuan jalur sarat dan jalur penyadaran” di laksanakan pada hari Jumat - Minggu
tanggal 13-15 Desember 2013, pukul 10.00 – selesai, Di Taman Wisata Alam
Pattunuang, Maros
B.
Prosedur/Mekanisme Pratek
Adapun prosedur kerja dari pratikum
Pemanenan Hasil Hutan ini yaitu:
1. Di cari 10 pohon terbesar kemudian
diperhatikan kecenderungan tajuk, liana dan tumbuhan bawahnya.
2. Di ukur tinggi dan diameter
pohon-pohon tersebut.
3. Di tentukan arah rebah pohon
berdasarkan kondisi dan kecenderungan tajuk.
4. Di tentukan arah takik rebah dan
takik balas masing-masing pohon.
5. Di tentukan jalur sarad dan jalur
penyadaran/ cara pengangkutannya sampai keluar
6. Gambar.
C.
Analisis Data
Menurut Rensin yang dikutip oleh Wakhinuddin (2007),
menyatakan bahwa untuk mengukur diameter, dapat digunakan berbagai alat salah
satunya yaitu dengan mengunakan pita ukur, adapun untuk menghitung diameter
mengunakan rumus :
K = Phy . D2
Di mana :
K : keliling
D : Diameter
µ: Phy
D.
Definisi Operasional
Batas - batasan operasional yang digunakan dalam bentuk
penelitian ini mencakup pengertian-pengertian untuk menjelaskan beberapah
istilah sebagai berikut :
1. Pemanenan adalah keputusaan untuk
menetapkan seperangkat kegiatan yang akan dilakukan pada masa datang.
2. Perencanaan pemanenan adalah
tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur berdasarkan tahapan
pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang telah ditentukan dan
dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari hutan.
3. Penyaradan kayu adalah kegiatan
memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke
pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak
pendek.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 1.Menghitung
Diameter Pohon
No.
|
Jenis
|
K
|
D
|
T
|
|
1.
|
Dao
|
100
|
31,85
cm
|
27
m
|
|
Kemiri
|
120
|
38,22
cm
|
30
m
|
||
3.
|
Jati
|
150
|
47,77
cm
|
28
m
|
|
4.
|
Matoa
|
84
|
26,75
cm
|
20
m
|
|
5.
|
Kayu Putih
|
130
|
41,40
cm
|
30
m
|
|
6.
|
Ketapang
|
130
|
41,40
cm
|
28
m
|
|
7.
|
Kenanga
|
100
|
31,85
cm
|
25
m
|
|
8.
|
Picus
|
150
|
47,77
cm
|
30
m
|
|
9.
|
Pulai
|
150
|
47,77
cm
|
28
m
|
|
10.
|
Jabon
|
120
|
38,85
cm
|
30
m
|
Tabel 2. Menetukan Proyeksi Tajuk
Jenis
|
Diameter
(cm)
|
Tinggi
(m)
|
Proyeksi
Tajuk (m)
|
|||
Utara
|
Selatan
|
Timur
|
Barat
|
|||
Dao
|
31,85
|
27
|
3,5
|
-
|
1,5
|
1
|
Kemiri
|
38,22
|
30
|
2
|
1,5
|
1
|
0,5
|
Jati
|
47,77
|
28
|
1,5
|
2
|
-
|
1
|
Matoa
|
26,75
|
20
|
3
|
2
|
-
|
-
|
Kayu
Putih
|
41,40
|
30
|
3,5
|
2.5
|
1
|
-
|
Ketapang
|
41,40
|
28
|
-
|
2
|
-
|
1,5
|
Kenanga
|
31,85
|
25
|
1
|
-
|
3,5
|
2
|
Picus
|
47,77
|
30
|
2,5
|
-
|
3,5
|
-
|
Pulai
|
47,77
|
28
|
-
|
2,5
|
1,5
|
3,5
|
Jabon
|
38,85
|
30
|
3
|
1,5
|
2,5
|
3
|
Tabel 3.Ukuran Takik Rebah, Takik Balas Pada Simulasi Penebangan
No
|
Jenis
|
Diameter
(cm)
|
Panjang
Alas Takik Rebah
(cm)
|
Panjang
Alas
Takik
Balas
(cm)
|
1.
|
Dao
|
31,85
|
13,93
|
25,88
|
2.
|
Kemiri
|
38,22
|
13,38
|
45,54
|
3.
|
Jati
|
47,77
|
9,95
|
23,60
|
4.
|
Matoa
|
26,75
|
17,52
|
26,16
|
5.
|
Kayu Putih
|
41,40
|
9,08
|
33,09
|
6.
|
Ketapang
|
41,40
|
10,06
|
21,53
|
7.
|
Kenanga
|
31,85
|
12,73
|
32,50
|
8.
|
Picus
|
47,77
|
8,28
|
38,92
|
9.
|
Pulai
|
47,77
|
12,50
|
32,71
|
10.
|
Jabon
|
38,85
|
14,97
|
29,81
|
B.
Pembahasan
Penebangan
merupakan tahapan kegiatan pemanenan kayu untuk merebahkan pohon yang berdiri
tegak dan berdiameter sama atau lebih besar dari batas yang telah ditetapkan
(Dirjen PH tanpa tahun dalam Iskandar 2000). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
simulasi penebangan hanya dilakukan pada pohon komersil dengan diameter batang
≥30 cm. Batasan penebangan pohon ini berbeda dengan hutan alam produksi.Di
hutan alam produksi umumnya pohon yang ditebang memiliki ukuran ≥50 cm. Hal ini
bertujuan selain untuk menjaga kualitas kayu, baik waktu pakai maupun kekuatan
kayunnya juga mengurangi percepatan dalam penebangan, sehinggapenebangan dapat
dilakukan secara berkelanjutan dalam waktu yang lama.
Penebangan
pohon diawali dengan penentuan arah rebah pohon. Arah rebah yang benar menurut
Juta (1954) dalam Hartono (2008) akan
menghasilkan rebahnya pohon sesuai dengan yang diinginkan, selain itu
kecelakaan kerja dan kerusakan lingkungan juga dapat ditekan. Arah rebah pohon
telah ditentukan dalam praktikum sebelumnya (praktikum mengenai Penentuan TPn,
Jalan Sarad, dan Arah Rebah).Setelah arah rebah ditentukan dilanjutkan dengan
membuat takik rebah yang meliputi alas takik dan atap takik, kemudian membuat
takik balas untuk merebahkan pohon. Engsel pada proses penebangan berfungsi
untuk menentukan arah rebah pohon. Sisi engsel yang akan menjadi tumpuan arah
rebah umumnya dibuat lebih lebar dibanding engsel yang berfungsi untuk arah
rebah. Hal ini dikarenakan engsel yang lebih kecil akan menyebabkan gaya
gravitasi lebih besar pada sisi tersebut, sehingga jatuhnya atau rebahnya pohon
berada di sisi yang dimaksud (engsel kecil).
Pembuatan takik
rebah diusahakan serendah mungkin. Hal ini dikarenakan akan mempengaruhi
efisiensi proses pemanenan dsan pemanfaatan kayu secara keseluruhan. Efisiensi
yang dimaksud meliputi produktivitas kerja, pemanfaatan kayu, dan biaya
penebangan. Menurut Suharna dan Yuniawati (2005) pembuatan takik rebah serendah
mungkin atau penebangan serendah mungkin
menunjukkan bahwa produktivitas penebangan meningkat sebesara 2,635 m3/ jam,
efisiensi pemanfaatan kayu meningkat sebesar 16,3% atau 0,56 m3 per pohon, dan
biaya penebangan berkurang sebesar Rp, 622,71/m3. Selain itu, penebangan
serendah mungkin juga dapat mengurangi limbah kayu yang berasal dari tunggak kayu.
Proses
penebangan perlu memperhatikan keselamatan kerja, karena umumnya pada proses
ini banyak terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja banyak terjadi saat
menunggu perebahan pohon, sehingga dalam kegiatan penebangan perlu
memperhatikan arah rebah pohon dengan cermat dan tidak berada pada zona bahaya
pada saat pohon akan rebah.Cara yang paling aman adalah dengan berada di dekat
pohon saat pohon akan roboh (Wackerman 1949)
atau mengikuti jalur keselamatan, yakni sekitar 15-20 m pada kedua sisi
pohon dengan arah rebah membentuk sudut tumpul (±1200) dari arah rebah pohon.
Keamanan kerja
tidak hanya perlu memperhatikan keselamatan kerja saat pohon akan rebah tetapi
juga perlu memperhatikan kesehatan kerja. Hal yang termasuk rawan dalam
kegiatan penebangan adalah pendengaran. Pendengaran dapat terganggu dari
kebisingan yang ditimbulkan oleh bunyi chain saw. Menurut Santosa (1992) dalam
Yuniawati (2005), kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari
kebisingan, hal ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja akan tetapi
berlangsung setahap demi setahap. Sehingga dalam kegiatan penebangan ini
diperlukan peralatan penutup telinga yang aman dan dapat meredam bunyi chain
saw yang terlalu keras.
Dari simulasi
yang dilaksanakan diperoleh data bahwa arah rebah untuk mengurangi dampak
kerusakan tinggal berdasarkan pedoman RIL (Reduce Impact Logging) adalah pada
arah barat laut dengan sudut rebah dari arah utara berkisar 450, hal ini
dilihat dari kondisi dilapangan dimana pada sekitar daerah tersebut tidak terdapat
tanaman permudaan atau dalam hal ini adalah anakan mahoni (Sweitenia mahagoni)
dan pada arah tersebut kondisi tanahnya datar dimana tidak terdapat tunggul
atau gundukan tanah yang dapat merusak atau mengurangi nilai jual kayu, karena
berdasarkan pedoman RIL dalam Elias (2008) dalam prosedur penebangan ada
beberapa hal yang harus dihindari yaitu pohon rebah memotong sungai atau masuk
areal kawasan lindung dan kerusakan pada pohon inti, permudaan dan pohon
lindung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari isi laporan di atas adalah sebagai
berikut:
- Arah rebah pohon yang didapat dengan menggunakan Pedoman RIL berada pada arah yang berbeda-beda.
- Sudut yang diperoleh dari arah rebah berkisar 450 dari proyeksi tajuk (proyeksi tajuk 3,5 m ke arah utara jalan sarad pada arah barat)
- Takik balas berada pada arah tenggara dengan takik rebah pada arah barat laut
- Kondisi pohon tidak berbanir, proyeksi tajuk arah utara 3,5 m, timur 1,5 m, dan arah barat 1 m, berdiameter 46,5 cm, tinggi 15 m
- Pedoman RIL dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal
B.
Saran
Sebelum
melakukan penebangan sebaiknya harus diperhatikan terlebih dahulu wilayah
tebangan dan kondisi tegakannya sehingga dalam melakukan penebangan tegakan
yang didapat maksimal tanpa ada kerusakan terhadap tegakan maupun ekologi lahan
penebangan.
Biasakan cntumkan daftar pustaka dongs.
BalasHapus