Hasil Hutan Bukan Kayu
Selama ini, Indonesia menerapkan kebijakan pengelolaan
sumber daya alam yang eksploitatif, khususnya hutan. Kebijakan eksploitasi ini mengakibatnya,
kondisi hutan mengalami degradasi yang
sangat memprihatinkan. Tahun 1980-an
merupakan tahun keemasan kebijakan eksploitasi hutan untuk diambil kayunya. Ekspor
kayu pun mengalami peningkatan yang sangat besar dan menjadi salah satu tulang
punggung pendapatan negara. Melihat
kerugian dalam penjualan kayu dalam bentuk kayu bulat, menyebabkan pemerintah
menetapkan larangan ekspor kayu bulat. Larangan
penjualan kayu bulat menyebabkan pertumbuhan
industri berbasis kayu dengan sangat pesat di dalam negeri.
Sejak masa kejayaan ekploitasi hutan melalui sistem
HPH, harga kayu hasil penebangan cukup menggiurkan masyarakat untuk
mengusahakannya. Sebaliknya, nilai hasil hutan non kayu secara bertahap
mengalami penurunan. Akibatnya banyak masyarakat, yang secara tradisi
mengusahakan hasil hutan non kayu, menghentikan kegiatan tersebut dan beralih
pada ekspoitasi kayu hutan. Eksploitasi
ini sekarang tidak hanya berlangsung pada kawasan produksi saja, tapi juga telah
merambah pada kawasan konservasi yang ada. Akibat perilaku eksploitatif ini berdampak langsung pada produk hasil hutan
non kayu. Dimana banyak produk-produk tersebut yang membutuhkan dukungan
tegakan hutan yang baik untuk berkembang optimal.
Defenisi Hasil Hutan Bukan
Kayu
FAO: Hasil hutan bukan kayu adalah produk biologi asli selain kayu yang diambil dari
hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang
berada di luar hutan.
Dykstra & Heinrich: semua materi
biologi, selain kayu industri yang melalui proses ekosistem alam, baik untuk
keperluan komersil, untuk keperluan sehari-hari ataupun juga untuk keperluan sosial budaya dan
agama.
Sist et al.: menuliskan defenisi
yang sama dengan Dykstra & Heinrich, bedanya hanya menghilangkan kata
“ekosistem asli” dan mengantinya dengan kata “hutan”.
Profound’s: Hasil hutan bukan kayu meliputi
semua bahan biologi selain kayu yang dihasilkan dari hutan untuk kebutuhan
manusia.
Hasil hutan bukan kayu penting untuk
konservasi, kelestarian dan ekonomi.
Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan bukan kayu
biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan. Penting untuk kelestarian sebab proses panen
biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Penting untuk ekonomi karena hasil hutan bukan
kayu ini berharga/memiliki nilai ekonomi
yang tinggi.
Klasifikasi Hasil Hutan
Bukan Kayu
Terdapat beberapa klasifikasi hasil
hutan bukan kayu, diantaranya yaitu:
1. Pancel, 1993:
1. Pancel, 1993:
a. Karet dan damar
b. Bahan celup dan penyamak
c. Tumbuhan yang dapat di makan
d.
Bahan serat
e. Obat-obatan
f.
Produk dari binat
2. Qwist-Hoffman et al. 1998:
2. Qwist-Hoffman et al. 1998:
a.
Serat dan benang
b.
Produk yang dapat dimakan
c.
Berupa ekstrak dan cairan
d.
Tumbuhan obat-obatan
e. Tumbuhan ornamen/pohon hias
f. Hasil dari binatang
3. Profound’s 2001 mengklasifikasikan hasil hutan bukan kayu menjadi lima bagian,
gabungan dari kelompok produk dan tipe produk:
a. Tumbuhan yg dapat dimakan
a. Tumbuhan yg dapat dimakan
1.
Makanan
2.
Minyak yang dapat dikonsumsi
3.
Bumbu
4.
Makanan ternak
5.
Tumbuhan lain yang dapat dikonsumsi
6.
Tumbuhan lain yang tidak dapat dikonsumsi
b.
Tumbuhan yang tidak dapat dikonsumsi lainnya:
1. Rotan
2. Bambu
3.
Produk kayu
4. Pohon hias
5.
Bahan kimia
c. Bahan Obat-obatan
Semua bahan obat-obatan
d.
Hewan yang dapat dikonsumsi
1.
Binatang darat
2. Produk dari hewan
3. Ikan dan invertebrata air
e.
Produk hewan lainnya yang tidak dapat
dikonsumsi:
1.
Produk hewan yang tidak dapat dikonsumsi
2.
Serangga
3.
Margasatwa dan binatang hidup
4.
Hewan yang tidak dapat dikonsumsi lainnya.
4.
Menurut Permenhut No 35/2007:
Jenis komoditi hasil hutan bukan kayu
digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu: (1) Kelompok Hasil Hutan dan
Tanaman; dan (2) Kelompok Hasil Hewan.
Kelompok
Hasil Hutan dan Tanaman meliputi:
1.
Kelompok Resin: agatis, damar, embalau, kapur barus, kemenyan, kesambi, rotan
jernang, tusam;
2.
Kelompok minyak atsiri: akar wangi, cantigi, cendana, ekaliptus, gaharu,
kamper, kayu manis, kayu putih;
3. Kelompok minyak lemak: balam, bintaro, buah merah, croton, kelor, kemiri,
kenari, ketapang, tengkawang;
4.
Kelompok karbohidrat : aren, bambu, gadung, iles-iles, jamur, sagu, terubus,
suweg;
5.
Kelompok buah-buahan: aren, asam jawa, cempedak, duku, durian, gandaria,
jengkol, kesemek, lengkeng, manggis, matoa, melinjo, pala, mengkudu, nangka,
sawo, sarikaya, sirsak, sukun;
6.
Kelompok tannin: akasia, bruguiera, gambir, nyiri, kesambi, ketapang, pinang,
rizopora, pilang;
7.
Bahan pewarna: angsana, alpokat, bulian, jambal, jati, kesumba, mahoni,
jernang, nila, secang, soga, suren;
8.
Kelompok getah: balam, gemor, getah merah, hangkang, jelutung, karet hutan,
ketiau, kiteja, perca, pulai, sundik;
9.
Kelompok tumbuhan obat: adhas, ajag, ajerar, burahol, cariyu, akar binasa, akar
gambir, akar kuning, cempaka putih, dadap ayam, cereme;
10.
Kelompok tanaman hias: angrek hutan, beringin, bunga bangkai, cemara gunung,
cemara irian, kantong semar, pakis, palem, pinang merah;
11.
Kelompok palma dan bambu: rotan (Calamus sp, Daemonorops sp, Korthalsia sp),
bambu (Bambusa
sp, Giganthocloa sp, Euleptorhampus viridis, Dendrocalamus sp), agel,
lontar, nibung;
12.
Kelompok alkaloid: kina, dll.
Sedangkan
Kelompok Hasil Hewan meliputi:
1.
Kelompok Hewan buru, yang terdiri dari Kelas mamalia: babi hutan, bajing
kelapa, berut, biawak, kancil, kelinci, lutung, monyet, musang, rusa. Kelas
reptilia: buaya, bunglon, cicak, kadal, londok, tokek, jenis ular. Kelas
amfibia: bebagai jenis katak. Kelas aves: alap-alap, beo, betet, kakatua,
kasuari, kuntul merak, nuri perkici, serindit;
2.
Kelompok Hasil Penangkaran: arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa;
3. Kelompok Hasil Hewan: burung wallet, kutu
lak, lebah, ulat sutera.
Peran Hasil Hutan Bukan
Kayu Terhadap Kehidupan Manusia
Hasil Hutan Bukan Kayu merupakan Sumber Daya
Alam yang melimpah di indonesia dan mempunyai
prospek yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa mendatang. Indonesia memiliki hutan yang luas, data
Dephut (2007) menyebutkan bahwa sekitar 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar
di hutan tropis di tiap pulau dan tersebar di hutan tropis, 20 % diantaranya
memberikan hasil hutan berupa kayu dan bagian terbesar yakni 80 % justru
memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu. Indonesia juga dikenal mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Jika kita mampu mengelolah sumberdaya tersebut secara lestari maka akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejak zaman prasejarah hasil hutan bukan
kayu banyak dimanfaatkan oleh manusia.
Pada saat itu manusia purba berburu dan meramu dan belum mengenal
bangunan. Mereka menggunakan tulang
binatang untuk berburu, pakaian mereka masih berupa kulit binatang, daun-daun dan kulit-kulit kayu yang dijalin rapi. Beberapa tumbuh-tumbuhan dari hutan mereka
gunakan sebagai obat.
Seiring dengan Perkembangan ilmu pengetahuan,
mereka kemudian mengenal teknik bercocok tanam.
Mereka mulai bercocok tanam umbi-umbian dari hutan sebagai sumber
makanan mereka dan telah menjinakkan hewan sebagai hewan peliharaan untuk bahan makanan maupun kendaraan
mereka. Mereka juga telah mengenal
teknik menganyam. Mereka menganyam
rotan, bambu, daun pandan sebagai alat-alat rumah tangga seperti tikar, bakul,
tampi, topi, kurungan ayam dan lain sebagainya.
Hasil kerajinan tersebut seringkali digunakan sebagai mas kawin. Selain itu, pewarna-pewarna alam juga sudah
banyak digunakan sebagai pewarna makanan dalam kegiatan upacara adat.
Sejak manusia mengenal kayu sebagai
bahan bangunan, hasil hutan bukan kayu tetap tidak lepas dari kehidupan
manusia. Walaupun komponen utama bangunan
adalah kayu, namun masih tetap
mengandalkan bambu sebagai pagar, tiang, jendela dan atap, rotan sebagai furniture dan pengikat kayu
dan Ijuk sebagai atap rumah.
Bagi
masyarakat pedesaan hasil hutan bukan
kayu merupakan sumber daya penting, mereka memanfaatkan hasil hutan bukan kayu
sebagai bahan pangan (sagu, umbi-umbian, nira), sebagai bumbu makanan (kayu
manis, pala) dan obat2an, sebagai pembuat
pakaian, seperti sarung sutera dan sebagai
bahan bangunan.
Sampai saat ini peranan hasil hutan
bukan kayu tetaplah penting bahkan pemanfaatannya mulai ditingkatkan, seperti pemanfaatan
bambu sebagai pulp dan papan komposit, nira aren sebagai penghasil gula, cuka
dan bioetanol, rotan sebagai furniture, dan bahan ekstraktif sebagai parfum
dan lain sebagainya.
Secara umum peranan hasil hutan bukan
kayu untuk manusia:
- Sebagai bahan makanan, biji-bijian, dan buah-buahan.
- Sebagai komponen bangunan (bambu dan batang aren)
- Sebagai furniture
- Sebagai perabot rumah tangga
- Sebagai penghasil bahan kimia dan produk-produk industri
- Sebagai bahan obat-obatan
- Sebagai bahan kosmetik
- Sebagai bahan pengawet
- Sebagai bahan perekat
- Sebagai bahan minuman
- Sebagai bahan bioenergi
- Sebagai pewarna alami
- Sebagai bahan kerajinan tangan
- Sebagai bahan industri tekstil
- Sebagai alat musik dan olah raga
- Sebagai makanan ternak
- Sebagai alat mainan dan boneka
- Sebagai senjata dan alat berburu
- Sebagai bahan penghiasan (tanaman hias dan kegemaran)
- Dll.
Masyarakat desa mengandalkan pemanfaatan
hasil pertanian dan hutan serta berbagai sumber pendapatan lainnya yang
dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau upah kerja. Penggolongan masyarakat berdasarkan tinkat pendapatan tunai rumah
tangga dan proporsi pendapatan dari perdagangan hasil hutan bukan kayu
digolongkan sebagai berikut:
- Rumah tangga yang bergantung penuh pada sumberdaya sekedarnya (pemanfaatan langsung dari hutan)
- Rumah tangga yang menggunakan hasil hutan bukan kayu komersil sebagai pendapatan tambahan
- Rumah tangga yang mendapatkan sebagian besar pendapatan tunainya dari penjualan hasil hutan bukan kayu.
0 komentar: