TEKNOLOGI HASIL HUTAN


Materi Perkuliahan

I. Pendahuluan 

 
1. Teknologi Pengolahan Kayu
2. Teknologi Pengolahan Bukan Kayu

II. Teknologi Pengolahan Kayu
 
a. Sifat-Sifat Dasar Kayu

1. Sifat Fisika Kayu (Kadar Air Kayu, Berat Jenis dan Kerapatan).

Sifat fisika kayu adalah sifat-sifat asli dari kayu (wood inheren factors) yang dapat berubah-rubah karena adanya pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sifat fisika kayu ada kadar air, berat jenis, kerapatan dan kembang susut dimensi kayu. Selain itu, sifat fisika yang juga dipertimbangkan (khususnya untuk kegunaan selain konstruksi, seperti alat musik dan lain-lain) adalah daya Apung, sifat termis, sifat elektris, sifat terhadap cahaya dan suara.

2. Sifat Mekanika kayu

Sifat mekanika kayu adalah kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya gaya atau beban dari luar yang mengenainya. Yang dimaksud dengan gaya/beban dari luar adalah setiap gaya/beban di luar benda tersebut yang cenderung untuk mengubah bentuk dan ukurannya. Hampir tidak ada penggunaan kayu yang tidak tergantung pada satu atau lebih dari kekuatan kayu. Sehingga merupakan syarat-syarat terpenting bagi pemilihan kayu sebagai bahan struktural misalnya untuk konstruksi bangunan, palang-palang lantai, tiang listrik, kerangka perabot rumah tangga, alat-alat olah raga, alat kedok-teran dan lain-lain. Sifat2 yang diukur adalah keteguhan tarik, keteguhan tekan, keteguhan sorong/geser, keteguhan lengkung, kekakuan, keuletan, kekerasan, dan keteguhan belah.   

3. Sifat Kimia Kayu
Komponen kimia kayu di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu. Juga dengan mengetahuinya, kita dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan makhluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal. Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur:
  • Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
  • Unsur non- karbohidrat terdiri dari lignin
  • Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif

Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu tidak merata. Kadar selulosa dan hemiselulosa banyak tedapat dalam dinding sekunder. Sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamella tengah. Zat ekstraktif terdapat di luar dinding sel kayu. Komposisi unsur-unsur kimia dalam kayu adalah:
  • Karbon 50%
  • Hidrogen 6%
  • Nitrogen 0,04 – 0,10%
  • Abu 0,20 – 0,50%
  • Sisanya adalah oksigen.

Bidang orientasi kayu:

  1. Bidang tangensial : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu tegaklurus salah satu jari-jari kayu, searah serat, tidak melalui sumbu kayu.
  2. Bidang radial : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu searah serat melalui sumbu kayu.
  3. Bidang aksial/ kepala kayu : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu tegaklurus dengan sumbu kayu.

Komponen kimia kayu sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh,iklim dan letaknya di dalam batang atau cabang.

Selulosa :

Adalah bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar selulosa ialah glukosa, gula bermartabat enam, dengan rumus C6H12O6. Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri- industry yang memakai selulosa sebagai bahan baku misalnya: pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain sebagainya.


BUKA LINK INI sebagai BAHAN AJAR



4. Kemunduran kayu & Pengawetan kayu



Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu-ribu tahun lalu, ketika hutan masih menutupi sebagian besar daratan, orang menggunakan kayu untuk bahan bakar dan perkakas. Seiring dengan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia, kebutuhan akan kayu semakin meningkat. Kayu tidak lagi dipergunakan sebagai bahan bakar dan per-kakas, tetapi pemanfaatan kayu sudah mencakup hampir semua sektor kehidupan, seperti  misalnya sebagai bahan pulp dan kertas, papan tiruan, film, bahan peledak dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan catatan kebutuhan kayu dari tahun ke tahun yang semakin menunjuk-kan peningkatan, walaupun berbagai bahan substitusi lain telah diciptakan. Karena kayu dalam fungsi aslinya merupakan bahan alami, sebagai penguat batang, cabang dan tajuk pohon, maka setelah menyelesaikan tugasnya kayu akan kembali pada daur ulang dan terdeteroriasi menjadi unsur-unsur dasarnya. Hal ini menjelaskan  fenomena beta-pa sedikitnya bukti bahwa penggunaan kayu, untuk konstruksi, perkakas, dan lain-lain  akan dapat bertahan, walaupun dalam kasus-kasus tertentu hal itu ada. Kayu dalam pemanfaatan-nya oleh manusia akan mengalami kemunduran mutu (deteroriasi) sampai pada umur pakai tertentu. Kebutuhan anggaran di negara-negara maju untuk pergantian berbagai  kerusakan balok kayu untuk rel kereta tiang pancang, jembatan, dll telah mencapai jutaan dollar setiap tahunnya. 
Deteroriasi kayu dapat dipahami sebagai suatu bentuk perubahan sifat kayu yang disebabkan oleh berbagai faktor sehingga mutu kayu untuk suatu tujuan penggunaan tertentu menjadi turun. Proses ini disebabkan oleh faktor internal kayu maupun berbagai  faktor eks-ternal, baik sendiri maupun yang saling berinteraksi satu dengan yang lain sehingga menjadi sangat kompleks. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah deteroriasi yang alamiah terjadi karena umur kayu. Sedangkan faktor eksternal dapat disebabkan oleh agen yang berupa organisme hidup, seperti jamur, bakteri, cacing dan serangga, maupun agen yang berupa faktor lingkungan lain seperti suhu, kelembaban, sinar serta gaya mekanik yang mengenainya. 
Sampai saat ini, agen perusak kayu yang berupa mikro-organisme, biasanya jamur dan bakteri, dianggap sebagai penyebab kerusakan kayu terbesar, di samping agen-agen lain yang ada. Gejala dan tanda kerusakan yang sangat sulit diamati dengan mata biasa menyebabkan usaha pengendalian yang sering terlambat. Pengendalian kerusakan  baru dilakukan  setelah serangan terlihat jelas oleh mata, dan hal ini terjadi biasanya bila kerusakan telah meluas dan parah. Oleh karena itu, biaya terbesar yang harus dikeluarkan untuk perbaikan dan pergatian kayu yang rusak biasanya didominasi kerusakan karena mikro-organisme ini.  Mengingat kebutuhan masa depan, maka tugas yang cukup penting untuk dilakukan adalah mengupayakan agar pemanfaatan kayu dapat dilakukan semakin efektif dan efisien. Dengan demikian kayu akan dapat dipakai secara hemat dengan umur pakai yang panjang dan tetap menjadi bahan/sumberdaya yang penting. Pengetahuan tentang komponen dan sifat-sifat kayu menjadi semakin penting. Selain itu, juga diperlukan adanya pengkajian tentang teknologi penanggulangan pengaruh-pengaruh agen perusak terhadap kayu, sehing-ga laju deteroriasi kayu dapat dihambat untuk memperpanjang umur pakainya. 
Beberapa jenis kayu tertentu harus diawetkan untuk mencegah serangan serangga/organisme maupun jamur perusak kayu. Yang dimaksudkan dengan pengawetan yaitu memasukkan bahan kimia ke dalam (pori-pori) kayu sehingga menembus permukaan kayu setebal beberapa mm ke dalam daging kayu.
Pengawetan bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama terutama kayu yang dipakai untuk bahan bangunan ataupun untuk perabot di luar ruangan.
Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet.
1. Kelas awet I (sangat awet), misal: 

kayu Jati, 






  



Sonokeling
 
 








2. Kelas awet II (awet), misal: 
kayu Merbau, 









Mahoni

 









3. Kelas awet III (kurang awet), misal: 
kayu Karet, 









Pinus

 









4. Kelas awet IV (tidak awet), misal:
 kayu Albasia

 







5. Kelas awet V (sangat tidak awet) contohnya:
kayu balsa
 
 









Dengan tingkat keawetan tersebut di atas, hanya Kelas awet III, IV dan V yang perlu diawetkan. Pada keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I & II juga perlu diawetkan.
Kayu-kayu yang telah diawetkan akan tahan terhadap serangan serangga perusak dan jamur kayu walaupun kayu diletakkan di luar ruangan.
Bahan pengawet yang kandungan intinya berupa bubuk memiliki berbagai jenis. Bahan tersebut dicampurkan dengan air pada kadar campuran tertentu (lihat SNI-3233-1992) dan metode pengawetannya bermacam-macam.
Borax menjadi salah satu bahan yang digunakan untuk mengawetkan kayu dari metode vakum, pencelupan dingin, pencelupan panas (rebus) hingga metode pemolesan.



Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan dan Keawetan Kayu



Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kekuatan dan keawetan kayu:

1.        Pengaruh Cuaca.

Kayu yang sering berhadapan dengan udara terbuka yang terletak di daerah curah hujan dan  kelembaban tinggi akan menyebabkan kayu cepat lembab sehingga dalam waktu yang lama kayu akan menyerap air sehingga kayu akan mengembang yang memungkinkan kayu menjadi melengkung  ke salah satu sisi. Kerusakan lainnya yang mungkin terjadi jika kayu sering kena air  atau pengaruh udara yang terlalu lembab adalah kayu membusuk  atau lapuk. Pengaruh lainnya yang sering terjadi adalah jika udara mengandung bakteri atau jamur  kayu akan  terserang hama sehingga kayu akan  berlumut, apalagi posisi kayu yang terlindung dari sinar matahari.

2.        Serangan Binatang. 

Binatang yang sering menyerang bangunan rumah kayu adalah rayap, tikus dan kumbang penyengat.  Rayap adalah binatang yang hidup dalam komunitas besar yang sangat menyukai tempat yang lembab dan gelap, oleh bentuknya yang kecil kita sering tidak memperhatikan binatang ini telah merusak bangunan rumah kita.  Kita tidak menyadari tempat tempat yang tertutup sudah dirusak oleh rayap tersebut hingga kayu sudah berlobang ataupun berronga. Demikian juga tikus pengerat kayu merupakan binatang yang sering menyebalkan, di mana tikus ini akan mengerat kayu sampai berlobang. Untuk kumbang penyengat, biasanya mereka mencari tempat gelap seperti di rangka atap. Mereka sering membuat lubang di kayu sebagai tempat bersembunyi.
3.        Pengaruh Pembebanan.
Pembebanan yang tidak sesuai terhadap kayu akan menimbulkan lengkungan dan kayu bisa sampai patah. Kayu yang diberi beban berat akan mudah patah karena kekuatan kayu dalam menahan beban tersebut semakin menurun. Maka dari itu, ukuran kayu  untuk menahan beban  harus diperhitungkan secara benar  terutama  tiang, balok maupun rangka kuda kuda rangka Atap. Karena sifat kayu yang mudah memuntir akan menyebabkan kayu cepat melengkung hingga patah bila  ukuran kayu  tidak mampu menahan beban terlalu besar. 

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam factor perusak kayu. Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap factor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati. Ada kalanya pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan ekologi tumbuh dari pohon tersebut.


FAKTOR-FAKTOR PERUSAK DALAM PENGAWETAN KAYU



Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah factor penyebabnya. Adapun factor penyebab kerusakan digolongkan menjadi:

Penyebab non-makhluk hidup terdiri dari:
·           Faktor fisik
·           Faktor mekanik
·           Faktor kimia
Penyebab makhluk hidup terdiri dari:
·           Jenis jamur (aneka macam)
·           Jenis serangga (aneka macam)
·           Jenis binatang laut (aneka macam)
Penyebab non-makhluk hidup:
Faktor non-makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsure pengaruh alam dan keadaan alam itu sendiri.
    Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponen kayu sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk factor fisik antara lain: suhu dan kelembaban udara, panas matahari, api, udara, dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu mempercepat kerusakan kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-menerus kena panas maka kayu akan cepat rusak.
    Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang termasukfaktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, dan lain sebagainya. Faktor mekanik berhubungan erat sekali dengan tujuan pemakaian.
    Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja mempengaruhi unsure kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan basa.
Penyebab kerusakan oleh makhluk hidup:
Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mmengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor. Jenis-jenis serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:
    Jenis jamur (cendekiawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya hidup sangat subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah warnanya menjadi kotor, misalnya jamur biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu dan jamur pewarna kayu.
    Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropic misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut makan dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap tanah, rayap kayu kering, dan serangga bubuk kayu.
    Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi, ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki factor ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Setelah diketahui bahwa faktor utama perusak kayu ialah makhluk hidup tertentu, jelas bahwa kayu dapat dilindungi dengan cara mengawetkan. Nilai pakai kayu itu sendiri akan lebih awet dan tahan terhadap perusak-perusak yang telah dijelaskan di muka. Caranya ialah dengan memasukkan kayu secara umum berarti: usaha manusia untuk menaikkan keawetan kayu dan umur pakainya, sehingga keperluan akan kayu lebih terpenuhi. Umur penggunaan kayu yang pendek dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu pengawetan kayu selalu ditujukan pada kayu yang berkeawetan rendah. Jenis-jenis kayu inilah yang perlu ditingkatkan daya tahannya dalam pemakainnya. Pengawetan kayu dari segi ilmiah teknis juga merupakan usaha untuk memperbesar sifat keawetan kayu, sehingga penggunaan kayu dapat lebih lama. Tapi yang terpenting, pengawetan kayu berarti: memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar, yaitu jenis-jenis serangga, jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang terbaik. Semua industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda.
Alasan manusia melakukan pengawetan kayu karena:
·           Kayu yang memiliki kelas keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit didapat dalam jumlah banyak, selain itu harganya cukup mahal.
·           Kayu berkelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah didapat dalam jumlah banyak dan cara pengerjaannya pun lebih mudah. Selain itu segi keindahannya cukup tinggi, hanya faktor keawetannya saja yang kurang. Sehingga lebih efisien bila diawetkan terlebih dahulu.
·           Di lain pihak dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan financial.
Tujuan pengawetan kayu:
Ø  Untuk memperbesar keawetan kayu sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai tidak panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian.
Ø  Memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan sebelumnya belum pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di Indonesia memiliki potensi hutan yang cukup luas dan banyak dengan aneka jenis kayunya.
Ø  Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran dapat diatasi.

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGAWETAN KAYU

Untuk pengawetan yang baik perlu diperhatikan prinsip prinsip di bawah ini:
v  Pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu.
v  Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak mungkin di dalam kayu.
v  Dalam pengawetan kayu bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan (faktor bahan pengawetnya).
v  Faktor waktu yang digunakan.
v  Metode pengawetan yang digunakan.
v  Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif yang dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.
v  Faktor perlatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya.

JENIS PENGAWETAN KAYU

    Pengawetan remanen atau sementara (prophylactis treatment) bertujuan menghindari serangan perusak kayu pada kayu basah (baru ditebang) antara lain blue stain, bubuk kayu basah dan serangga lainnya. Bahan pengawet yang dipakai antara lain NaPCP (Natrium Penthaclor Phenol), Gammexane, Borax, baik untuk dolok maupun kayu gergajian basah.
    Pengawetan permanent bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama mungkin. Yang perlu diperhatikan dalam pengawetan, kayu tidak boleh diproses lagi (diketam ataupun digergaji, dibor, dan lain-lain), sehingga terbukanya permukaan kayuu yang sudah diawetkan. Bila terpaksa harus diolah, maka bekas pemotongan harus diberi bahan pengawet lagi. Adapun bahan pengawet yang dapat dipakai untuk pengawetan remanen (sementara). Pengawetan remanen umumnya hanya menggunakan metode pelaburan dan penyemprotan, sedangkan pengawetan tetap dapat menggunakan semua metode, tergantung bahan pengawet yang dipakai serta penetrasi dan retensi yang diinginkan. Sehingga pengawetan dapat lebih efektif dan waktu pemakaiannya dapat selama mungkin.
Ada 2 macam metode pengawetan yang pokok:
A. Pengawetan metode sederhana :
v  metode rendaman
v  metode pencelupan
v  metode pemulasan
v  metode penyemprotan
v  metode pembalutan
B. Pengawetan metode khusus :
v  metode proses sel penuh
v  metode proses sel kosong

BAHAN PENGAWET KAYU

Bahan pengawet kayu ialah bahan-bahan kimia yang telah diketemukan dan sangat beracun terhadap makhluk perusak kayu, antara lain: arsen(As), tembaga(Cu), seng(Zn), fluor(F), chroom(Cr), dan lain-lain. Tidak semua bahan pengawet akan baik digunakan dalam pengawetan kayu. Dalam penggunaan harus diperhatikan, sifat-sifat bahan pengawet agar sesuai dengan tujuan pemakaian. Faktor-faktor sebagai syarat bahan pengawet yang baik:
o    Bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.
o    Mudah masuk dan tetap tinggal di dalam kayu.
o    Bersifat permanent tidak mudah luntur atau menguap.
o    Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lain, misalnya: logam, perekat, dan cat/finishing.
o    Tidak mempengaruhi kembang susut kayu.
o    Tidak merusak sifat-sifat kayu: sifat fisik, mekanik, dan kimia.
o    Tidak mudah terbakar maupun mempertinggi bahaya kebakaran.
o    Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan.
o    Mudah dikerjakan, diangkut, serta mudah didapat, dan murah.
Tentunya tidak semua sifat-sifat di atas dimiliki oleh sesuatu jenis bahan pengawet. Dalam praktek biasanya diperhatikan sifat-sifat mana yang perlu tergantung pada tujuan pemakaian kayu itu nantinya. Pada waktu memilih bahan pengawet kayu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

o    Di mana kayu itu akan dipakai setelah diawetkan.
o    Makhluk perusak kayu apa yang terdapat di tempat tersebut.
o    Syarat-syarat kesehatan.
Pada kayu yang akan digunakan di tempat yang lembab dengan resiko serangan perusak kayu yang hebat, perlu diambil bahan pengawet yang tidak mudah luntur dan cukup beracun bagi jamur. Bagi kayu untuk bangunan di bawah atap, perlu adanya bahan pengawet yang tidak mengganggu kesehatan manusia, tidak mempengaruhi cat, politur, dan lain-lain. Untuk kayu yang dipakai di luar ruangan, digunakan tipe bahan pengawet larut air tapi tidak mudah mengubah warna kayu tersebut. Bahan pengawet yang mengandung garam arsen umumnya digenakan untuk serangan serangga yang hebat. Kayu yang akan digunakan di tempat yang berhubungan dengan air laut umumnya diawetkan dengan penggunaan tipe CCA (tembaga-chroom-arsen) atau dengan creosot, carbolineum, yang memiliki kadar racun yang tinggi.
Macam-macam bahan pengawet kayu menurut bahan pelarut yang digunakan:
·           Bahan pengawet yang larut dalam air, menggunakan air biasa sebagai bahan pengencer.
·           Bahan pengawet yang larut dalam minyak, menggunakan minyak sebagai bahan pengencer.
·           Bahan pengawet yang berupa minyak, tapi masih dapat diencerkan dengan bermacam-macam minyak.

1. Bahan pengawet larut air:
Tipe bahan pengawet ini memiliki sifat-sifat umum sebagai berikut:
·           Dijual dalam perdagangan berbentuk garam, larutan pekat, dan tepung.
·           Tidak mengotori kayu.
·           Kayu yang sudah diawetkan masih dapat di-finishing (politur atau cat) setelah kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu.
·           Penetrasi dan retensi bahan pengawet cukup tinggi masuk ke dalam kayu.
·           Mudah luntur.
Jenis ini baik digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan digunakan di dalam rumah (perabot, dan lain-lain) yang umumnya terletak di bawah atap. Dianjurkan, setelah kayu perabot tersebut diawetkan dan dikeringkan, selanjutnya di-finishing. Gunanya untuk menutup permukaan kayu agar bahan pengawet tidak terpengaruh oleh udara lembab, sebab kayu cenderung untuk membasah (sifat higroskopis). Nama-nama bahan pengawet dalam perdagangan antara lain: Tanalith C, Celcure, Boliden, Greensalt, Superwolman C, Borax, Asam Borat, dan lain-lain. Konsentrasi larutan dapat berbeda-beda tergantung tujuan pemakaian kayu setelah diawetkan (rata-rata 5-10%).
  
2. Bahan pengawet larut minyak:
Sifat-sifat umum yang dimiliki sebagai berikut:
·           Dijual dalam perdagangan berbentuk cairan agak pekat, bubuk (tepung). Pada waktu akan digunakan, dilarutkan lebih dahulu dalam pelarut-pelarut antara lain: solar, minyak disel, residu, dan lain-lain.
·           Bersifat menolak air, daya pelunturannya rendah, sebab minyak tidak dapat bertoleransi dengan air.
·           Daya cegah terhadap makhluk perusak kayu cukup baik.
·           Memiliki bau tidak enak dan dapat merangsang kulit (alergis).
·           Warnanya gelap dan kayu yang diawetkan menjadi kotor.
·           Sulit di-finishing karena lapisan minyak yang pekat pada permukaan kayu.
·           Penetrasi dan retensi agak kurang, disebabkan tidak adanya toleransi antara minyak dan kandungan air pada kayu.
·           Mudah terbakar.
·           Tidak mudah luntur.
Nama-nama perdagangan bahan pengawet larut minyak antara lain: PCP (Pentha Chlor Phenol), Rentokil, Cu-Napthenate, Tributyltin-oxide, Dowicide, Restol, Anticelbor, Cuprinol, Solignum, Xylamon, Brunophen, Pendrex, Dieldrien, dan Aldrin.

3. Bahan pengawet berupa minyak:
Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet larut minyak. Penggunaannya diusahakan dijauhkan dari hubungan manusia, karena baunya tidak enak dan mengotori tempat. Penggunaannya dengan metode tertentu. Nama-nama perdagangan yang terkenal antara lain: Creosot, Carbolineum, Napthaline, dan lain-lain. Umumnya penggunaan bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam penggunaan, orang lebih cenderung menggunakan bahan pengawet yang lain dalam arti mudah dan praktis.

TEKNIK PENGAWETAN KAYU

Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil atau umur pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor tempat kayu nantinya akan digunakan/dipasang, perlu juga dipertimbangkan faktor ekonomisnya. Banyak cara pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana sampai kepada cara yang relative sukar dengan peralatan yang mahal (modern).
Menyiapkan kayu yang akan diawetkan:
Setiap cara pengawetan bertujuan memasukkan bahan pengawet sedalam, sebanyak mungkin ke dalam kayu secara merata sesuai dengan jumlah retensi yang diperlukan. Agar diperoleh hasil pengawetan yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

·           Kayu harus cukup kering sebelum diawetkan, terutama bila menggunakan bahan pengawet berupa minyak atau larut minyak dengan cara tekanan/vakum (kadar air yang dikandung sekitar 20-25%).
·           Kayu harus bebas kulit dan kotoran. Kecuali cara pengawetan khusus, kayu tidak perlu dikuliti.
·           Sortimen kayu atau bentuk kayunya (kayu gergajian atau dolok).
·           Kayu dianjurkan dalam bentuk siap pakai, tidak diperkenankan dipotong, dibelah, diserut, ataupun pengerjaan lain setelah diawetkan, sebab akan membuka permukaan kayu yang telah terlapisi bahan pengawet. Bila pengerjaan lanjutan terpaksa harus dilakukan maka bagian yang terbuka dan tidak tembus bahan pengawet perlu dilabur bahan pengawet secara merata.
·           Bahan peengawet, metode serta alat untuk pelaksanaan pengawetan.
·           Faktor perusak kayu, tempat kayu akan digunakan kemudian

CARA PENGAWETAN KAYU

    Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.
    Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
    Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).
    Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.
Proses vakum dan tekanan (cara modern) :
Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :
1.        Proses sel penuh antara lain :
·         Proses Bethel
·         Proses Burnett
2.         Proses sel kosong antara lain :
·         Proses Rueping
·         Proses Lowry
Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.

URUTAN KERJA DALAM PENGAWETAN

Ada dua macam urutan kerja pada proses pengawetan kayu :
1. Urutan kerja pada proses pengawetan sel penuh :
·         Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat agar jangan terjadi kebocoran.
·         Dilakukan pengisapan udara (vakum) dalam tangki sampai 60 cm/Hg, selama kira-kira 90 menit, agar udara dapat keluar dari dalam kayu.
·         Sambil vakum dipertahankan, larutan pengawet kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet hingga penuh.
·         Setelah penuh, proses vakum dihentikan kemudian diganti dengan proses tekanan sampai sekitar 8 – 15 atmosfer selama kurang lebih 2 jam.
·         Proses penekanan dihentikan dan bahan pengawet kayu dikeluarkan dari tangki kembali ke tangki persediaan.
·         Dilakukan vakum terakhir sampai 40 cm/Hg, selama 10 – 15 menit, dengan maksud untuk membersihkan permukaan kayu dari bahan pengawet.
2. Urutan kerja pada proses pengawetan sel kosong :
·         Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat.
·         Tanpa vakum, langsung pemberian tekanan udara sampai 4 atmosfer, selama 10 – 20 menit.
·         Sementara tekanan udara dipertahankan, larutan bahan pengawet dimasukkan ke dalam tangki pengawet hingga penuh.
·         Kemudian tekanan ditingkatkan sampai 7 – 8 atmosfer selama beberapa jam
·         Tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan.
·         Dilakukan vakum 60 cm/Hg, selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari kelebihan bahan pengawet.
Perbedaan proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut : pada proses sel penuh bahan pengawet dapat mengisi seluruh lumen sel, sedangkan pada sel kosong hanya mengisi ruang antar sel.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENGAWETAN KAYU

1. Metode Rendaman
Keuntungan :
·           Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak
·           Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama
·           Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang)
Kerugian :
·           Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin
·           Peralatan mudah terkena karat
·           Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa terbakar
·           Kayu basah agak sulit diawetkan

2. Metode Pencelupan
Keuntungan :
·           Proses sangat cepat
·           Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat)
·           Peralatan cukup sederhana
Kerugian :
·           Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah
·           Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis
3. Metode Pelaburan dan Penyemprotan
Keuntungan :
·           Alat sederhana, mudah penggunaannya
·           Biaya relatif murah
Kerugian :
·           Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil
·           Mudah luntur
4. Metode Pembalutan
Keuntungan :
·           Peralatan sederhana
·           Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama
·           Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah
Kerugian :
·           Pemakaian bahan pengawet boros
·           Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut lama
·           Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan tanaman)
5. Metode Vakum dan Tekanan
Keuntungan :
·           Penetrasi dan retensi tinggi sekali (memuaskan)
·           Waktunya relatif singkat sekali
·           Dapat mengawetkan kayu basah dan kering

Kerugian :
·           Modal yang diperlukan besar
·           Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi
·           Cara ini hanya sesuai untuk perusahaan yang komersial
PROSES AKHIR PENGAWETAN KAYU
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada akhir proses pengawetan kayu :
1.        Pembongkaran kayu dari tumpukan dalam bak celup (rendaman) harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai terjadi kerusakan kayu yang mengakibatkan tergoresnya permukaan yang telah terlapiskan bahan pengawet.
2.        Untuk pengeringan kayu setelah diawetkan, dapat digunakan pengeringan secara alami atau buatan. Hanya perlu diperhatikan, tidak semua bahan pengawet dapat dikeringkan secara pengeringan buatan (dry kiln). Sebab dengan pengeringan yang mendadak, bahan pengawet akan menguap dari dalam kayu, yang berarti pelunturan bahan pengawet. Biasanya bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak mengijinkan pengeringan akhir dengan kiln. Setelah kayu benar-benar kering, penggunaan dapat dilakukan.
3.        Penyimpanan sementara sebelum kayu dipakai harus dilakukan di tempat terlindung dan terbuka bagi sirkulasi udara. caranya seperti penyusunan kayu gergajian dengan menggunakan sticker.

  HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI MEKANIKA KAYU
Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok :

· Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu.

· Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali, dan bahkan kekuatan, kekerasan, dan sifat mekanik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya (PKKI 1961). Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan membagi-bagi kekuatan kayu Indonesia dalam lima kelas kuat, hal ini dapat dilihat sebagai berikut:


Kelas Kuat Kayu Berdasarkan Berat Jenis, MOR, dan Kekuatan Tekan sejajar

  Kelas      Kuat Berat Jenis       MOR(kg/cm2)     Kekuatan tekan Sejajar Serat (kg/cm2)
       I                     >90                      >1100                                        >650
      II                0.90-0.60                1100-725                                 650-425
      III               0.60-0.40               725-500                                   425-300
      IV             0.40-0.30                 500-360                                   300-215
                         <0.30                    <360                                        <215
Berdasarkan nilai MOE (Modulus of Elasticity) PKKI 1961 (Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia) membasi kekuatan kayu Indonesia dalam empat kelas kuat. Kelas kayu berdasarkan MOE (Modulus of Elassticcity) :

Kelas Kuat Kayu Berdasarkan MOE ( Modulus of Elasticity)

Kelas Kuat MOE(kg/cm2)
I 125.000
II 100.000
III 80.000
IV ≤60.000

Klasifikasi kekerasan kayu berdasarkan kelas kuat kayu antara lain:
Kelas kuat
Kayu
σ tkn    absolut
(kg/cm2)
Elastisitas (E)
(kg/cm2)
I
> 200
125.000
II
125 – 200
10.000
III
75 – 125
80.000
IV
47,78 – 75
60.000
V
< 47,78
_



Tindakan pencegahan

Namun demikian dalam hubungannya dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan kayu pada perabot sebaiknya memhatikan hal-hal berikut:

·           Jangan lakukan pengawetan kayu apabila produk furniture yang akan anda produksi terdapat kontak langsung dengan makanan, misalnya: piring, rak makanan dll. Bahan kimia preservatives akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan konsumen.

·           Jangan mengawetkan kayu yang akan digunakan untuk bagian top table.

·           Gunakan bahan pengawet, apabila memungkinkan, hanya pada area yang mudah terlihat misalnya lantai kayu, decking dan panel dinding.

·           Hindari penggunaan kayu yang diawetkan untuk kontruksi yang berpotensi kontak langsung dengan air minum dan air bersih, misalnya struktur jembatan.

·           Buanglah sisa-sisa kayu yang diawetkan dengan cara dikubur atau sampah biasa. Jangan dibakar atau digunakan untuk pembakaran kompor, api penghangat ruangan karena asapnya yang mengandung bahan kimia bisa berubah menjadi asap.

·           Hindari diri anda dari debu gergaji atau amplas terlalu banyak, gunakan masker yang memadai.

·           Terutama bagi anda yang bekerja di area pengawetan kayu dan/atau yang kontak langsung dengan bahan kimia tersebut, cucui bersih tangan dan bagian tubuh anda hingga benar-benar bersih sebelum makan atau minum.

·           Apabila baju yang anda kenakan terdapat kemungkinan terkena percikan bahan kimia atau debu dan cara kontaminasi lainnya, pisahkan pakaian tersebut dari yang lain pada saat pencucian.
 
KLIK YANG INI untuk materi STRUKTUR KAYU   

III. Teknologi Produk kayu 

1. Tipe-tipe kayu gergajian 

Kayu gergajian adalah kayu persegi empat dengan ukuran tertentu yang diperoleh dengan menggergaji kayu bundar atau kayu lainnya. Sedangkan kayu gergajian rimba adalah kayu gergajian selain Jati.

Sortimen Spesifikasi Pasaran Umum (General Market Spesification), kayu gergajian untuk tujuan pemakaian umum dan harus melalui proses pengerasan lagi sebelum dipakai. Terdiri antara lain:
1. Sortimen Besar (Flitches): Kayu gergajian tanpa hati
    Tebal > 10 cm
    Lebar > 20 cm
    Panjang 90 cm, keatas naik dengan 10 cm

2. Papan Lebar (Boards): Kayu gergajian
    Tebal ≤ 5 cm
    Lebar ≥ 15 cm
    Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm

3. Papan Tebal (Planks): Kayu gergajian
    Tebal 5,6 cm-10 cm
    Lebar 15 cm keatas
    Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm, dimana ukuran tebal setengah lebih kecil dari ukuran lebar


Sortimen Spesifikasi Pasaran Khusus (Special Market Specification) adalah sortimen yang lazim digunakan untuk tujuan pemakaian khusus tanpa digergaji lagi. Menurut cara pemakaiannya dibagi atas empat golongan sortimen, yaitu;
a. Golongan Sortimen Strips
    1. Papan Sempit (Strips)
        Lebar lebih kecil dari 15 cm
        Tebal setengah lebih kecil dari lebar
        Panjang lebih besar atau sama dengan 45 cm, naik dengan 15 cm
    2. Flooring strips
    3. Flooring bloks
    4. Battens
        Lebar 6,3 cm
        Tebal 3,1 cm
        Panjang 50 cm, keatas naik dengan 10 cm

b. Golongan Sortimen Decks (Papan Geladak)
    1. Decks
        Lebar 10 cm; 12,5 cm; 15 cm
        Tebal 5 cm; 5,6 cm; 6,25 cm; 7,5 cm
        Panjang 3 meter, naik dengan 15 cm

    2. Wagon planks
        Lihat Decks

c. Golongan Sortimen Water Levels (Kayu Sipatan)
    1. Wode and Panels
        Lebar ≥ 15 cm

    2. Water Levels
        Lihat Battens

    3. Clapsboards
        Lihat Battens

    4. Cross Arms
        Lihat Battens

    5. Small Squares
        Ialah kayu gergajian yang ukuran tebalnya sama dengan ukuran lebarnya, maksimal 7,5 cm

d. Golongan Sortimen bantalan
    1. Bantalan Kereta Api
    2. Bantalan Jembatan
    3. Wessel
    4. Lori

Beberapa jenis Sortimen gergajian Sejenis dan Ukurannya yang sering diperdagangkan
    1. Scantlings
        Tebal 10 cm
        Lebar ≤ 15cm
        Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm
        Ukuran tebal > ½ lebarnya

    2. Squares
        Kayu gergajian yang tebalnya sama dengan ukuran lebar

    3. Door Component (Komponen Pintu)
        Tebal 4,4 cm
        Lebar 12,5 cm; 15 cm; 20 cm
        Panjang 210 cm; 215 cm; 220 cm; 230 cm; 235 cm

    4. Window Component (Komponen Jendela)
        Tebalnya 4,4 cm
        Lebar 6,3 cm; 12,5 cm; 15 cm; 20 cm; 25 cm; 30 cm
        Panjangnya 70 cm; 75 cm; 90 cm; 100 cm

    5. Tiang
        Ukuran tebal sama dengan ukuran lebarnya
        Antara lain 8x8 cm; 10x10 cm; 12x12 cm; 15x15 cm
        Panjang 2 meter keatas dengan kenaikan 10 cm

    6. Kusen
        Tebalnya minimal sama dengan setengah ukuran lebar
        Antara lain 6x12 cm; 8x15 cm; 10x12 cm; 10x15 cm
        Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

    7. Galar
        Ukuran tebalnya sama dengan setengah dari ukuran lebarnya
        Antara lain 4x8 cm; 5x10 cm; 8x12 cm; 7,5x15 cm
        Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

    8. Kaso       

        Ukuran tebal dan lebarnya adalah 4x6 cm; 5x7 cm
        Panjang 1,5 meter keatas

    9. Reng
        Ukuran tebal dan lebarnya adalah 2x3 cm; 3x4 cm
        Panjang 1 meter keatas  


Untuk lebih detailnya BUKA LINK INI

2. Kayu lapis dan Pulp/Bubur Kertas

Untuk materi Kayu Lapis silahkan BUKA LINK INI

Untuk proses pembuatan Kayu Lapis BUKA LINK INI dan VIDEO-nya ADA DISINI

Untuk materi Pulp lebih detailnya BUKA LINK INI 

Untuk Proses Pembuatan Pulp ADA DISINI dan VIDEO-nya nonton youtube  ADA DISINI

 3. Produk-Produk Serat Kayu

4. Kayu untuk energi dan Biomassa kayu 

Untuk materi nomor empat lebih detailnya BUKA LINK INI



IV. Teknologi Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

1.Teknologi Pengolahan Minyak Atsiri dan lemak

 Beberapa tumbuhan yang ada di sekitar kita mempunyai bau harum yang khas sehingga dapat dikenali dari bau yang dikeluarkannya saja. Senyawa dalam tumbuhan tersebut yang menyebabkan aroma khas tersebut adalah minyak atsiri. Ada banyak pengertian tentang minyak atsiri, tergantung dari cara penyampaian dan sudut pandang seseorang.

A. Pengertian Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan minyak dari tanaman yang komponennya secara umum mudah menguap sehingga banyak yang menyebut minyak terbang. Minyak atsiri disebut juga etherial oil atau minyak eteris karena bersifat sepeti eter. Dalam bahasa internasional biasa disebut essential oil (minyak essen) karena bersifat khas sebagai pemberi aroma/bau (esen). Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolism dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air.
Minyak Atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawa padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik dan keluratan dalam air yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga. Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh beberapa tumbuhan (misalnya rempahrempah, daun-daunan dan bunga). Kata volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat secara teknis untuk mendeskripsikan essential oil, dengan pengertian bahwa volatile oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang menguap, dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air atau dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan bakunya.

B. Komponen Minyak Atsiri

Berdasarkan komponen penyusunnya, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Kelompok yang mana minyak atsiri dapat dipisahkan dengan mudah menjadi komponen komponen atau penyusunnya. Contohnya: minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, minyak terpentin, minyak kayuputih.
2. Kelompok yang mana minyak atsiri susah dipisahkan menjadi komponen murninya. Contoh:  minyak akar wangi, minyak kenanga, minyak nilam.
Tetapi secara umum, komponen minyak atsiri adalah monoterpen dan seskuiterpen.

C. Metode Produksi (Pengambilan) Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi) dan pengepresan (pressing). Secara umum metode pengambilan minyak atsiri dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu cara mekanik dan cara fisika-kimia.
I. Cara Mekanik
Metode yang sering disebut expression ini merupakan cara cold pressing tidak ada panas yang dibutuhkan pada cara ini. Prosesnya adalah penekanan/pemerasan (squeezing). Bahan dasar yang bisa diambil minyaknya dengan pengepresan secara mekanik biasanya berupa biji-bijian atau kacang-kacangan maupun buah-buahan (citrus oil). Beberapa buah yang mengandung citrus oil
diantaranya bergamot, grapefruit, lemon, lime, mandarin, orange, dan tangerine.
Ada 3 cara berbeda untuk memperoleh citrus oil:
  • Sponge, dulu dilakukan secara manual (dengan tangan). Daging buah dipisahkan, kulit buah dan biji direndam dalam air panas. Setelah lebih elastis kemudian sponge/busa ditempelkan pada kulit buah lalu diperas/ditekan. Minyak atsiri yang keluar akan terserap oleh sponge. Setelah jenuh, dikumpulkan dengan cara memeras sponge.
  •  Equelle a piquer, cara ini lebih hemat tenaga daripada sponge. Metode ini tidak lagi dilakukan dengan cara manual tetetapi dengan alat yang diputar dan dilengkapi paku paku pada pinggirnya untuk menusuk oil cells pada kulit buah. Minyak atsiri dan pigmen dapat dikeluarkan dari kulit buah, kemudian minyak atsirinya dapat dipisahkan
  • .Machine abrasion, hampir sama dengan cara no. 2 , mesin dapat melepaskan kulit buah dan memasukkannya ke dalam centrifuge dengan menambahkan air. Pemisahan secara sentrifugal ini berjalan sangat cepat, tetetapi karena minyak atsiri bercampur dengan zat-zat lain, kemungkinan dapat terjadi perubahan karena pengaruh enzim.

II. Cara Kimia-Fisika
1. Distilasi (Penyulingan)
Merupakan suatu proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Ada 2 jenis distilasi yaitu:
a. Hidrodestilasi
Adalah penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Proses ini dilakukan dengan bantuan air maupun uap air. Hidrodestilasi memiliki 3 jenis metode berdasarkan cara penanganan bahan yang diproses yaitu: destilasi air, destilasi uap dan air, serta destilasi uap langsung.
b. Fraksinasi
Adalah penyulingan suatu cairan yang tercampur sempurna hingga hanya membentuk satu lapisan. Proses ini dilakukan tanpa menggunakan uap air. Fraksinasi memiliki 3 jenis metode yaitu kohobasi, rektifikasi dan destilasi fraksinasi.

2. Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut terutama cocok untuk bahan-bahan dengan kandungan minyak atsiri yang sangat rendah, juga untuk bahan yang bersifat thermolabile. Dengan tipe proses seperti ini senyawa non volatil misalnya waxe dan pigmen ikut terekstraksi.
a. Maserasi
Bahan terutama bunga direndam dalam minyak panas untuk memecah sel-sel yang mengandung minyak atsiri kemudian minyak panas akan menyerap minyak atsiri. Minyak yang mengandung minyak atsiri dipisahkan dari bahan dengan penyaringan atau dekanter.
b. Enfleurasi (Ekstraksi dengan lemak dingin)
Kaca dalam frame (disebut chassis) dilapisi dengan lemak binatang/ tumbuhan yang tidak berbau dan murni. Kemudian bunga segar yang baru dipetik ditempelkan pada lemak lalu ditutup. Minyak atsiri akan terserap oleh lemak, bunga diganti dengan yang segar lagi sampai lemak menjadi jenuh dengan minyak atsiri. Setelah jenuh bunga diambil (defleurage). Campuran lemak dan minyak atsiri ini disebut Pomade. Pamade dicuci dengan alkohol hingga minyak atsiri larut dalam alkohol. Dengan cara distilasi akan diperoleh minyak atsiri. Cara ini sangat mahal dan memerlukan tenaga yang cukup banyak. Bahan yang diproses dengan cara ini contohnya tuberose dan jasmine.

c. Solvent extraction (Pelarut mudah menguap)
Minyak atsiri dapat diekstraksi memakai hexan, methanol, etanol, petroleum eter, atau benzene. Benzen sekarang tidak dipakai lagi karena bersifat carcinogenic (bisa menyebabkan kanker). Minyak atsiri yang diambil dengan cara ini mempunyai aroma hampir sama denga aslinya. Minyak atsiri banyak yang dipungut dengan cara ini, akan tetetapi banyak yang tidak mau memakainya untuk aroma terapi karena ada sisa solvent pada produk akhir minyak atsiri. Solven yang tertinggal 6 – 20%. Dengan memakai hexan, solven yang tersisa hanya 10 ppm. Hasil akhir cara ini disebut concrete. Concrete dapat dilarutkan dalam alkohol untuk memisahkan solvennya. Bila alkohol diuapkan akan dihasilkan absolute. Absolute atau concrete dapat dipakai untuk perfume tetapi tidak untuk skin care. Contoh tanaman yang diproses dengan cara ini adalah jasmine, hyacinth, narcissus, tuberose.

d. Ekstraksi Hiperkritikal CO2
Cara ini relative baru dan mahal, tetetapi menghasilkan minyak atsiri dengan kualitas yang baik. CO2 menjadi hypercritical pada 330C dan tekanan 200 atm, pada kondisi ini tidak benar-benar gas atau cair. CO2 pada kondisi ini merupakan solven terbaik karena suhunya rendah dan waktunya sangat singkat/ instan. CO2 bersifat inert dan dengan menurunkan tekanan akan segera dapat memisahkan minyak atsiri dari solvennya. Perlu alat yang mahal, biaya investasi mahal.

D. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Dengan Cara Penyulingan

A. Penyulingan/Destilasi Air (Perebusan)
Dengan tipe penyulingan air ini, bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengambang atau mengapung di atas air atau terendam seluruhnya, tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan diproses. Air dapat dididihkan dengan api secara langsung. Metode ini disebut juga metode perebusan. Ketika bahan direbus, minyak atsiri akan menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk dikondensasi. Alat yang di gunakan untuk metode ini disebut alat suling perebus. Contoh bahan yang diproses dengan netode ini : bunga mawar, bunga-bunga jeruk.
Destilasi air dapat dijalankan pada tekanan di bawah 1 atmosfir sehingga air bisa mendidih pada suhu yang lebih rendah dari 1000C. Biasanya dilakukan bila bahan atau minyak atsiri rentan terhadap suhu. Contoh : neroli.

B. Penyulingan Uap dan Air (Pengukusan)
Bahan tanaman yang akan diproses ditempatkan dalam wadah yang konstruksinya hampir sama dengan dandang pegukus, sehingga metode ini disebut juga pengukusan. Air dididihkan pada bagian bawah alat . Minyak atsiri akan ikur bersama aliran uap yang kemudian dialirkan ke kondensor. Alat yang digunakan dalam metode ini disebut alat suling pengukus. Temperatur steam harus dikontrol agar hanya cukup untuk memaksa bahan melepas minyak atsirinya dan tidak membakar bahan. Uap yang dipakai bertekanan > 1 atm dan bersuhu > 1000C, sehingga waktu distilasi bisa lebih cepat mengurangi kemungkinan rusaknya minyak atsiri. Cara ini menghasilkan minyak atsiri dengan mutu yang tinggi.
C. Penyulingan / Destilasi Uap Langsung
Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari suatu pembangkit uap. Uap yang dihasilkan lazimnya memiliki tekanan yang lebih besar daripada tekanan atmosfer. Uap yang dihasilkan kemudian dialirkan kedalam alat penyulingan sehingga minyak atsiri akan enguap terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk dikondensasi. Alat yang digunakan dalam metode ini disebut alat suling uap langsung.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mencolok pada ketiga alat penyulingan tersebut. Namun pemilihan tergantung pada metode yang digunakan, karena reaksi tertentu dapat terjadi selama penyulingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrodestilasi adalah:
1. Difusi atau perembesan minyak atsiri oleh air panas melalui selaput tanaman yang disebut hidrodifusi
2. Hidrolisis terhadap komponen tertentu dari minyak atsiri.
3. Peruraian terjadi oleh panas.

D. Kohobasi
Sistem Kohobasi adalah proses penyulingan yang diulang kembali, artinya air keluaran sisa ini dimasukkan ke ketel lagi untuk diproses ulang menjadi kukus, kemudian kukus dilewatkan pipa ke tabung destilasi. Dalam tabung destilasi kontak dengan bahan baku menghasilkan kukus air dan minyak atsiri, kemudian dipisahkan oleh separator menghasilkan minyak atsiri dan air limbah (sisa).
Bila rose oil dipungut dengan cara water distillation, maka phenyl ethyl alcohol yang dikandungnya akan larut dalam air. Senyawa ini tidak ikut bersama minyak atsiri. Bau minyak atsiri menjadi berbeda disebut incomplete oil . Untuk mendapatkan minyak atsiri yang lengkap (complete oil), phenyl ethyl alcohol dipisahkan dari air dengan cara distilasi kemudian ditambahkan ke dalam incomplete oil dengan perbandingan yang tepat. Rose oil yang lengkap ini disebut Rose Otto.

E. Rektifasi
Bila Essential oil hasil distilasi mengandung impurities (pengotor), dapat dimurnikan dengan re-distilasi memakai steam atau vacuum. Pemurnian dengan cara ini disebut rectification. Ct. eucalyptus oil, dijual sbg double distilled.

F. Destilasi Fraksinasi
Proses distilasi normal tetetapi minyak atsiri dikumpulkan secara batch (menurut fraksinya). Contohnya Ylang-ylang.

E. Penetapan kadar minyak atsiri dengan cara Destilasi Air ada 2 cara:
-Cara I
Campur bahan yang diperiksa dalam labu dengan cairan penyulin, pasang alat, isi buret dengan airhingga penuh, panaskan dengan tangas udara, sehingga penyulingan berlangsung dengan lambat tetetapi teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b.
-Cara II
Dilakukan menurut cara yang tertera pada Cara I. Sebelum buret diisi penuh dengan air, lebih dahulu diisi dengan 0,2 mL xilena P yang diukur seksama. Volume minyak atsiri dihitung dengan mengurangkan volume yang dibaca dengan volume xilena.
F. Prinsip penetapan kadar eugenol dalam minyak cengkeh:
Dilakukan penyulingan air atau penyulingan uap kuncup Eugenia caryophyllus yang telah dikeringkan. Kadar eugenol tidak kurang dari 85,0 % v/v dan tidak lebih dari 90,0 % v/v.
G. Prinsip penetapan kadar Sitronelal dan Geraniol dalam minyak sereh:
Dilakukan penyulingan uap daun Cymbopogon nardus, Cymbopogon winterianus , atau varietas, dan kedua hibrida tersebut. Kadar sitronelal lebih kurang 35 %, kadar geraniol tidak kurang dari 35 % dan tidak lebih dari 40%.
H.Prinsip penetapan kadar mentol bebas dan ester dalam minyak permen:
Dilakukan penyulingan air pucuk berbunga Mentha piperita yang segar, jika perlu dimurnikan. Kadar ester, dihitung sebagai mentil asetat tidak kurang dari 4,0% dan tidak lebih dari 9,0 %. Kadar mentol bebas tidak kurang dari 45,0 %.
I. Prinsip penetapan kadar sineol dalam minyak kayuputih:
Dilakukan penyulingan air atau penyulingan uap daun dan ranting Melaleuca leucadendra dan Melaleuca minor yang segar. Kadar sineol tidak kurang dari 50,0 % dan tidak lebih dari 65,0 %.

Untuk materi Proses Pembuatan Linyak Atsiri LIHAT LINK INI

Untuk videonya nonton aja di Youtube. INI LINK-nya Bos
2. Getah pinus

Getah Pinus sebagai bahan baku untuk produksi Gondorukem & Terpentin, dihasilkan dari hasil penyadapan pohon Pinus Merkusii.Getah pinus,merupakan bahan baku pembuatan minyak gondorukem dan terpentin.Mutu getah pinus ditentukan oleh kadar kotoran dan warnanya.Warna getah yang putih adalah warna yang baik,dan merupakan getah pinus dengan Mutu A.Sedangkan warna yang lebih tua merupakan Mutu B.Warna getah yang lebih tua dikarenakan getah pinus mengandung banyak kotoran.
Di Indonesia,telah dibuat standarisasi mengenai mutu getah pinus yang di kelompokkan sebagai berikut:
Grade 1 :X (Rex)
Grade 2 :WW (White Water)
Grade 3 :WG (Window Glass )
Grade 4 :N (Nancy).
Warna getah pinus disebut dengan X (Rex) untuk warna yang paling jernih, kemudian WW (Water White) untuk warna yang beningnya seperti air dan WG (Window Glass) untuk warna yang bening seperti kaca jendela dan N (Nancy) untuk warna Kuning kecoklat-coklatan, dan M dan seterusnya untuk warna yang lebih gelap. Softening point, adalah komponen mengenai kekerasannya yang ditunjukkan dengan derajat Celcius (°C).
PROSES PENGOLAHAN GETAH PINUS MENJADI MINYAK GONDORUKEM dan TERPENTIN
Kegunaan Gondorukem yang selama ini dikenal awam adalah sebagai bahan proses pembuatan batik dan bahan untuk melekatkan patri atau solder. Namun kenyataannya gondorukem mempunyai kegunaan lain yang bernilai ekonomis tinggi yaitu : Untuk pelapis kertas, bahan additive, tinta printing, industri ban, isolasi alat elektronik, cat, vernis, plastik, sabun. semir sepatu, keramik. lem dan lain lain.Proses pengolahan getah menjadi gondorukem pada umumnya meliputi 2 tahapan,yaitu Pemurnian getah pinus dari kotoran-kotoran,dan pemisahan terpentin dari minyak gondorukem melalui proses distilasi/penguapan.Dalam proses pemurnian getah pinus,terdiri dari beberapa tahapan,yaitu:

1.Penerimaan dan pengujian bahan baku (getah pinus).

2.Pengenceran getah pinus.
Proses pengenceran getah pinus dilakukan dengan bantuan terpentin. Dalam proses pengenceran getah dengan penambahan beberapa liter terpentin sesuai dengan kondisi getah yang akan diproses. Pengenceran getah ini dimaksudkan untuk memudahkan pemisahan kotoran dari getah maupun memudahkan didalam pemindahan dan penyaringannya. Setelah mencapai kondisi pengenceran yang diinginkan maka larutan getah didiamkan/diendapkan beberapa menit untuk memberikan kesempatan terjadinya endapan kotoran dan air turun kebawah, setelah itu dilakukan pembuangan dan penyaringan

3.Pencucian dan penyaringan getah pinus.
Proses pencucian dan penyaringan getah pinus dapat dilakukan dengan pengendapan,ataupun penyaringan.

4.Pemanasan/pemasakan getah pinus.
Proses ini adalah tahapan untuk tujuan pemisahan minyak gondorukem dan terpentin.Proses ini dapat dilakukan dengan 2 cara,yaitu pemanasan langsung,dan/ataupun pemanasan tidak langsung (dengan menggunakan uap). Dari hasil akhir proses pada tangki pemurnian dapat diketahui hasil gondorukem dan terpentin yang baik atau tidak. Pada proses tangki pemurnian ini pula sangat ditentukan perlakuan yang cermat dan trampil, karena meskipun dari hasil proses pencucian berhasil sempurna namun tanpa ada dukungan dari proses pemasakan yang baik maka hasil dari gondorukem pun jadi bermutu rendah, misalnya titik lunak terlalu rendah, browning/hangus, atau berkristal.Pada proses pemasakan yang perlu diperhatikan antara lain adalah,pemanasan harus bertahap,tekanan vakum,tekanan uap dari uap penekan (open steam) tidak terlalu besar,suhu pemanasan,dan suhu peludangan (canning).

5.Pengujian dan pengemasan hasil olahan getah pinus (minyak gondorukem dan terpentin).
Gondorukem dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah Pinus. Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Sedangkan Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang kuat.Dalam perdagangan, gondorukem dibedakan dalam beberapa mutu/kualitas. Faktor utama yang menentukan mutu adalah warna,titik lunak,dan kadar kotoran.Di Indonesia,telah dibuat standarisasi mengenai mutu gondorukem.Yang dikelompokkan dalam kelompok Mutu I,Mutu II,Mutu III,serta Lokal.

MANFAAT GETAH PINUS
Pohon pinus yang biasa kita lihat didaerah pegunungan ternyata menghasilkan getah yang sangat berguna untuk kita,hasil dari getah pinus itu bisa menghasilkan minyak terpentin yang mengandung senyawa terpene yaitu salah satu isomer hidrokarbon tak jenuh dari C10 H163  terutama monoterpene alfa-pinene dan beta-pinene, terpentin biasanya digunakan sebagai pelarut untuk mengencerkan cat minyak,bahan campuran vernis yang biasa kita gunakan untuk mengkilapkan permukaan kayu dan bisa untuk bahan baku kimia lainnya.
Aroma terpentin harum seperti minyak kayu putih, karena keharumannya itu terpentin bisa digunakan untuk bahan pewangi lantai atau pembunuh kuman  yang biasa kita beli, tapi ada lagi kegunaan lain dari terpentin sebagai bahan baku pembuat parfum, minyak esensial dari getah pinus ini diekstrak sehingga bisa menghasilkan terpinol yaitu alfa-terpinol merupakan salah satu dari 3 jenis alkohol isomer beraroma harum. Terpineol bisa bermanfaat untuk kesehatan yaitu untuk relaksasi  bila digunakan sebagai bahan campuran minyak pijat.Aromanya yang harum dijadikan minyak pijat aromaterapi karena saat dioleskan kekulit akan terasa relaksasinya bila digunakan dengan dosis sesuai aturan.
Bisa digunakan juga untuk bahan makanan tapi bukan dalam bentuk getahnya melainkan dari gum rosin yang telah diesterfikasi dengan gliserol dibawah atmosfir nitrogen menjadi gum rosin ester, salah satu bahan tambahan pembuatan permen karet sehingga menjadi kenyal dan lentur. Aman untuk dikonsumsi karena sudah diuji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat jadi Anda tidak perlu khawatir memakan permen karetnya.
Gondorukem didapat dari hasil pengolahan getah pinus,bersifat rapuh,bening,mempunyai titik leleh rendah dan bau khas terpentin serta tidak larut dalam air.
Manfaat gondorukem adalah :
1. Industri Batik : bahan penyampur lilin batik sehingga diperoleh malam.kebutuhn kira-kira 2.500 ton/thn
2. Industri kertas : bahan pengisi dalam pembuatan kertas.kebutuhan kira-kira 0,5 % dari produksi kertas atau 2.000 ton/thn
3. Industri sabun : sebagai campuran kira-kira 5-10% dari berat sabun.
4. Pembuatan Vernish,tinta,bahan isolasi listrik,korek api,lem,industry kulit dan lalin-lain.
Di luar negeri manfaat lain gondorukem dan derivatnya digunakan untuk membuat resin sintetis,plastic,lem,aspal,bahan pliitur,lak sintetis,industry sepatu,galangan kapal,dll.
Untuk minyak terpentin-nya dapat digukana secara langsung dan muurni melalui upaya distilalsi ualng serta melalui pengolahan lanjutan,misalnya untuk pelarut organic,pelarut resin,bahan semir sepatu,logam dan kayu dan bahan kamfer sintetis dll.

PASAR DAN PELUANG AGRIBISNIS
Gondorukem yang merupakan hasil destilasi getah pinus menguasai 5 persen pasar dunia. Gondorukem terbaik di dunia itu ada di Indonesia hanya saja kapasitasnya (produksi) tidak sebanyak China. Getah pinus sebagai bahan baku dari gondorukem itu menjadi produk non-kayu Perhutani Jawa Barat dan Banten yang paling potensial untuk dikembangkan. Dari sepertiga hutan produksi yang dikuasi perhutani di Jawa Barat dan Banten, 40 persennya adalah tanaman pinus. Sebaran pohon pinus hampir di seluruh Jawa Barat keculai Indramayu. Daur hidupnya tanaman itu rata-rata 40 tahunan.
Gondorukem produksi Indonesia yang semuanya dihasilkan Perhutani harganya tertinggi di dunia karena kualitasnya. Gondorukem produksi Perhutani itu kini di ekspor ke Amerika dan Eropa. Harganya di pasaran saat ini mencapai 900 dollar AS per ton.
Setiap hektare hutan pinus per hari mampu menghasilkan sekitar 9 liter per hari getah pinus. Getah itu jika diproses dengan pemanasan menghasilkan 71 persen gondorukem, 16 persen terpentin, dan sisanya ampas. Terpentin sendiri di pasaran harganya kini sudah menembus 1.500 dollar AS per ton. Produksi getah pinus yang dikumpulkan Perhutani Jawa Barat-Banten hingga triwulan tiga tahun ini mencapai 8.900 ton dari proyeksi tahun ini produksinya 9.360 ton. Proyeksi produksi getah pinus tahun 2010 dipatok 10.570 ton. Produksinya masih kalah banyak dibandingkan produk minyak kayu putih yang tahun ini targetnya 20.233 ton.
Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten memproyeksikan produksi kayu tahun ini seluruhnya mencapai 300 ribu meter kubik. Realisasi hingga pertengahan November ini mencapai 309 ribu meter kubik. Target produksi kayu pada 2010 diharapkan mempertahankan angka yang sama. Kendati fluktuasi produksi kayu karena luas lahan tebang yang berbeda-beda bisa mencapai 10 persenan.
Getah pinus adalah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gondorukem dan terpentin, yang merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu andalan Perhutani. Tiap tahun Perhutani bisa memproduksi 60.000 – 80.000 ton gondorukem yang seluruhnya ditujukan bagi pasar ekspor. Volume produksi gondorukem Indonesia yang diperdagangkan setiap tahun sekitar 60.000 ton, yang terdiri dari 80% untuk ekspor dan 20% lagi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Indonesia menjadi negara produsen terbesar ketiga setelah China dan Brasil, yang memberikan kontribusi 8% lebih terhadap produksi gondorukem dunia. Potensi hutan pinus Indonesia sebenarnya hampir setara dengan Cina, namun volume produksinya jauh di bawah negara itu. Di Indonesia, produk gondorukem hampir seluruhnya berasal dari hutan pinus di Jawa. Areal hutan pinus di Jawa yang diperuntukkan sebagai penghasil getah pada awalnya seluas 476.000 hektare (ha), dan yang benar-benar ditumbuhi pohon pinus sekitar 208.834 ha. Namun, tanaman pinus yang disadap untuk diambil getahnya baru sekitar 145.000 ha.
Dari luasan tersebut rata-rata dapat dihasilkan getah pinus sekitar 85.000 ton/tahun, dan dari getah itu diperoleh gondorukem sekitar 60.000 ton dan terpentin 12.000 ton. Sementara itu China, sebagai negara produsen gondorukem terbesar didunia, memiliki potensi produksi getah pinus luar biasa, dengan luas hutan pinus untuk disadap mencapai 1 juta ha.

Kalau videonya sih adanya di Youtube MENUJU KEMARI

5. Pengolahan HHBK

A. Rotan

Rotan yang dijadikan sebagai bahan baku industri produk jadi rotan adalah rotan yang yang telah melalui pengolahan. Kegiatan pengolahan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual.
Tahapan pengolahan rotan adalah sebagai berikut :
1).   Penggorengan
Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara penggorengannya adalah potongan-potongan rotan diikat menjadi suatu bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan campuran solar dengan minyak kelapa.
2).   Penggosokan dan Pencucian
Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna rotan yang bewarna cerah dan mengkilap.
3).   Pengeringan
Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% – 19%. Hasil penelitian Basri dan Karnasudirja (1987) dalam Jasni et al., (2005) pada rotan manau (Calamus manan Miq.) dan rotan semambu (Calamus scipionum Burr.), menunjukkan bahwa lama pengeringan secara alami dari kedua jenis rotan tersebut berkisar 22 hari sampai 65,3 hari.
4).   Pengupasan dan Pemolisan
Pengupasan dan pemolisan umumnya dilakukan pada rotan besar pada keadaan kering, gunanya adalah untuk menghilangan kulit rotan tersebut, sehingga diameter dan warna menjadi lebih seragam dan merata.
5).   Pengasapan
Pengasapan dilakukan agar warna rotan menjadi kuning merata dan mengkilap. Pengasapan dilakukan pada rotan kering yang masih berkulit (alami) Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi rotan dengan belerang (gas SO2) agar warna kulit rotan menjadi lebih putih. Waktu pengasapan sekitar 12 jam dan menghabiskan sekitar 7,5 kg belerang atau 1,8 gr/batang rotan (Rachman 1990 dalam Jasni et al., 2005).
6).   Pengawetan
Pengawetan rotan adalah proses perlakuan kimia atau fisis terhadap rotan yang bertujuan meningkatkan masa pakai rotan. Selain berfugsi untuk mencegah atau memperkecil kerusakan rotan akibat oganisme perusak, juga memperpanjang umur pakai rotan.
Bahan pengawet yang digunakan harus bersifat racun terhadap organisme perusak baik pada rotan basah maupun rotan kering, permanen dalam rotan, aman dalam pengangkutan dan penggunaan, tidak bersifat korosif, tersedia dalam jumlah banyak dan murah.
7).  Pembengkokan
Pembengkokan atau pelengkungan rotan dilakukan pada rotan berdiameter besar sesuai dengan pengunaannya. Cara pembengkokan ini dilakukan dengan cara rotan tersebut dilunakkan dengan uap air panas yang disebut steaming dengan tabung berbentuk silinder (steamer) agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah dibengkokan.
Hasil penelitian (Jasni, 1992 dalam Jasni et al., 2005), menunjukkan bahwa pengrajin di industri rumah tangga, proses pembengkokan dilakukan dengan cara memanaskan langsung bagian yang akan dibengkokkan pada api (kompor minyak tanah dan gas LPG). Kemudian bagian tersebut dibengkokkan dengan bantuan alat pembengkok pada waktu rotan masih panas. Cara ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu prosesnya lambat dan kadang-kadang bagian yang dipanaskan dapat terbakar, sehingga bewarna hitam.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada industri produk jadi rotan meliputi: kompor solder, bor listrik, gergaji rotan dan biasa, gunting rotan, parang, martil, kakak tua dan engkol tangan. Selain itu, sebagian kecil ada yang menggunakan kompresor, mesin potong, sekrup (alat tembak untuk memasukkan paku) dan taples. Kegiatan proses produksi dilakukan pada suatu bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut dibagi menjadi tempat proses produksi, pemajangan produk jadi rotan dan tempat tinggal.
Disamping penggunaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses produksi, ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan usaha rumahtangga industri produk jadi rotan. Sarana transportasi yang digunakan adalah kendaraan milik pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan umum seperti angkutan kota (angkot), truk dan bus kota selalu ada setiap saat, sedangkan kendaraan milik pribadi rumahtangga pengusaha sebagian besar adalah kendaraan roda dua

B. Bambu


Bambu merupakan tanaman sebangsa rumput yang banyak tumbuh di Indonesia. Bambu secara botanis dapat digolongkan pada family Graminese (rumput). Tanaman ini dapat tumbuh di daerah beriklim panas maupun dingin. Bambu tumbuh secara bergerombol membentuk rumpun. Tunas-tunas mudanya keluar dari rimpang dan membentuk suatu rumpun dengan banyak buluh bambu. Bambu merupakan tanaman berdaun tunggal, tersusun berselang-seling di ujung buluh atau ranting-rantingnya. Perakaran tanamannya bamboo sangat kuat, karena rimpangnya bercabang-cabang dan punya ikatan kuat yang sukar dipisahkan. Tanaman bambu banyak ditanam di daerah-daerah miring atau dipinggir sungai dan sekaligus berfungsi untuk mencegah erosi atau tanah longsor (haryoto, 1996).

Tanaman bambu jarang berbunga, tetapi ada yang menyebut bahwa bambu hanya berbunga setiap 35 tahun. Pengembangbiakan bamboo umumnya dilakukan dengan tanaman potongan buluh yang mengandung tunas cabang. Walaupun bamboo mudah tumbuh dan harganya murah, namun sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Rebung bamboo bias dimasak orang untuk sayur. Bambu yang sudah tua dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan (haryoto, 1996).

Proses Produksi
Produksi merupakan suatu aktivitas fisik berupa pengubahan bentuk, sifat, atau tampilan suatu material untuk memberikan nilai tambah (Baroto, 2003). Produksi juga dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku) yang ada (Nasution, 2003).
Jenis-jenis Bambu
Jenis bambu di Indonesia sangat banyak macamnya, namun ada beberapa jenis bamboo yang dianggap penting dan umum dipasarkan di Indonesia. Macam-macam bambu tersebut antara lain
1. Bambu Betung
Bambu betung sifatnya keras baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Bambu ini dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampungan air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik), dan berbagai jenis barang kerajinan.
2. Bambu Bali
Jenis bambu ini banyak digunakan untuk tanaman hias karena tanamannya unik dan menarik.
3. Bambu Gendang
Kegunaan dari bambu ini juga sama dengan bambu bali yaitu dipakai untuk tanaman hias dan mempunyai nilai ekonomis untuk dikembangbiakan.

4. Bambu Kuning
Bambu kuning merupakan bambu yang banyak dimanfatkan untuk keperluan mebel, bahan pembuat kertas, kerajinan tangan dan dapat ditanam di halaman rumah karena cukup menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning atau lever.
5. Bambu Cendani
Batang bambu Cendani dapat digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku, dan berbagai mebel dari bambu.
6. Bambu Cangkoreh
Bambu Cangkoreh dapat digunakan utuk anyaman atau tempat jemuran tembakatu dan untuk obat misalnya obat tetes mata dan obat cacing.
7. Bambu Andong
Bambu Andong sebagian besar digunakan untuk membuat berbagai jenis kerajinan tangan, bahan bangunan, dan untuk chopstick.
8. Bambu hitam
Bambu hitam sangat baik untuk pembuatan alat musik seperti angklung, gambang, atau calung dan dapat juga digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.
9. Bambu Tutul
Bambu Tutul sebagian besar digunakan untuk furniture, untuk dinding, dan lantai rumah, serta untuk kerajinan tangan.
10. Bambu Ater
Jenis bambu ini biasa digunakan orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tagga, kerajinan tangan dan ada juga yang menggunakan untuk alat musik.
11. Bambu Apus
Batang bambu Apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang kuat, dan lentur.
Proses Produksi Produk dari Bambu
Bambu diproduksi menjadi bahan yang mempunyai barang yang lebih mempunyai nilai ekonomis. Namun, proses pengolahan bambu di Indonesia tergolong sederhana. Produk olahan dari bambu antara lain:
1. Bambu untuk anyaman
  Bambu yang digunakan untuk anyaman pertama dipotong dengan menggunakan parang tajam atau gergaji bergerigi halus. Pemotongan bambu dilakukan dengan hati-hati. Pemotongan bambu untuk anyaman tidak boleh mengelupaskan kulitnya karena akan menyulitkan proses selanjutnya. Selanjutnya Bambu harus dikuliti. Kulit luar yang halus dan berwarna disayat atau dibuang. Kemudian pembelahan, membelah bambu dengan cara yang salah akan menghasilkan belahan bambu yang tidak simetris sehingga menyulitkan proses pengolahan selanjutnya dan banyak menghasilkan sisa limbah.
2. Bambu untuk pelupuh
  Batangan bambu yang ruasnya dibelah dengan kapak atau parang. Kemudian bambu dibelah sepanjang batang pada satu sisi dan selanjutnya celah direntangkan. Sekat rongga pada masing-masing ruas dihilangkan sampai dinding batang bambu dapat dipukul-pukul, diratakan sehingga menjadi pelupuh (papan bambu).
3. Bambu untuk kursi
  Kursi bambu merupakan salah satu pemanfaatan bambu yang sampai kini terus berkembang. Tempo dulu orang hanya mengenal bangku panjang, ada yang menggunakan sandaran (lincak). Bambu untuk lincak, umumnya menggunakan bambu tutul atau bambu wulung.
Pengawetan Bambu
  Tanaman bambu mudah rusak oleh hama pengisap cairan yang disebut Oregma bambusae.Hama ini akan melibas rebung dan pucuk tanaman bambu muda yang telah tumbuh menjulang tinggi. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan bambu adalalah pengaruh alam, misalnya iklim, cuaca, kelembapan udara, air hujan, penetrasi sinar matahari, suhu udara, dan serangan organism perusak. Penyebab kerusakan non-biologis yang terpenting adalah air. Kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk.
  Pengawetan bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai ekonomis bambu. Pengawetan perlu dilakukan, namun jarang diterapkan oleh orang karena kurangnya pengetahuan tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan tertentu dan ketersediaan bahan kimia. Bambu tanpa perlakuan pengawetan, apabila dibiarkan bersentuhan secara langsung dengan tanah dan tidak terlindungi dari cuaca, hanya mempunyai umur pakai sekitar 1-3 tahun.
Metode Pengawetan
  Tingkat kebergasilan pengawetan bambu dengan metode kimia tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
·           Kondisi fisik bambu sebelum diawetkan
·           Berat jenis bambu
·           Umur bambu
·           Musim
·           Jenis bahan pengawet
·           Posisi dan ukran bambu
  Bambu segar lebih mudah diberi perlakuan dibanding bambu yang sudah kering. Makin tinggi berat jenis bambu, maka semakin si=ulit diawetkan karena ikatan pembuluhnya makin rapat dan kandungan serabutnya makin banyak. Makin tua umur bambu, kadar airnya makin turun sehingga bambu makin sulit diawetkan. Metode kimia lebih baik diterapkan pada musim hujan. Penetrasi pengawet akan lebih baik bila digunakan senyawa garam laut  dalam air.
  Pengawetan bambu dalam jumlah yang kecil akan menaikkan biaya pengawetan. Aspek ekonomis yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pengawetan. Aspek ekonomis yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pengangkutan dari hutan (kebun) ke tempat pengawetan. Suatu metode pengawetan dikatakan ekonomis apabila umur pakai bambu dapat mencapai waktu 10-15 tahun, untuk bambu dalam keadaan terbuka, dan 15-25tahun untuk bambu yang diberi perlindungan tertentu.
Metode pengawetan bambu ada dua macam yaitu:
1. Metode non-kimia
  Pengawetan bambu secara non-kimia dilakukan dengan pengeringan dan perendaman dalam air atau perebusan dalam air mendidih.
a. Pengeringan dan Perendaman
  Bambu utuh yang baru ditebang disandarkan dengan kemiringan 75 derajat agak tegak di bawah naungan pohon yang teduh dan dibiarkan sampai kadar airnya berkurang dan berubah warna menjadi kuning dan kering atau setengah kering. Bambu disandarkan ditempat terbuka dengan tujuan agar bambu tersebut tidak melengkung dan menghindari kekeringan yang tidak merata.
  Bambu yang sudah berubah warna dan benar-benar kering selanjutnya direndam dalam kubangan air (kolam) yang menggenang atau mengalir selama 1-6 bulan. Volume air perendaman bambu harus melebihi permukaan bambu paling atas agar semua dapat terendam. Perendaman bambu sebaiknya dibebani dengan pemberat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
  Pengawetan bambu dengan cara pengeringan dan perendaman kurang baik untuk bahan baku kerajinan anyaman. Bambu yang terlalu lama direndam sulit dibelah menjadi irisan halus, bersifat rapuh dan warnanya buram. Namun bambu untuk bahan baku anyaman juga perlu dilakukan perendaman tetapi hanya 7-10 hari.
b. Perebusan
  Tempat perebusan untuk pengawetan bambu dapat berupa drum bekas atau wadah lain yang ditaruh di atas tungku. Drum berisi air sebanyak 75% bagian, kemudian direbus hingga mendidih.
2. Metode kimia
  Pengawetan secara kimiawi bertujuan mencegah kerusakan bambu dari serangan serangga atau jamur. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengawetan antara lain soda ai, abu, prusi, natrium bisulfit, dan lain-lain. Bahan- bahan tersebut dapat dipakai berulang-ulang dan cara penggunaan bahan pengawet ini cukup praktis dan tidak berbahaya.
1. Pengawetan dengan Soda Api (NaOH)
  Cara pengawetan ini adalah dengan memasukkan soda api ke dalam air, kemudian direbus hingga mendidih sambil diaduk agar bahan tersebut larut dalam air. Kemudian potongan bambu dicelupkan dalam larutan selama 5-30 menit. Selanjutnya diangkat, dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Pengawetan dengan Prusi
  Prusi merupakan bahan kimia berwarna biru berupa gumpalan (bongkahan) kecil seperti gula batu. Bambu direbus dalam air mendidih yang mengandung prusi sebanyak 5%-10% selama 5-30 menit. Setelah itu diangkat, dicuci bersih dan dikeringakan.
3. Pengawetan dengan Soda Abu atau Natrium Bisulfit
  Cara ini juga hamper sama dengan pengawetan soda api. Soda abu dimasukkan ke dalam air mendidih kemudian memasukkan bambu selama 60 menit. Setelah direbus kemudian bambu tersebut diangkat, dicuci bersih dan dikeringkan.
Beberapa metode pengawetan bambu yang dapat diterapkan antara lain:
1. Curing
  Mula-mula batang bambu dipotong pada bagian bawah tetapi cabang dan daunnya tetap disisakan. Kemudian, selama waktu tertentu rumpun bambu tersebut disimpan di dalam ruang khusus. Karena proses asimilasi daun masih berlangsung, kandungan pati ruas bambu akan berkurang. Akibatnya, ketahanan bambu terhadap serngan kumbang bubuk meningkat. Tetapi metode ini tidak berpengaruh terhadap serangan jamur atau rayap.
2. Pengasapan
  Bambu diletakkan di atas rumah perapian selama waktu tertentu sampai pengaruh asap menghitamkan batang bambu. Proses pemanasan menyebabkan terurainya senyawa pati dalam jaringan parenkim. Efek negatif dari metode ini adalah kemungkinan terjadinya retak yang dapat mengurangi kekuatan bambu.
4. Metoda Butt Treatment
  Bagian bawah batang bambu yang baru dipotong diletakkan di dalam tangki yang berisi larutan pengawet. Cabang daun pada batang tetap disisakan. Karena prosesnya memakan waktu yang lama, metode ini hanya tepat diterapkan pada batang bambu yang pendek dan berkadar tinggi.
 


1 komentar: