PENYULUHAN KEHUTANAN


Pembangunan kehutanan berorientasi pada upaya menjamin kelestarian hutan dan meningkatkan kemakmuran masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Orientasi tersebut dituangkan dalam bentuk visi Kementerian Kehutanan yaitu Hutan Lestari untuk kesejahteraan masayarakt yang berkeadilan. Hutan lestari dan masyarakat sejahtera bagaikan dua sisi mata uang. Eksistensi keduanya tidak dapat diabaikan. Keduanya saling bergantung. Terciptanya kelestarian hutan sangat bergantung pada aktivitas masyarakat yang tinggal disekitarnya. Masyarakat sekitar hutan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari hutan secara berkesinambungan apabila hutan tempat mereka bergantung juga lestari.
Pada saat ini kuantitas dan kualitas hutan di Indonesia mengalami penurunan. Hutan mengalami degradasi yang memprihatinkan dari tahun ke tahun. Deforestry hutan di Indonesia telah mencapai 1,8 juta hektar per tahun (Hinrichs, 2008). Sebagaimana kita saksikan dari beberapa media massa, kerusakan ini disebabkan antara lain adanya beberapa proyek pembangunan dan pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkendali oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, ditambah lagi ancaman-ancaman lainnya seperti illegal logging, dan adanya kebakaran hutan. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tetap berada dalam kodisi yang serba terbatas. Keterbatasan tersebut termanisfestasi dalam bentuk rendahnya pendidikan, ekonomi, akses politik, akses terhadap sumberdaya alam, dan melemahnya modal sosial, sehingga kemiskinan melekat pada mereka. Pada saat ini, 10,2 juta masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tergolong miskin. Keterbatasan ini sering menimbulkan aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pemanfaatan hutan yang kurang memperhitungkan asas berkelanjutan,
Mencermati kondisi permasalahan di atas, Kementerian Kehutanan telah menetapkan enam kebijakan prioritas pembangunan kehutanan, yaitu: (1) Pemantapan Kawasan Hutan, (2) Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung DAS, (3) Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, (4) Konservasi Keanekaragaman Hayati, (5) Revitalisasi Pemanfaatan Hutan Dan Industri Kehutanan dan (6) Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan.
Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, yang merupakan salah satu kebijakan prioritas pembangunan kehutanan, memerlukan upaya-upaya penyuluhan. Penyuluhan kehutanan yang terarah dan terencana akan mendorong percepatan kekuatan dan kemampuan masyarakat sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan, sehingga dapat tumbuh dan berkembang ekonomi rakyat yang mandiri, tangguh, dan berkelanjutan, yang dicirikan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, berkembangnya kapasitas dan kemampuan masyarakat, serta meningkatnya kelembagaan masyarakat.
Perlu dipahami bahwa agar tujuan penyuluhan dapat tercapai secara optimal maka penyuluhan kehutanan tidak dapat dilakukan oleh lembaga penyuluhan kehutanan saja. Namun perlu adanya kerjasama, koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Penyuluhan kehutanan harus menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang terkait. Dengan demikian, penyuluhan harus dilakukan secara sistemik, artinya penyuluhan harus dilihat sebagai suatu sistem. Slamet (2008) menyatakan bahwa perlu pembenahan sistem penyuluhan agar tanggung jawab penyuluhan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang lapangan, tetapi sistem tersebut meliputi banyak pihak atau komponen.
B. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti pembelajaran, peserta dapat memahami secara konseptual sstem pengembangan penyuluhan kehutanan
C. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta dapat menjelasakan:
1. Penyuluhan Kehutanan sebagai suatu sistem
2. Pengertian materi penyuluhan
3. Sumber materi penyuluhan kehutanan
4. Pebaikan dan pemantapan sistem penyuluhan kehutanan

PENGERTIAN SISTEM
Sistem adalah suatu kesatuan dari banyak unsur yang dapat menghasilkan output tertentu. Sistem terbentuk oleh adanya komponen-komponen atau unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan. Masing-masing komponen mempunyai fungsi sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan lainnya, di mana fungsi komponen yang satu dipengaruhi oleh fungsi komponen lain yang berhubungan dengannya. Kualitas output sistem bergantung pada kualitas fungsi setiap komponen. Artinya, bila salah satu komponen tidak ada atau tidak berfungsi, maka fungsi sistem secara keseluruhan akan terganggu atau bahkan tidak berfungsi sama sekali.
Dalam makna sistem sebagai suatu organisasi dari sejumlah element dan bagian yang bekerja sebagai sebuah unit. Sistem juga dapat bermakna sebagai sejumlah bagian yang berkomposisi saling terkoneksi, atau disebut sebagai kompleks (complex). Dan, dalam makna sebagai susunan dan desain yang sistematis, maka ia dekat dengan kata-kata: method, order, orderliness, organization, pattern, plan, systematization, dan systemization. Sedangkan, sebagai pendekatan yang digunakan untuk melihat sesuatu, makna sistem tergambar dalam kata-kata: fashion, manner, method, Sebuah sistem, adalah sebuah komposisi dari sejumlah element yang saling berinteraski sehingga membentuk sebuah kesatuan yang padu (a unified whole).
Dengan demikian, sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja sendiri dan bersama-sama saling mendukung; semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada lingkungan yang kompleks.
A. Komponen-Komponen Sistem
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat hal, yaitu:
1. Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
2. Berisi atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
3. Memiliki hubungan internal di antara objek-objek di dalamnya.
4. Sistem hidup dalam satu lingkungan tertentu.
B. Penyuluhan Kehutanan Sebagai Sub Sistem Dari Kementerian Kehutanan
Keberhasilan penyuluhan kehutanan bukan merupakan tangung jawab lembaga penyuluhan semata, namun harus melibatkan banyak komponen yang terlibat dalam pembangunan kehutanan. Dengan kata lain, keberhasilan penyuluhan kehutanan harus dilaksanakan secara sistemik. Hal ini berarti bahwa secara organisatoris keberhasilan penyuluhan kehutanan harus dilihat dari perspektif atau dimensi sistem, baik secara makro. mezzo, maupun mikro. Sebagai sutau sistem, keberhasilan kegiatan penyuluhan kehutanan sangat ditentukan oleh berfungsinya semua komponen yang ada dalam sistem penyuluhan kehutanan tersebut.
Dilihat secara makro, lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan penyuluhan kehutanan merupakan sub sistem dari sistem pembangunan nasional secara keseluruhan. Dilihat secara mezzo, lembaga penyuluhan kehutanan merupakan sub sistem dari sistem Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Sedangkan, ditinjau secara mikro maka lembaga penyuluhan kehutanan merupakan sistem tersendiri. Ketiga dimensi tersebut pada dasarnya mempuyai keterkaitan dengan proses pembangunan yang terjadi pada masyarakat. Karena pembangunan yang direncanakan secara makro pun perlu di dukung dalam penerapannya di level mezzo dan mikro.
Dalam konteks mezzo, lembaga penyuluhan kehutanan yaitu Pusat Pengembangan Penyuluhan dan Pusat Pelayanan Penyuluhan merupakan salah satu sub sistem dari BP2SDM Kemenhut, di mana BP2SDM merupakan sub sistem dari Kemenhut.. Selain Setjen, Kemenhut memiliki beberapa sub sistem lain yaitu: Direktorat Jenderal Planologi (Ditjen Plan), Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (Ditjen BPDASPS), Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan (Ditjen BUK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang), serta Inspektorat Jenderal (Irjen). Slamet (2008) menyatakan bahwa fungsi komponen yang satu dipengaruhi oleh fungsi komponen yang lainnya. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda namun saling saling terkait satu sama lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan kehutanan bergantung pada berfungsinya sub-sub sistem yang ada dalam Kemenhut yang saling berinteraksi secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kehutanan.
Wirawan (2003) menyatakan bahwa sub-sub sistem mempunyai fungsi tertentu yang bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan sistem. Dalam suatu sistem, ikatan sinergis dapat berupa koordinasi, kerjasama, struktur/hirarki organisasi, dan/atau garis komando. Dengan demikian dalam rangka mewujudkan visi Kemenhut yaitu Hutan lestari dan Masyarakat Sejahtera, maka perlu dibangun koordinasi dan kerjasama di antara sub-sub sistem yang ada dalam Kemenhut, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan, baik kebijakan untuk kegiatan di lapangan maupun kegiatan administrasi, dengan demikian dapat dihindari terjadinya pemborosan anggaran. Perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan sistem secara intensif dan berkesinambungan agar tercapai efisiensi dan efektivitas pembangunan kehutanan.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh salah satu sub sistem harus di arahkan pada upaya pencapaian tujuan sistem, dan harus bersinergi dengan kegiatan-kegiatan dari sub-sub sistem lainnya. Hal ini dapat terwujud melalui koordinasi, komunikasi dan kerjasama antar sub-sub sistem sebagai berikut :
Gambar 1. Komponen-Komponen Sistem Kementerian Kehutanan
Demikian pula dalam proses pengambilan dan penetapan kebijakan. Pembahasan kebijakan yang akan diambil oleh salah satu sub sistem harus melibatkan atau dikomunikasikan kepada sub-sub sistem lain agar dapat diperoleh masukan-masukan yang berguna. Melalui pelibatan berbagai sub sistem maka akan diperoleh banyak pemikiran dan alternatif pemecahan masalah yang lebih baik, karena dengan keterlibatan dari semua sub sistem memungkinkan munculnya beberapa pengalaman dan ide yang beraneka ragam, serta latar belakang peninjauan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga akan dihasilkan kebijakan yang baik, bukan kebijakan yang tumpang tindih atau kontradiktif dalam pengimplementasiannya.
Perencanaan penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh Baplan dalam pelaksanaannya akan bersentuhan dengan masyarakat sekitar hutan, oleh karenanya membutuhkan koordinasi dengan lembaga penyuluhan kehutanan dalam rangka mendekati dan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Balitbang memiliki peran dalam mengkaji kondisi alam dan masyarakat yang hasilnya sebagai masukan bagi Baplan.
Hasil-hasil penelitian Balitbang antara lain pemuliaan tanaman hutan, pemrosesan hasil hutan yang baik, teknik pengawetan kayu, dan lain sebagainya sangat bermanfaat bagi pihak BPK. Hasil-hasil tersebut dapat digunakan sebagai materi untuk melakukan pembinaan pada pihak-pihak yang diberi hak untuk mengelola hutan, sehingga diperoleh produksi kayu yang berkualitas serta dihasilkan secara ramah lingkungan. Dalam pelaksanaannya BPK juga akan bersentuhan dengan masyarakat yang telah diberikan hak oleh pemerintah untuk mengelola hutan, oleh karenanya koordinasi dengan lembaga penyuluhan menjadi suatu keharusan.
Kegiatan-kegiatan RLPS sering bersentuhan dengan masyarakat. Oleh karena itu, program/proyek yang diluncurkan oleh RLPS harus selaras dengan tujuan dari pusbangyanluh agar dapat tercipta masyarakat yang mandiri. Untuk itu diperlukan koordinasi dan komunikasi dalam rangka mensinergikan kegiatan RLPS dengan Kegiatan Pusbangyanluh. Kegiatan RLPS juga membutuhkan hasil-hasil penelitian Balitbang, misalnya kajian sosial budaya, kajian teknis kehutanan sehingga kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Lembaga penyuluhan memerlukan kerjasama dengan Balitbang dalam rangka medapatkan inovasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Inovasi ini kemudian dikemas oleh lembaga penyuluhan agar dapat diterapkan oleh masyarakat.
Agar semua kegiatan yang dilaksanakan oleh komponen-komponen berjalan efisien dan efektif maka diperlukan pengawasan dan penilaian. Selain dilakukan secara internal oleh setiap komponen-komponen sistem, maka untuk menjamin obyektivitas pengawasan dan penilaian diperlukan lembaga lain. Lembaga tersebut adalah Inspektorat Jenderal.
Hal penting yang juga sangat perlu diperhatikan dalam mensinkronisasikan kegiatan adalah pada saat mengusulkan anggaran untuk kegiatan atau program tahunan setiap sub sistem tersebut. Setiap wakil dari sub sistem beserta pejabat keuangan, seharusnya bersama-sama memaparkan rencana kegiatannya sehingga dapat diketahui kegiatan apa saja yang terjadi tumpang tindih, atau pada kegiatan apa saja kegiatan tersebut dapat saling melengkapi.
Hasil koordinasi dan komunikasi antar sub sistem ini dapat diusulkan kepada pengambil kebijakan puncak (menteri kehutanan) untuk disyahkan menjadi kebijakan dasar yang memayungi kegiatan-kegiatan setiap sub sistem. Kebijakan dasar ini juga seharusnya dapat menjadi pijakan kegiatan penyuluh-penyuluh kehutanan yang berada di daerah, yang sejak otonomi daerah keberadaan mereka secara administrasi kepegawaian telah dilimpahkan kepada pemda.
Dengan demikian, keberhasilan atau tercapainya tujuan pembangunan kehutanan yang dilaksanakan sangat ditentukan oleh berfungsinya semua sub sistem yang ada dalam Kemenhut, yang secara sinergis bekerjasama. Apabila sinegitas tidak terjadi maka tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara optimal.


MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN
A. Materi Penyuluhan Kehutanan
Dalam proses komunikasi antara penyuluh dengan sasaran (para petani), penyuluh kehutanan akan menyampaikan segala sesuatu yang menyangkut ilmu dan teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan juga ajakan kepada masyarakat sasaran untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan materi penyuluhan kehutanan adalah segala sesuatu atau pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasarannya dalam suatu kegiatan penyuluhan. Materi-materi yang disampaikan oleh penyuluh kehutanan dapat bersifat informatif, persuasif dan entertainment, yang pada dasarnya mempunyai tujuan utama, yaitu:
– To secure understanding
– To establish acceptance
– To motivate action
Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa masyarakat mengerti materi yang diterimanya. Andaikan sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action).
Materi yang disampaikan dalam proses penyuluhan harus bersifat inovatif yang mampu mengubah atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan ke arah pembaharuan dalam segala aspek kehidupan masyarakat sasaran, demi selalu terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat sasaran yang bersangkutan.
Inovasi ,Rahim ( 1971 ) membedakan adanya dua macam tipe pesan,yaitu :
a. Pesan Ideologis ,adalah konsep dasar yang melandasi dan dijadikan alasan untuk melaksanakan perubahan-perubahan atau pembangunan yang yang direncanakan demi terwujudnya perbaikan mutu hidup.Misalnya pembangunan di Indonesia yang memilih “pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur,materiil dan spiritual berdasarkan pancasila” sebagai pesan ideologisnya.
Pesan ideologis seperti itu,terus menerus ditanamkan dan dimasyarakatkan ke dalam lubuk hati segenap warga masyarakat,baik sebelum prencanaan program –program pembangunan maupun proses pelaksanaan pembangunan dengan maksud untuk menumbuhkan dan menggerakan partisipasi masyarakat,serta menjaga agar pembangunan dapat terus berlangsung dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui pesan-pesan ideologis juga dimaksudkan agar proses pembangunan dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dijadikan acuannya,dan hasilnya dapat dinikmati oleh setiap individu dan seluruh warga masyarakat secara adil,seimbang,selaras dan serasi.Dengan demikian proses pembangunan dapat tetap berlangsung dalam kerangka pembangunan untuk manusia dan bukannya justru menjadikan manusia sebagai obyek pembangunan semata.
Hasil-hasil pembangunan harus benar-benar mampu memperbaiki mutu hidup masyarakat,dalam arti ( Seers ,1981 ) :
– Meningkatkan pemerataan dan mengurangi kesenjangan,
– Memperluas lapangan dan kesempatan kerja
– Menjamin kebebasan dari segala macam bentuk penindasan.
b. Pesan Imformatif ,adalah segala bentuk imformasi yang berkaitan dengan dan bergantung pada pesan ideologisnya. Pesan imformatif dapat berbentuk kebijakan pembangunan,nilai-nilai sosial budaya dan semua imformasi yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai serta segala macam upaya yang ingin dilaksanakan melalui kegiata-kegiatan pembangunan yang direncanakan ,seperti ide-ide,metoda,petunjuk tehnis,imformasi tehnologi baru dll.
Havelock ( 1969 ) membedakan dalam 4 ( empat ) macam tipe pesan :
a. Pengetahuan Tentang Ilmu Dasar,merupakan hasil penelitian dasar yang berupa metoda dan teori-teori,belum dapat dijadikan acuan untuk langsung diterapkan oleh masyarakat luas.
b. Hasil riset terapan dan pengembangan/pengujian,pada hakekatnya merupakan kegiatan lanjutan untuk mengkaji hasil –hasil penelitian dasar.
c. Pengetahuan praktis, merupakan ringkasan dari riset terapan dan pengembangan /pengujian yang telah diolah dan dikaji ulang menjadi imformasi yang mudah dipahami oleh semua pihak.
d. Pesan pengguna ,adalah umpan balik dari masyarakat yang telah menerapkan inovasi yang ditawarkan oleh para penyuluh.
Pesan pengguna dalam kehidupan sehari-hari dapat berbentuk :
– Ekspresi tentang kebutuhan,yang berupa keluhan,kepuasan,kegembiraan,atau cerita tentang pengalaman yang disampaikan oleh pengguna kepada penyuluh atau teman-temannya ,setelah ia ( pengguna ) menerapkan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
– Reaksi konsumen , yang berupa meningkatnya kebutuhan akan inovasi yang bersangkutan ( dalam bentuk imformasi/penjelasan atau produk ); perbaikan produksi dan pendapatan setelah menetapkan inovasi yang ditawarkan;sikap negatif yang ditunjukan kepada penyuluh/tokoh masyarakat,jika ternyata inovasi yang ditawarkan tidak memberikan manfaat/perbaikan mutu hidup atau bahkan merugikan dan menuntut pengorbanan yang harus ditanggungnya.
Untuk kegiatan penyuluhan kehutanan,ragam materi yang perlu disiapkan adalah :
1. Kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan kehutanan ( baik dari tingkat pusat maupun sampai ditingkat lokal ) seperti pola kebijakan umum pembangunan kehutanan,kebijakan harga dasar,penyaluran kredit usahatani,distribusi sarana produksi dll.
2. Hasil-hasil penelitian/pengujian dan rekomendasi tehnis yang permintaan oleh instansi yang berwenang.
3. Imformasi pasar seperti : harga barang,penawaran dan permintaan produk.
4. Petunjuk tehnis tentang penggunaan alat dan sarana produksi
5. Pengalaman petani yang telah berhasil
6. Imformasi tentang kelembagaan dan kemudahan-kemudahan yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan
7. Dorongan dan rangsangan untuk terciptanya swakarsa dan swadaya masyarakat.
B. Sumber Materi Penyuluhan
Seperti halnya materi yang beragam,sumber imformasi yang dapat dijadikan materi penyuluhan juga sangat beragam,baik yang dihasilkan oleh para peneliti,penyuluh atau oleh masyarakat pengguna sendiri yang lebih dahulu telah menerapkan inovasi yang ditawarkan..
Sumber materi dapat dikelompokan dalam :
1. Sumber resmi dari instansi pemerintah:
a. Departemen / dinas-dinas terkait
b. Lembaga penelitian dan pengembangan
c. Pusat-pusat pengkajian
d. Pusat-pusat informasi
e. Pengujian lokal yang dilaksanakan oleh penyuluh.
2. Sumber resmi dari lembaga-lemabaga swasta/lembaga swadaya masyarakat,yang khusus bergerak di bidang penelitian,pengkajian, dan penyebaran informasi.
3. Pengalaman petani,baik dari pengalaman usahataninya sendiri atau hasil dari “petak pengalaman “ yang dilakukan secara khusus dengan atau tanpa bimbingan penyuluhnya.
4. Sumber lain yang dapat dipercaya,misalnya informasi pasar dari para pedagang ,perguruan tinggi dll.
Perlu diingat bahwa :
1. Materi yang berasal dari lembaga-lembaga resmi ( pemerintah dan atau swasta seringkali tidak selalu sesuai dengan kondisi pengguna,meskipun telah teruji melalui metoda ilmiah tertentu.
Hal ini disebabkan karena,baik lingkungan fisik maupun sumberdaya yang digunakan tidak selalu sama seperti yang dimiliki atau yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna yang berkaitan dengan peralatan yang digunakan ,pengetahuan dan ketrampilan yang dikuasai dan tersedianya modal yang terbatas.Sehingga tidak mengherankan jika materi-materi yang disampaikan seringkali ternyata :
a. Secara tehnis tak dapat dilaksanakan
b. Secara ekonomi tidak menguntungkan dan
c. Tidak dapat diterapkan karena pertimbangan – pertimbangan politis,sosial dan budaya setempat yang tidak mendukungnya.
2. Materi yang berasal dari pengalaman petani,seringkali masih diragukan keterhandalannya( ketepatan dan ketelitiannya ),karena sering kali tidak dilaksanakan dengan memperhatikan metoda ilmiah tertentu yang telah dilakukan.
3. Materi yang berasal dari sumber lain,seringkali tidak jujur,karena dari padanya melekat kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan pengguna maupun masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karenanya bagi para pengguna inovasi harus selalu bersikap hati-hati,dengan selalu mencoba terlebih dahulu dalam skala usaha yang lebih kecil sebagai petak pengalaman atau dengan melakukan pengujian lokal ( local verifikation trials ).
C. Sifat-sifat Materi Penyuluhan Kehutanan
Agar kegiatan komunikasi penyuluhan dapat berjalan baik perlu diperhatikan ciri-ciri dari suatu materi yang efektif. Schramm (1972) dalam Cangara (2000) menyatakan bahwa agar pesan komunikasi, dalam konteks ini adalah materi penyuluhan, dapat dengan mudah dimengerti oleh penerima, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a.Materi harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.
b.Materi harus menggunakan lambang atau bahasa yang dapat dimengerti oleh sasaran suluh.
c.Materi harus sesuai dan/atau dapat membangkitkan kebutuhan sasaran suluh.
d.Materi harus menyarankan suatu jalan atau penyelesaian dalam rangka memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi masyarakat sehingga dapat membangkitkan respon yang dikehendaki.
Mengacu pada pernyataan Scramm di atas, maka materi penyuluhan kehutanan harus sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan sasaran (petani), sehingga petani akan tertarik perhatiannya dan terangsang untuk melaksanakannya. Materi yang menarik perhatian para petani tentunya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha taninya seperti perbaikan produksi, perbaikan pendapatan dan perbaikan tingkat kehidupan.
Mardikanto (1996) membedakan adanya tiga macam materi penyuluhan yaitu:
1. Berisikan pemecahan masalah yang sedang dan akan dihadapi. Sesuai dengan filosofi penyuluhan yaitu berusaha untuk “membantu orang lain agar mereka dapat membantu dirinya sendiri“, maka materi yang berisikan pemecahan masalah merupakan kebutuhan utama yang diperlukan oleh masyarakat sasaran. Karena itu, didalam setiap kegiatan penyuluhan, materi ini harus diutamakan terlebih dahulu, sebelum menyampaikan materi yang lainnya.
2. Berisikan petunjuk dan rekomendasi yang harus dilaksanakan. Materi penyuluhan yang berisi petunjuk atau rekomendasi bagaimana harus melaksanakan sesuatu, seringkali sangat diharapkan oleh masyarakat sasaran walaupun terkadang materi ini kurang memperoleh prioritas dibanding dengan materi yang berisi pemecahan masalah. Karena itu, materi seperti ini hanya dibatasi pada petunjuk atau rekomendasi yang harus segera dilaksanakan. Penyuluh kehutanan seyogyanya tidak memberikan petunjuk atau rekomendasi yang pelaksanaannya akan dilakukan pada masa-masa mendatang (masih memerlukan waktu beberapa lama lagi), sebab bisa saja terjadi pada saat harus dilaksanakan atau diterapkan, ternyata masyarakat sudah lupa sehingga materi harus diulang kembali. Bahkan mungkin petunjuk atau rekomendasi tersebut sudah “out of date” sehingga harus diperbaiki atau disempurnakan lagi sesuai dengan perubahan atau perkembangan keadaan yang dihadapi.
3. Materi yang bersifat instrumental, Berbeda dengan kedua materi yang dikemukakan diatas, materi penyuluhan seperti ini tidak harus “dikonsumsi” dalam waktu singkat, tetapi merupakan materi yang perlu diperhatikan dan mempunyai manfaat jangka panjang, seperti kewirausahaan, pembentukan koperasi, pembinaan kelompok dll. Sesuai dengan sifatnya, materi yang disampaikan biasanya berkaitan dengan upaya peningkatan dinamika kelompok, dorongan bagi tumbuhnya swakarsa, swakarya dan swadana. Atau hal-hal yang berkaitan dengan kemandirian yang lain.
Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa agar materi penyuluhan dapat diterima, dimanfaatkan dan diterapkan oleh masyarakat, perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:
1. Sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat, sehingga mudah dan dapat diaplikasikan.
2. Tidak bertentangan dengan norma, nilai, kepercayaan, adat dan bila perlu tidak pula bertentangan pola pertanian yang terbiasa dilakukan apabila pola tersebut baik dan merupakan kearifan lokal.
3. Memberi atau mendatangkan keuntungan ekonomis (berpengaruh positip terhadap tingkat kehidupan petani)
4. Mengesankan dan merangsang petani untuk melaksanakan perubahan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup menuju perkembangan dan kemajuan.
5. Bersifat praktis dan dapat dilaksanakan oleh para petani sehingga mendorong kegiatannya.
6. Menggairahkan petani sehingga para petani menjadi antusias dan terbujuk untuk mau memperhatikan, menerima, mencoba, dan melaksanakan/ menerapkannya dalam kegiatan pertaniannya.
D. Pemilihan Materi Penyuluhan
Apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh,pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut harus selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh masyarakat sasarannya.
Tetapi didalam praktek,seringkali penyuluh menghadapi kesulitan untuk memilih dan menyajikan materi yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat sasarannya.Hal ini,bisa disebabkan karena keseragaman sasaran yang dihadapi ( sehingga menuntut keragaman kebutuhan yang berbeda ),atau keragaman materi yang harus disampaikan pada saat yang sama.Kesulitan lain yang dapat muncul manakala pemahaman tentang sasaran dan waktu menjadi pembatas.
Arboleda ( 1981) memberikan acuan agar setiap penyuluh mampu membeda-bedakan ragam materi penyuluhan yang ingin disampaikan pada setiap kegiatan.
1.Materi pokok yaitu materi yang benar-benar dibutuhkan dan harus diketahui oleh sasaran utama.materi pokok sedikitnya mencakup 50% dari seluruh materi yang ingin disampaikan pada saat yang sama
2. Materi yang penting yaitu materi yang berisi dasar pemahaman tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh sasarannya.Materi ini,diberikan sekitar 30 % dari seluruh materi yang ingin disamapaikannya.
3. Materi penunjang,yaitu materi yang masih berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan.yang sebaiknya diketahui oleh sasaran untuk memperluas cakrawala pemahamannya tentang kebutuhan yang dirasakannya itu.Materi ini maksimal sebanyak 20 % dari seluruh materi yang diberikan.
4. Materi yang mubazir,yaitu materi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada gayutannya dengan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat sasarannya. Karena itu dalam setiap kegiatan penyuluhan,sebaiknya justru dihindari penyampaian materi – materi seperti ini.
Super flous 0 %
Helpful 20 %
Important 30 %
Vital 50 %


PERBAIKAN DAN PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN KEHUTANAN
Masyarakat sekitar hutan pada umumnya adalah petani, yang sangat mengharapkan adanya perubahan dalam tingkat kesejahteraan hidupnya Perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat terwujud apabila masyarakat memiliki keberdayaan sehingga mengakses ruang ekonomi dan mampu membantu dirinya sendiri keluar dari kesulitan hidupnya. Oleh karena, situasi dan kondisi penyuluhan kehutanan yang ada saat ini belum optimal, dan berdasarkan apa yang telah dikaji di atas, maka dirasa perlu segera melakukan pemantapan pola-pola dalam sistem penyuluhan kehutanan baik oleh pemerintah pusat maupun pemda, yang pada prinsipnya mengacu pada UU no 16 Tahun 2006. Pola-pola tersebut adalah:
1. Penerbitan PP oleh pemerintah pusat sebagai langkah keseriusan terhadap eksistensi UU No. 16 Tahun 2006. Lembaga-lembaga penyuluhan harus dapat mendesak dan meyakinkan pemerintah tentang pentingnya PP agar UU No. 16 Tahun 2006 dapat segera diimplementasikan.
2. Pemantapan struktur organisasi penyuluhan kehutanan
Pemantapan dan pengembangan struktur organisasi penyuluhan kehutanan meliputi:
a. Pada tingkat pusat terdapat Badan yang menangani Penyuluhan.
b. Pada tingkat provinsi terdapat Badan Koordinasi Penyuluhan
c. Pada tingkat kabupaten/kota terdapat Badan Pelaksana Penyuluhan, dan
d. Pada tingkat Kecamatan terdapat Balai Penyuluhan, serta ditambah dengan:
e. Pos Penyuluhan Kehutanan yang berada di tingkat desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural
3. Pemantapan personalia atau sumberdaya manusia (SDM)
Pemantapan dan pengembangan personalia meliputi:
a. Perekrutan Penyuluh Kehutanan baru
b. Pembinaan dan pengembangan SDM penyuluhan kehutanan yang telah ada
c. Penyebaraan penyuluh kehutanan ke daerah-daerah secara proposional
d. Kejelasan atas tugas dan karir penyuluh kehutanan
Pemantapan dan pengembangan personalia pada dasarnya bertujuan agar SDM penyuluhan kehutanan memiliki kompetensi yang memadai untuk membantu sasaran suluh. Kompetensi tersebut meliputi:
a. Teknologi penyuluhan kehutanan/pemberdayan masyarakat
b. Pemahaman terhadap substansi kehutanan
c. Sistem silvoagribisnis
4. Pemantapan materi penyuluhan kehutanan
Keinginan masyarakat sekitar hutan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya akan tercapai apabila mereka dapat meningkatkan pengelolaan usaha taninya, sehingga dapat meningkatkan produksinya. Namun demikian, peningkatan produksi tanpa disertai dengan pemasaran yang baik, tentu tidak dapat mewujudkan keinginan mereka, karena pendapatan mereka tetap saja kecil. Oleh karenanya, diperlukan pemantapan materi penyuluhan kehutanan tentang sistem silvoagribisnis.
5. Pemantapan sistem kerja dan metode penyuluhan kehutanan
Beberapa hal yang dapat dijadikan prinsip kerja dalam rangka meningkatkan mutu penyuluhan kehutanan adalah:
a. membangun hubungan yang akrab antara penyuluh kehutanan dengan masyarakat. Hubungan akrab ini ditumbuhkan dan dibina dengan sistem kerja yang tertib, teratur dan berkesinambungan.
b. Materi penyuluhan harus aktual, segar, dan dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Materi penyuluhan yang akan disampaikan harus dikuasai benar oleh penyuluh kehutanan. Hal ini memerlukan kesadaran dan kemauan penyuluh untuk menjadi manusia pembelajar.
d. Memilih dan memilah metode penyuluhan kehutanan yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap situasi dan kondisi masyarakat menjadi penting sebelum memilih dan memilah metode penyuluhan yang akan digunakan.
6. Pemantapan sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas penyuluhan kehutanan yang perlu dimantapkan meliputi: bangunan, areal percontohan (demplot), mobilitas (sarana tranportasi), perlengkapan penyuluhan, dan biaya. Yang kesemuanya memerlukan anggaran yang memadai. Pemenuhan biaya ini dapat diusahakan dari segala sumber (misalnya APBN, APBD, sumbangan dan lain sebagainya).
Dengan terlaksananya pengembangan dan pemantapan pola penyuluhan kehutanan seperti yang telah dikemukakan, maka kegiatan penyuluhan kehutanan diharapkan dapat berjalan lancar, efisien dan efektif, sehingga tujuan penyuluhan kehutanan dan kenginan/harapan masyarakat dapat terpenuhi atau tercapai secara optimal.

0 komentar: