Pemanenan Hutan

PEMANENAN HASIL HUTAN
Pemanenan hutan dapat diartikan sebagai serangkaian tahapan kegiatan yang mengubah nilai potensial hasil hutan (kayudannon-kayu) menjadi barang (kayubulatatauhasilhutannon-kayulainnya) yang  bernilai actual. Tujuan dilakukan pemanenan hutan adalah untuk meningkatkan nilai hutan, mendapatkan produk hasil hutan yang dibutuhkan masyarakat, memberi kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan, memberikan kontribusi kepada devisa negara dan membuka akses wilayah. Sejalan dengan berkembangnya teknologi pemanenan hutan maka diharapkan kegiatan pemanenan hutan dilakukan adalah ramah lingkungan.
Pemanenan hasil hutan ramah lingkungan dilakukan agar kelestarian hasil atau ekosistem hutan tetap terjaga. Sebenarnya prinsip pemanenan hutan ramah lingkungan telak dilakukan sejak dahulu kala. Pada tahun 1788, salah seorang pengumpul pajak Bangsa Austria  memperkenalkan sebuah  prinsip dalam pemanenan hutan haruslah berlandaskan kepada kemampuan hutan dalam memberikan hasil secara teratur dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian hutan. Saat itu setiap pemanen hutan untuk penilaian terhadap hutan akan dikenai pajak.
Dengan dilakukannya pemanenan hutan ramah lingkungan ini maka bentuk bencana yang terjadi di bumi ini akan semakin sedikit. Pada umumnya pemanenan hutan berdampak positif bagi kehidupan social ekonomi tetapi berdampak negative bagi lingkungan. Sehingga menyebabkan pemanenan hutan dimasa mendatang dimana sumberdaya hutan mulai langka, bahan baku makin ke hulu, topografi semakin berat, dituntut produktivitas tinggi, pertimbangan lingkungan sangat penting selain ekonomis.
Maka untuk mendapatkan pemanenan yang ramah lingkungan diperlukan beberapa tahap pemanenan pemanenan seperti perencanaan, jenis alat yang digunakan serta teknik pemaenan yang digunakan. Perencanaan pemanenan hutan yang baik adalah dapat menjamin kepastian terpeliharanya keanekaragaman hayati, terpeliharanya kualitas tanah, air dan udara serta menjamin terpeliharanya kehidupan budaya masyarakat sekitar. Penggunaan peralatan sistem mekanis yang ramah lingkungan seperti jenis traktor yang lebih ramah lingkungan tetapi produktivitas lebih tinggi. Selain itu, agar pemanenan hutan ramah lingkungan tetap terjaga maka    perlu diterapkannya sistem pemanenan dengan menggunakan teknik silvikultur. Teknik silvikultur yang digunakan antara lain Indonesian selective cutting and re-planting (Tebang Pilih Tanam Indonesia –TPTI), Clear cutting system with human/artificial re-generation (Tebang Habis Permudaan Buatan–THPB), Clear cutting system with natural re-generation (Tebang Habis Permudaan Alam–THPA), Indonesian strip cutting and re-planting (TebangJalurTanamIndonesia –TJTI), dan Selective cutting and strip re-planting (Tebang Pilih Tanam Jalur–TPTJ).
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan tahapan pengelolaan hutan yang  terencana, terdiri dari penebangan, penanaman areal bekas tebangan dan pemeliharaan tegakan tinggal untuk menjaga kelestarian hasil hutan kayu dan non-kayu. TPTI ini dilakukan untuk memperoleh struktur dan komposisi tegakan tidak seumur yang  optimal dan lestari. Syarat dimeter  pohon yang diijinkan untuk ditebang pada sistem ini adalah unutk hutan darat > 50 cm, sedangkan HPT >60 cm. Dengan menerapkan sistem-sistem tersebut maka keberadaan hutan dengan luasan, keadaan dan kualitas ideal tertentu seperti yang dikehendaki, merupakan keluaran pemanenan hutan yang harus dicapai agar hasil yang diharapkan untuk diperoleh, berupa barang, manfaat, dan nilai-nilai ekosistem yang telah ditentukan dapat dicapai.
CONTOH LAPORAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Hutan adalah suatu hamparan lapangan tumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungan dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.hutan sangat berperan dalam kehidupan.
Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, dan meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi local dan regional.
Data yang diperlukan dalam pemanenan adalah data potensi dan kondisi kawasan hutan, serta data kondisi masyarakat sekitar. Data potensi hutan digunakan untuk menentukan apa yang mungkin dapat dimanfaatkan dari suatu kawasan hutan secara berkesinambungan.untuk data kondisi kawasan hutan dapat digunakan untuk menentukan tekik yang akan digunakan dan upaya perlindungan yang yang perlu dikembangkan. Sedangkan data kondisi masyarakat sekitar hutan dugunakan untuk menyusun rencana partisipasi dan dukungan masyarakat atas kegiatan pemanenan hutan berlangsung.
Hutan akan bernilai tinggi bila mempunyai jumlah produksi yang dihasilkan oleh hutan itu tingi dan mutu hasil kayu juga tinggiserta tegakan sisa yang ditinggalkan bernilai tinggi pula. Sedangkan kelestarian hutan terjadi bila kayu yang dihasilkan setiap periode sama dengan kemampuan hutan tersebut untuk pulih kembali atau dengan kata lain jumlah panen sebanding dengan banyak riapnya.
Tuntutan terhadap hasil hutan Indonesia berupa barang dan jasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Hal ini tak lepas dari terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.Pada hakikatnya banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan hutan terutama dalam hal pemanenan, seperti perubahan demografi, perubahan persyaratan penggunaan lahan, kekeringan dan kebakaran (Dephut 2004).Sementara itu keterbatasan sumberdaya hutan untuk memenuhi tuntutan tersebut menjadi kendala utama dalam pengelolaan hasil hutan baik kayu maupun non kayu.
Perhatian terhadap  hutan indonesia menjadi sangat penting demi terjaminnya kapasitas hutan untuk mempertahankan nilai-nilai lingkungan dan penghasil barang dan jasa berupa kayu maupun non kayu secara terus menerus. Mengingat semakin banyaknya tekanan terhadap hutan, baik itu perambahan, ilegal logging, kekeringan, dan kebakaran. Untuk itu diperlukan pengelolan hutan secara lestari yang memiliki metode tepat cara dan tepat guna dengan dampak seminimal mungkin.
Pengelolaan hutan secara lestari baik manfaat maupun fungsinya merupakan tujuan pengelolaan hutan saat ini.Pengelolaan hutan ini pada umumnya dititikberatkan pada sistem pemanenan hasil hutan, terutaman pemanenan kayu.Pemenenan hutan pada dasarnya memiliki prinsip untuk berkomitmen dalam penyedian produk barang dan jasa secara berkelanjutan dan jangka panjang, pemeliharaan keterpaduan lingkungan dalam setiap perencanaan dan penerapannya, dan membuat rencana pemenenan secara komprehensif. Prinspip ini tidak hanya diadopsi di hutan-hutan alam produksi akan tetapi juga hutan produksi dengan sistem  monokultur.
Kegiatan pemanenan hutan mulai dari perencanaan pemanenan termasuk pemetaan pohon, penentuan TPn, penentuan jarak sarad dan arah rebah perencanaan pembukaan wilayah hutan, simulasi penebangan minimal dampak, analisis mengenai dampak terhadap lingkungan pasca penebangan dan penyaradan menjadi sangat penting untuk diketahui. Pengetahuan ini tidak cukup hanya sekedar teoritis, akan tetapi pengetahuan secara praktis juga harus dilakukan. Oleh karena itu diperlukan kegiatan penunjang  dalam bentuk praktikum yang secara khusus membahas setiap subkegiatan dalam pemenenan hutan secara integratif  tersebut.
B.   Tujuan Pratek
Tujuan dari praktek pemanenan hasil hutan yang dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat populasi pohon yang termasuk dalam kategori pohon siap tebang atau dipanen terhadap sumber daya hutan, untuk mengetahui arah renah pohon berdasrkan kondisi atau kecendrungan tajuk , serta untuk mengetahui arah takik rebah dan takik bals masing-masing pohon dan untuk mengetahui cara atau model pengangkutan sampai akhir.
C.   Manfaat Pratek
Manfaat dari pratek iniadalah menambah pengelaman dan pengetahuan dalam pemanenan hasil hutan.


BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA
A.   Pengertian Pemanenan Hasil Hutan
Pemanenan adalah keputusaan untuk menetapkan seperangkat kegiatan yang akan dilakukan pada masa datang, sedangkan Conway 1982 menuliskan perencanaan pemanenan adalah tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur berdasarkan tahapan pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang telah ditentukan dan dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari hutan (Staaf dan Wiksten, 1984).
Menurut Brown 1958 yang perlu dilakukan dalam perencanaan adalah pembangunan jaringan angkutan, kebijakan financial, dan kemudian menetapkan biaya financial.Namun menurut Wackerman 1966 agar tenaga kerja menjadi perhatian jika wilayah jauh.
Dengan adanya rencana maka kegiatan dapat teratur dan hasil dapat diukur, teratur artinya tahapan kegiatan harmonis dan saling mendukung, sedangkan terukur merupakan tiap tahap dapat dinilai keberhasilannya.menurut Conway 1982 dibuat rencana pemanenan karena akan dapat merekatkan semua tahapan kegiatan pemanenan,atau mengintegrasikan semua kegiatan pemanenan secara utuh.selain itu untuk mengidentifikasi kendala dan hambatan yang kelak terjadi dengan tidak mengavaikan keterlibatan aspek social.
B.   Arah Takik Rebah dan Takik Balas
Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan penebangan adalah untuk mendapatkan bahan baku untuk keperluan industri perkayuan dalam jumlah yang cukup danvberkualitas baik.
Pada dasarnya kegiatan penebangan pohon terdiri dari 3 kegiatan, yaitu :
1.    Persiapan dan pembersihan tumbuhan bawah. Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan penebangan dan mencegah terjadinya kecelakaan selama kegiatan penebangan.
2.    Penentuan arah rebah.
3.    Pembuatan takik rebah dan takik balas.
1.    Arah rebah Pohon.
Sebelum penebangan dimulai perlu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan ditebang dan pohon yang tidak boleh ditebang. Penandaan ini harus dilakukan pada setiap pohon yang dimaksud dengan menggunakan cat atau bahan lain yang tahan lama. Terdapat beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah rebah pohon, yaitu :
a.    Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon (normal atau miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang mempengaruhi rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan banir.
b.    Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).
c.    Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin kencang, maka semua kegiatan harus dihentikan.
Keberhasilan penebangan sangat ditentukan oleh arah rebah pohon. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakan kerja dapat dihindari serta kerusakan terhadap lingkungan dapat ditekan, sedangkan apabila arah rebah yang ditentukan tidak benar, maka kayu akan rusak dan kemungkinan terjadinya kecelakaan sangat besar serta pohon yang rebah akan merusak lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya dalam nenentukan arah rebah pohon harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Bebererapa ketentuan arah rebah yang benar adalah sebagai berikut :
a.    Sedapat mungkin menghindari arah rebah yang banyak dijumpai rintangan, seperti :
b.    batu-batuan, tunggak, pohon roboh dan parit.
c.    Jika pohon terletak di lereng atau tebing, maka arah rebah diarahkan ke puncak lereng. Diusahakan menuju tempat yang tegakan tinggalnya relatif sedikit.
d.    Arah rebah diupayakan disesuaikan dengan arah penyaradan kayu atau ke arah yang
e.    memudahkan penyaradan kayu.
f.     Pada daerah yang datar, arah rebah pohon disesuaikan dengan bentuk tajuk dan posisi pohon. Selain menentukan arah rebah pohon, perlu juga ditentukan arah keselamatan bagi regu penebang. Apabila sebatang pohon akan ditebang, luas daerah berbahaya diperkirakan 2 x tinggi pohon yang bersangkutan (Gambar 2). Demi menjamin keselamatan penebang, maka daerah yang aman berada pada sudut 450 di kiri dan kanan garis lurus arah rebah pohon yang ditentukan.
2.    Teknik Penebangan
Selain arah rebah pohon, faktor yang menentukan keberhasilan penebangan adalah pembuatan takik rebah dan takik balas. Takik rebah dan takik balas ini yang akan menentukan arah robohnya pohon. Tipe-tipe takik rebah yang dapat digunakan antara lain :
1.      Tipe biasa, merupakan takik rebah yang umum digunakan pada kegiatan penebangan kayu rimba di hutan alam.
2.      Tipehumbolt, adalah tipe takik rebah yang umum digunakan pda kegiatan tebang habis di hutan jati.
3.      Tipe takik rebah yang digunakan untuk pohon yang besar.
Sebelum takik rebah dibuat, untuk pohon-pohon yang mempunyai banir perlu dilakukan pemotongn (pengeprasan) banir, yaitu memotong banir sehingga diameter pangkal mendekati diameter batang kayu.
Tujuan dari pengeprasan banir adalah untuk memudahkan pembuatan takik rebah dan takik balas.
Pembuatan takik rebah dan takik balas dapat dilakukan dengan menggunakan alatalat konvensional (gergai tangan, kapak) dan peralatan mekanis (gergaji rantai) Secara umum urutan pembuatan takik rebah dan takik balas adalah sebagai berikut : Membuat takik rebah. Takik rebah terdiri dari 2 bagian utama, yaitu alas takik dan atap takik. Alas takik dibuat terlebih dahulu dengan kedalaman berkisar antara 1/5 – 1/3 diameter pohon (dbh).
Setelah pembuatan alas takik, selanjutnya membuat atap takik dengan sudut 45 dari alas takik, hasilnya berupa potongan yang disebut dengan mulut takik.Membuat takik balas.Tinggi takik balas diperkirakan 1/10 diameter pohon dari garis perpanjang alas takik. Takik balas dibuat dengan cara memotong pohon secara horizontal pada ketinggian di atas sampai kayu engsel. Kayu engsel merupakan bagian kayu antara takik balas dan takik rebah.Kayu ini lebarnya kurang lebih 1/10 diameter.Fungsi dari kayu engsel adalah sebagai kemudi dalam mengarahkan rebahnya pohon. Cara pembuatan takik rebah dengan menggunakan gergaji rantai untuk kayu yang berdiameter besar berbeda dengan cara pembuatan takik rebah untuk kayu yang berdiameter kecil. Pohon kecil yang dimaksud disini adalah diameter pohon lebih kecil dari panjang bilah gergaji yang digunakan, sedangkan kayu besar adalah jika diameter pohon lebih besar dari panjang bilah gergaji yang digunakan.Pada kegiatan penjarangan umumnya penebangan dilakukan tanpa membuat takik rebah seperti di atas, tetapi cukup dengan memotong pohon secara horisontal hingga pohon yang bersangkutan rebah. Pembuatan takik rebah yang tidak benar akan mengakibatkan pohon tidak rebah ke arah yang sudah ditentukan. Selain itu takik rebah yang terlalu dalam akan mengakibatkan kayu rebah sebelum waktunya dan terjadi unusan, yaitu serat kayu yang terjulur di atas tunggak sebagai akibat kesalahan dalam pembuatan takik rebah.
C.   Jalur Penyadaran
Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan.Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak pendek.
Secara umum sistem penyaradan kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tenega yang digunakan
2. Hubungan antara batang kayu yang disarad dengan permukaan tanah.
3. Ukuran batang yang disarad.
Sistem-sistem penyaradan kayu secara lengkap adalah sebagai berikut :
a)    Tenaga Manusia (Manual)
Penyaradan kayu dengan tenaga manusia dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,antar lain :
Ø  Pemikulan.
Pemikulan kayu dapat dilekukan secara perorangan atau beregu tergantung pada ukuran kayu yang disarad.Umumnya 1 regu terdiri dari 2 – 10 orang.Cara seperti ini masihmdapat dijumpai pada kegiatan pemanenan di Jawa. Di Jawa Barat cara ini digunakan pada kegiatan pemanenan di hutan rasamala atau agathis.
Ø  Menggulingkan.
Cara ini merupakan cara yang paling tua, sederhana dan murah. Cara ini dilakukan di lapangan yang miring dengan jarak sarad bervariasi antara 400 – 700 m. Panjang kayu maksimum 6 m. Pada penyaradan dengan cara ini kayu tidak dikupas kulitnya. Alat yang dapat digunakan untuk menggulingkan kayu disebut Nglebek, alat ini sampai saat ini masih digunakan untuk menyarad kayu di Jawa Tengah.
Ø  Sistem Kuda-Kuda.
Penyaradan dengan sistem kuda-kuda digunakan pada penyaradan di hutan rawa, pada daerah yang tanahnya lembek dan berair.Alat yang digunakan disebut dengan kuda-kuda atau ongkak.
 Penyaradan dengan sistem kuda-kuda memerlukan jalur lintasan kuda-kuda yang lebarnya 3 – 4 m. Jalur lintasan ini biasanya dibuat dengan cara menumpuk secara melintang kayu-kayu yang berdiameter kecil ( < 10 cm), oleh karenanya sistem kudakuda merupakan sistem penyaradan kayu yang memboroskan sumberdaya hutan. Satu kuda-kuda ditarik oleh satu regu penyarad yang terdiri dari 6 – 12 orang, panjang batang 4 – 6 m dan jalan sarad mencapai 500 m.
b)   Penyaradan Dengan Hewan
 Jenis hewan yang dapat digunakan untuk menyarad kayu antara lain sapi, kuda, kerbau dan gajah.  Penyaradan kayu dengan sapi sudah lama dilakukan di hutan jati di Jawa, yaitu semenjak pemanenan yang pertama dilkuakan.Ukuran kayu yang disarad berukuran antara 2-4 m. Jarak sarad kurang dari 750 m.
c)    Penyaradan Dengan Gaya Gravitasi.
Penyaradan kayu dengan cara ini adalah memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara penyaradan seperti antara lain :
Ø  Peluncuran
Penyaradan kayu dengan peluncuran hanya dapat di lakuan di daerah yang curam (kelerengan lebih dari 40 %). Panjang kayu dan diameter kayu yang diluncurkan sangat terbatas, berkisar antara 4 – 6 m dan diameter kurang dari 40 cm. Jarak sarad untuk penyaradan dengan peluncur tidak lebih dari 300 m. Peluncur yang digunakan dapat dibuat dari kayu, logam atau plastik, bahkan pada awalnya media peluncuran berupa parit.
Ø  Wire skidding      
Wire skidding adalah penyaradan kayu menggunakan sistem kabel yang paling sederhana. Dengan cara ini diperlukan kawat baja sebagai lintasan pembawa kayu (carriage) dan pohon penyanga (spar tree). Carriage dapat berupa kayu bercabang, sling atau logam. Proses penyaradan dengan sistem ini adalah sebagai berikut : kayu diikatkan pada carriage, selanjutnya carriage diluncurkan melalui kawat baja dari atas lereng menuju lembah.
d)   Penyaradan dengan traktor
Penyaradan kayu dengan menggunakan traktor sangat populer dalam kegiatan pemanenan kayu di hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai pada tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan, penggunaan traktor pada daerah yang mempunyai lereng lebih dari 30 %, walaupun secara teknis traktor masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40 %. Penyaradan kayu mengguanakn traktor sangat cocok untuk tebang pilih, hanya saja gangguan terhadap tanah cukup besar, untuk itu jenis traktor yang akan digunakan harus disesuaikan dengan keadaan tanah di lokasi kegiatan. Satu regu penyarad dengan traktor biasanya terdiri dari 2- 3 orang. Produktivitas penyaradan menggunakan traktor dengan tenaga sebesar 140 – 240 HP sebesar 50 – 100 m3/hari dengan waktu kerja efektif adalah 7 jam sehari.
D.   Prioritas Kayu yang Disarad
Sesuai dengan petunjuk teknis TPTI terdapat 2 prioritas kayu yang harus disarad, yaitu :
1.    Kayu-kayu yang dekat TPn                                                    
2.    Kayu-kayu yang diminta dipesan oleh pembeli (kayu-kayu order)


E.   Tahap-Tahap Penyaradan  Kayu
1.  Pembuatan jalan sarad
Pembuatan jalan sarad dilakukan dalam dua tahap.Tahap pembuatan jalan sarad ini meluiputi pembuatan jalan sarad utama (jalan raya), yang dilakukan sebelum penebangan dan jalan sarad cabang yang dibuat setelah penebangan selesai. Jalan sarad dubuat untuk menghubungkan TPn (betou) dengan kayu yang akan disarad. Jalan sarad ini terbuat dari lapisan kayu yang berdiameter 6-12 cm.
Kayu-kayu ini disusun menjadi 2-3 lapisan yang diambil dari pohon tingkat pancang dan tiang di petak kerja.Pembuatan jalan sarad dimulai dengan perintisan dan pembersihan areal dengan menggunakan kampak dan parang.Kemudian dilakukan pemasangan bujuran dan jari-jari yang melintang bujuran dan dilanjutkan dengan perataan terhadap akar-akar lutut serta pengupasan kulit bagian atas jari-jari. Pengupasan kulit ini agar landasan yang bergesekan dengan alat sarad rendah dan agar setelah diberi saabun akan bertambah licin.
Pembuatan jalan sarad ini dilakukan bersama-sama oleh regu penyarad.Waktu kerja pembutaan jalan sarad untuk satu petak tebang ini rata-rata 4 hari untuk jalan sarad utama dan 3 hari untuk pemnbutan jalan sarad cabang. Lamanya pembutaan jalan sarad ini dipengaruhi 9leh keadaan lapangan, apabila banyak akar lutut, akan membutuhkan waktu lebih lama.
2.    Pembuatan Betou.
Betou merupakan tempat pengumpulan kayu sementara sebelum kayu diangkut ke logpond. Disamping itu betou berfungsi untuk memudahkan pemuatan kayu ke atas lori. Satu buah betou terdiri dari 4-6 pelabuhan, dimana dalam satu hari dapat dibuat 2 buah pelabuhan, dengan ukuran pelabuhan lebar 2,4 m dan panjang 92 m yang terbuat dari kayu berdiameter 7-15 cm. Pekerjaan pembuatan betou dimulai dengan pembersihan areal. Areal yang sudah bersih, dibuat betou dengan bahan baku dari pohon tingkat pancang/tiang. Betou dibuat di tepi jalan rel untuk memudahkan pemuatan.
F.    Konstruksi Jalan Sarad
Satu unit anak petak memiliki jalan sarad dan TPn (betou). Jaringan jalan sarad ini dibuat untuk proses pengeluaran log yang berada pada petak tebang sampai log dikumpulkan di betou (Tpn). Satu jaringan jalan sarad memiliki satu buah jalan sarad utama.Jalan sarad utama ini dibuat sebelum dilakukan penebangan.Adapun jalan sarad cabang yang dibuat setelah pohon ditebang, yang berfungsi menghubungkan log dengan jalan sarad utama.Jalan sarad terbuat dari galangan kayu berukuran pancang dan tiang yang ditata berlapis. Jalan sarad ini terdiri dari 2- 3 lapisan, dengan ukuran galang yang digunakan masiing-masing 8 – 1 cm untuk lapisan 1, 19-30 cm untuk lapisan 2 dan 6-12 cm untuk lapisan 3.
TPn (betou) berfungsi sebagai tempat pengumpulan kayu yang sudah ditebang di petak.Sistem penyaradan mekanis banyak digunakan di hutan tanah kering adalah dengan traktor yang memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan penyaradan sistem manual (tenaga manusia).Penerapan sistem penyaradan di hutan rawa gambut memiliki perbedaan dengan hutan lahan kering di mana banyak dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, maupun sampan darat/gerobak dari besi yang dirancang khusus untuk menyarad kayu yang ditarik oleh ekskavator. Penerapan sistem penyaradan di hutan rawa gambut memungkinkan pencapaian target produksi penyaradan yang lebih tinggi. Produktivitas penyaradan dipengaruhi oleh ukuran kayu, topografi, cuaca, jarak sarad, keterampilan tenaga kerja dan keadaan tanah.Tanah yang lembek, topografi yang berat, ukuran kayu yang kecil dan keterampilan tenaga yang rendah akan mengurangi produktivitas penyaradan.


BAB III
METODE PRATEK
A.   Waktu dan Tempat Pratek
PratikumPemanenan Hasil Hutan mengenai “penentuan arah rebah berdasarkan kecendrungan tajuk suatu pohon serta penentuan jalur sarat dan jalur penyadaran”  di laksanakan pada hari Jumat - Minggu tanggal 13-15 Desember 2013, pukul 10.00 – selesai, Di Taman Wisata Alam Pattunuang, Maros
B.   Prosedur/Mekanisme Pratek
Adapun prosedur kerja dari pratikum Pemanenan Hasil Hutan ini yaitu:
1.    Di cari 10 pohon terbesar kemudian diperhatikan kecenderungan tajuk, liana dan tumbuhan bawahnya.
2.    Di ukur tinggi dan diameter pohon-pohon tersebut.
3.    Di tentukan arah rebah pohon berdasarkan kondisi dan kecenderungan tajuk.
4.    Di tentukan arah takik rebah dan takik balas masing-masing pohon.
5.    Di tentukan jalur sarad dan jalur penyadaran/ cara pengangkutannya sampai keluar
6.    Gambar.


C.   Analisis Data
Menurut Rensin yang dikutip oleh Wakhinuddin (2007), menyatakan bahwa untuk mengukur diameter, dapat digunakan berbagai alat salah satunya yaitu dengan mengunakan pita ukur, adapun untuk menghitung diameter mengunakan rumus :
K = Phy . D2
Di mana :
K : keliling
D : Diameter
µ: Phy                            
D.   Definisi Operasional
Batas - batasan operasional yang digunakan dalam bentuk penelitian ini mencakup pengertian-pengertian untuk menjelaskan beberapah istilah sebagai berikut :
1.    Pemanenan adalah keputusaan untuk menetapkan seperangkat kegiatan yang akan dilakukan pada masa datang.
2.    Perencanaan pemanenan adalah tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur berdasarkan tahapan pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang telah ditentukan dan dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari hutan.
3.    Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak pendek.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil
Tabel 1.Menghitung Diameter Pohon
No.
Jenis
K
D
T


1.
Dao
100
31,85 cm
27 m
2.
Kemiri
120
38,22 cm
30 m
3.
Jati
150
47,77 cm
28 m
4.
Matoa
84
26,75 cm
20 m
5.
Kayu Putih
130
41,40 cm
30 m

6.
Ketapang
130
41,40 cm
28 m
7.
Kenanga
100
31,85 cm
25 m
8.
Picus
150
47,77 cm
30 m
9.
Pulai
150
47,77 cm
28 m
10.
Jabon
120
38,85 cm
30 m
Tabel 2. Menetukan Proyeksi Tajuk
Jenis
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
Proyeksi Tajuk (m)
Utara
Selatan
Timur
Barat
Dao
31,85
27
3,5
-
1,5
1
Kemiri
38,22
30
2
1,5
1
0,5
Jati
47,77
28
1,5
2
-
1
Matoa
26,75
20
3
2
-
-
Kayu Putih
41,40
30
3,5
2.5
1
-
Ketapang
41,40
28
-
2
-
1,5
Kenanga
31,85
25
1
-
3,5
2
Picus
47,77
30
2,5
-
3,5
-
Pulai
47,77
28
-
2,5
1,5
3,5
Jabon
38,85
30
3
1,5
2,5
3
Tabel 3.Ukuran Takik Rebah, Takik Balas Pada Simulasi Penebangan
No
Jenis
Diameter
(cm)
Panjang Alas Takik Rebah
(cm)
Panjang Alas
Takik Balas
(cm)
1.
Dao
31,85
13,93
25,88
2.
Kemiri
38,22
13,38
45,54
3.
Jati
47,77
9,95
23,60
4.
Matoa
26,75
17,52
26,16
5.
Kayu Putih
41,40
9,08
33,09
6.
Ketapang
41,40
10,06
21,53
7.
Kenanga
31,85
12,73
32,50
8.
Picus
47,77
8,28
38,92
9.
Pulai
47,77
12,50
32,71
10.
Jabon
38,85
14,97
29,81
B.   Pembahasan
Penebangan merupakan tahapan kegiatan pemanenan kayu untuk merebahkan pohon yang berdiri tegak dan berdiameter sama atau lebih besar dari batas yang telah ditetapkan (Dirjen PH tanpa tahun dalam Iskandar 2000). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa simulasi penebangan hanya dilakukan pada pohon komersil dengan diameter batang ≥30 cm. Batasan penebangan pohon ini berbeda dengan hutan alam produksi.Di hutan alam produksi umumnya pohon yang ditebang memiliki ukuran ≥50 cm. Hal ini bertujuan selain untuk menjaga kualitas kayu, baik waktu pakai maupun kekuatan kayunnya juga mengurangi percepatan dalam penebangan, sehinggapenebangan dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam waktu yang lama.
Penebangan pohon diawali dengan penentuan arah rebah pohon. Arah rebah yang benar menurut Juta (1954) dalam Hartono (2008)  akan menghasilkan rebahnya pohon sesuai dengan yang diinginkan, selain itu kecelakaan kerja dan kerusakan lingkungan juga dapat ditekan. Arah rebah pohon telah ditentukan dalam praktikum sebelumnya (praktikum mengenai Penentuan TPn, Jalan Sarad, dan Arah Rebah).Setelah arah rebah ditentukan dilanjutkan dengan membuat takik rebah yang meliputi alas takik dan atap takik, kemudian membuat takik balas untuk merebahkan pohon. Engsel pada proses penebangan berfungsi untuk menentukan arah rebah pohon. Sisi engsel yang akan menjadi tumpuan arah rebah umumnya dibuat lebih lebar dibanding engsel yang berfungsi untuk arah rebah. Hal ini dikarenakan engsel yang lebih kecil akan menyebabkan gaya gravitasi lebih besar pada sisi tersebut, sehingga jatuhnya atau rebahnya pohon berada di sisi yang dimaksud (engsel kecil).
Pembuatan takik rebah diusahakan serendah mungkin. Hal ini dikarenakan akan mempengaruhi efisiensi proses pemanenan dsan pemanfaatan kayu secara keseluruhan. Efisiensi yang dimaksud meliputi produktivitas kerja, pemanfaatan kayu, dan biaya penebangan. Menurut Suharna dan Yuniawati (2005) pembuatan takik rebah serendah mungkin atau  penebangan serendah mungkin menunjukkan bahwa produktivitas penebangan meningkat sebesara 2,635 m3/ jam, efisiensi pemanfaatan kayu meningkat sebesar 16,3% atau 0,56 m3 per pohon, dan biaya penebangan berkurang sebesar Rp, 622,71/m3. Selain itu, penebangan serendah mungkin juga dapat mengurangi limbah kayu yang berasal dari tunggak kayu.
Proses penebangan perlu memperhatikan keselamatan kerja, karena umumnya pada proses ini banyak terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja banyak terjadi saat menunggu perebahan pohon, sehingga dalam kegiatan penebangan perlu memperhatikan arah rebah pohon dengan cermat dan tidak berada pada zona bahaya pada saat pohon akan rebah.Cara yang paling aman adalah dengan berada di dekat pohon saat pohon akan roboh (Wackerman 1949)   atau mengikuti jalur keselamatan, yakni sekitar 15-20 m pada kedua sisi pohon dengan arah rebah membentuk sudut tumpul (±1200) dari arah rebah pohon.
Keamanan kerja tidak hanya perlu memperhatikan keselamatan kerja saat pohon akan rebah tetapi juga perlu memperhatikan kesehatan kerja. Hal yang termasuk rawan dalam kegiatan penebangan adalah pendengaran. Pendengaran dapat terganggu dari kebisingan yang ditimbulkan oleh bunyi chain saw. Menurut Santosa (1992) dalam Yuniawati (2005), kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja akan tetapi berlangsung setahap demi setahap. Sehingga dalam kegiatan penebangan ini diperlukan peralatan penutup telinga yang aman dan dapat meredam bunyi chain saw yang terlalu keras.
Dari simulasi yang dilaksanakan diperoleh data bahwa arah rebah untuk mengurangi dampak kerusakan tinggal berdasarkan pedoman RIL (Reduce Impact Logging) adalah pada arah barat laut dengan sudut rebah dari arah utara berkisar 450, hal ini dilihat dari kondisi dilapangan dimana pada sekitar daerah tersebut tidak terdapat tanaman permudaan atau dalam hal ini adalah anakan mahoni (Sweitenia mahagoni) dan pada arah tersebut kondisi tanahnya datar dimana tidak terdapat tunggul atau gundukan tanah yang dapat merusak atau mengurangi nilai jual kayu, karena berdasarkan pedoman RIL dalam Elias (2008) dalam prosedur penebangan ada beberapa hal yang harus dihindari yaitu pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan lindung dan kerusakan pada pohon inti, permudaan dan pohon lindung.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari isi laporan di atas adalah sebagai berikut:
  1. Arah rebah pohon yang didapat dengan menggunakan Pedoman RIL berada pada arah yang berbeda-beda.
  2. Sudut yang diperoleh dari arah rebah berkisar 450 dari proyeksi tajuk (proyeksi tajuk 3,5 m ke arah utara jalan sarad pada arah barat)
  3. Takik balas berada pada arah tenggara dengan takik rebah pada arah barat laut
  4. Kondisi pohon tidak berbanir, proyeksi tajuk arah utara 3,5 m, timur 1,5 m, dan arah barat 1 m, berdiameter 46,5 cm, tinggi 15 m
  5. Pedoman RIL dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal
B.   Saran
Sebelum melakukan penebangan sebaiknya harus diperhatikan terlebih dahulu wilayah tebangan dan kondisi tegakannya sehingga dalam melakukan penebangan tegakan yang didapat maksimal tanpa ada kerusakan terhadap tegakan maupun ekologi lahan penebangan.

1 komentar: