Sosiologi Kehutanan


Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.

Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun dipegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

Pengelolaan hutan Indonesia sebenarnya dulu merujuk pada sistem warisan Pemerintah Kolonial. Sistem pengelolaan warisan itu, lebih untuk menghasilkan keuntungan bagi negara dari penjualan hasil kayu. Hal tersebut, pada satu sisi, menjadikan pemerintah memiliki wewenag besar dalam mengatur dan mengendalikan pemanfaatan hutan. Hanya pihak-pihak yang diberikan izin oleh pemerintah boleh memasuki dan memanfaatkan hasil hutan. Biasanya, pihak-pihak tersebut terbatas pada perusahaan swasta atau perusahaan negara.

Pada sisi lain, masyarakat menganggap hutan merupakan kekayaan bersama bangsa ini. Dengan demikian, masyarakat seharusnya dapat ikut memanfaatkan hutan secara langsung. Lebih jauh, masyarakat seharusnya mempunyai hak untuk ikut terlibat dalam pengelolaan hutan. Apalagi, jika mereka memang tinggal di dalam atau sekitar hutan, sehingga kehidupan mereka bersinggungan langsung dengan (bahkan tak terpisahkan dari) keberadaan hutan.

UU No. 41/1999 tentang Kehutanan adalah salah satu upaya untuk memperbaiki sistem lama pengelolaan hutan di Indonesia. Masyarakat dinyatakan mempunyai hak, bahkan kewajiban, yang lebih besar untuk terlibat dalam pengelolaan hutan.

Hutan merupakan komoditas yang sangat strategis, baik untuk masyarakat maupun negara. Pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat seringkali bertentangan dengan kebijakan pengelolaan hutan oleh negara. Perspektif negara yang dominan sering membuat masyarakat pinggir hutan yang marjinal semakin tertindas secara struktural.

Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan-penyuluhan bagi masyarakat agar mengerti bagaimana pola pemanfaatan hutan yang baik dan benar serta tidak bertentangan dengan kebijakan pengelolaan hutan oleh pemerintah. Masyarakat harus mengetahui fungsi hutan yang sebenarnya tanpa mengenyampingkan keperluan mereka sendiri.


Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan


Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Masyarakat sekitar hutan dalam memandang hutan sebagai ruang kehidupan yang luas, tidak hanya bermakna produksi atau ekonomi, tetapi juga sumber manfaat lainnya, baik bersifat ekologis ataupun terkait dengan aspek kultural, sehingga makna religi yang menempati kedudukan terhormat. Kepentingan masyarakat sekitar hutan yang menyangkut sendi kehidupannya itu menimbulkan komitmen yang kuat guna memanfaatkan sumber daya hutan sebaik-baiknya (FWI dan GFW, 2001).

Masyarakat sekitar hutan pada umumnya merupakan masyarakat yang tertinggal, kondisi sosial ekonomi golongan masyarakat pada umumnya rendah. Akibatnya sering timbul kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan. Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik, 1998).



Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Bila keadaan sosial ekonomi masyarakat baik, maka hutan pun akan aman dan kelestariannya pun dapat terjamin. Sebaliknya bila terdapat kemiskinan, kelaparan atau kekurangan pangan maka hutan akan menjadi sasaran. Dengan demikian perlu adanya pemahaman sosial ekonomi dan budaya masyarakat, karena pada dasarnya manusia adalah pemikir, perencana dan penyelenggara pelesatarian lingkungan, sehingga pada akhirnya akan menunjang pembangunan, khususnya di sektor pertanian maupun kehutanan (Waruwu, 1984).

Beberapa hal penting untuk menciptakan keadaan yang baik sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup majemuk bagi masyarakat, peningkatan pendapatan dan taraf hidup, pengadaan sarana dan mewujudkan lingkungan hidup yang sehat serta peningkatan upaya bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat (Kotijah, 2006).


Masalah Lingkungan pada Pengelolaan Hutan

Masalah lingkungan hidup mulai dirasakan sejak revolusi industri di Inggeris, yang kemudian menyebar ke seluruh Benua Eropa, hingga perkembangannya sampai ke Amerika, dan belahan dunia timur. Kegiatan industri telah memacu kepada eksploitasi sumber daya alam guna memenuhi kebutuhan industri tersebut (Tim Konsultan Focus, 1999).

Adanya aktivitas industri ini bagi masyarakat dunia merupakan bentuk peluang sekaligus resiko bagi tatanan kehidupan umat manusia. Peluang secara ekonomi, proses industri merupakan upaya meningkatkan nilai tambah hasil sumber daya alam. Resiko lingkungan dari aktivitas industri meminta konsekuensi besar-besaran terhadap SDA, sekaligus munculnya pencemaran dari buangan industri.

Ancaman Kerusakan Ekosistem Hutan

Eksploitasi hutan sebagai sub sistem penyangga kehidupan di bumi ternyata, merupakan faktor yang cukup krusial menimbulkan dampak lanjutan apabila telah mengalami gangguan keseimbangan. Kerusakan ini dapat berupa pengurangan luas wilayah hutan, perusakan fungsi tata guna hutan, maupun menurunnya produktivitas lahan hutan.


Kerusakan hutan yang terjadi akibat pembabatan atau eksploitasi hutan, kebakaran hutan telah menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Karena dalam sistem hutan tropis seperti di Indonesia, sebagian besar zat hara lebih banyak tersimpan dalam tegakan hutan tersebut. Dalam laporan State of the World 1989, dampak kerusakan hutan telah menyebabkan erosi tanah yang menghanyutkan sekitar 24 milliar ton lapisan tanah bagian atas (Tim Konsultan Focus 1999).

Kajian IIASA (International Institute For Applied System Analysis) memperkirakan akibat perusakan hutan-hutan di Eropa berjumlah US $ 30,4 milliar/tahun atau setara dengan hasil tahunan industri baja di Jerman. Hilangnya kayu mentah atau yang belum diproses dari reduksi sebesar 16 % panen tahunan senilai US $ 6,3 milliar. Kemudian kayu mentah yang hilang itu diubah menjadi gelondongan atau bubur kertas nilainya dapat mencapai US $ 7,2 milliar. Kerugian-kerugian lain matinya hutan-hutan, mncakup biaya-biaya banjir yang bertambah, hilangnya lapisan tanah, endapan di sungai-sungai, dinilai mencapai US $ 16,9 miliar/tahun.

Dampak Pengurangan Keanekaragaman Hayati

Dampak langsung dari kerusakan hutan-hutan di dunia, yaitu banyaknya jenis-jenis kekayaan hayati dalam ekosistem hutan tersebut yang telah berkurang, bahkan telah musnah bersama hilangnya tegakan hutan. Disamping akibat kerusakan hutan, kelangkaan jenis hayati, sumberdaya genetis, dan plasma nutfah juga banyak disebabkan oleh eksploitasi berlebihan terhadap jenis-jenis hayati (tumbuhan dan hewan), fragmentasi habitat, dan akibat proses hibridisasi jenis yang tidak melestarikan genetik asli.

Kegiatan eksploitasi, fragmentasi, dan hibridisasi ternyata telah memicu proses kelangkaan dan musnahnya berbagai jenis hayati di bumi. Laporan dari WWF sebanyak 15 – 20 % dari seluruh spesies makhluk hidup akan punah pada tahun 2000. Dan laporan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), telah diidentifikasi ada 20 spesies tumbuhan dan 89 spesies hewan terancam punah d wilayah hutan bakau, serta tiga perempat dari 900 jenis burung di bumi telah langka dan terancam punah. Data FAO menyatakan 4 dari 17 wilayah penangkapan ikan di dunia telah dikuras populasinya, diantaranya menyebabkan ikan tuna sirip biru di wlaiayah Atlantik telah menyusut 94 % dari jumlah sebelumnya.

Memperhatikan ancaman dari kepunahan berbagai organisma, IUCN telah menyusun daftar spesies organisma langka dan sangat langka pada berbagai wilayah di dunia, yaitu kelompok binatang menyusui 145 spesies, kelompok burung 437 spesies, kelompok ampibi dan reptil 69 spesies, invertebrata lebih 400 spesies, dan kelompok tumbuhan 250 spesies.
 
 
Menjaga Keutuhan Hutan dengan Berbagai Sistem

Hutan merupakan sumber daya alam hayati yang peranannya sangat vital dalam sendi-sendi kehidupan. Baik di Indonesia maupun dunia, semua mengakui jika vitalitas hutan betul-betul signifikan. Dimulai dari yang paling vital namun sederhana, ialah peranannya dalam menyuplai oksigen ke seluruh biosfer. banyak cara menjaga keutuhan hutan tanpa merusak apa yang ada di dalamnya termasuk tumbuhan dan hewan. Masyarakat sekitar hutan tetap bisa memanfaatkan keberadaan hutan untuk menambah penghasilan. masyarakat dapat melakukan dengan sistem Agroforestry Tipe Agrosilvikultur atau merupakan kombinasi tanaman hutan dengan tanaman pangan, buah dan tanaman perkebunan seperti karet, damar dan aren.

Agroforestry merupakan teknologi kombinasi agrikultur/pertanian dan kehutanan untuk menciptakan lahan secara integral, produktif dan menggunakan sistem yang berbeda (Garrett at el. 2000). Agroforestry mempunyai kemampuan untuk menyediakan manfaat ekonomi jangka pendek; pada saat petani menunggu hasil kehutanan tradisional yang jangka waktunya relatif panjang. Sebagai contoh dari sistem agroforestry adalah penanaman tanaman penyangga di tepi sungai yang dapat memperkecil pengaruh banjir dan melindungi kualitas air, menyediakan habitat satwa liar, kesempatan/peluang untuk rekreasi dan memproduksi sesuatu yang bisa dipanen, seperti biji-bijian yang dapat dimakan dan tumbuh-tumbuhan untuk obat-obatan.

Ludgren dan Raintree, 1982 mendefinisikan Agroforestry sebagai nama kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi pengelolaan lahan dimana tanaman berkayu (pohon, semak belukar, palma, bambu dst.) dan tanaman pertanian ditanam pada suatu unit manajemen lahan baik melalui pengaturan ruang (jarak tanam) maupun pengaturan waktu (pergiliran, daur). Dalam sistem agroforestry senantiasa ada interaksi ekologis dan ekonomi di antara komponen-komponen yang berbeda.

Budowski (1981) dalam Lahjie, A.M (2001) menjelaskan beberapa keuntungan Agroforestry antara lain :

· Manfaat Lingkungan/ekologi :

1. Pengurangan tekanan terhadap hutan

2. Daur ulang usnur hara yang cukup efisien pada lahan oleh pohon-pohon yang mempunyai perakaran dalam

3. Perlindungan yang lebih baik bagi sistem ekologi

4. Pengurangan aliran permukaan, pencucian unsur hara dan erosi tanah melalui efek rintangan yang dihasilkan oleh akar-akar dan batang pohon pada proses-proses tersebut

5. Perbaikan iklim mikro, seperti penurunan suhu permukaan tanah dan pengurangan penguapan kelembaban tanah melalui pemulsaan dan penaungan oleh pohon

6. Peningkatan unsur hara tanah melalui penambahan dan dekomposisi seresah yang jatuh

7. Perbaikan struktur tanah melalui penambahan bahan organik secara tetap dari seresah yang terdekomposisi



· Manfaat Ekonomi

1. Peningkatan kesinambungan hasil-hasil pangan, kayu bakar, pakan ternak, pupuk dan kayu pertukangan serta protein dari satwa liar yang ada di dalamnya

2. Mengurangi terjadinya kegagalan total tanaman pertanian, yang biasa terjadi pada tanaman monokultur; dan

3. Meningkatkan jumlah pendapatan pertanian karena peningkatan produktifitas dan kesinambungan produksi

4. Terdapat lebih banyak fleksibilitas untuk mendistribusikan kegiatan kerja sepanjang tahun

5. Kehadiran pepohonan dapat mengurangi biaya penyiangan

6. Investasi ekonomi untuk melakukan penanaman pohon dapat dikurangi karena diperoleh keuntungan dari tanaman pangan musiman pada tahap awal pertumbuhan pohon.

7. Para petani dapat memperoleh manfaat ekonomi langsung yang berasal dari pepohonan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kayu bakar, kayu pertukangan, buah-buahan, pakan ternak, hasil obat-obatan, dll

8. Tanaman kayu-kayuan dapat dijadikan jaminan dan dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan pada keadaan mendesak atau pada saat diperlukan



· Manfaat Sosial

1. Peningkatan standar kehidupan di pedesaan melalui penyediaan lapangan kerja yang berkelanjutan dan pendapatan yang lebih tinggi

2. Peningkatan gizi dan kesehatan karena meningkatnya kualitas dan keanekaragaman hasil pangan; dan

3. Stabilitas dan peningkatan pada masyarakat dataran tinggi dengan menghapuskan kebutuhan untuk memindahkan ladang dalam kegiatan pertanian

Keberadaan hutan memang menjadi sangat penting untuk kebutuhan masyarakat. Banyak jasa yang diberikan hutan yang dapat dimanfaatkan, seperti jasa yang diberikan oleh ekosistem hutan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh stakeholders. Dari wisata alam/rekreasi, perlindungan system hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, kenyamanan serta pendidikan, penelitian dan pengembangan. Pemanfaatan jasa lingkungan ini merupakan kegiatan bisnis (usaha) yang tidak merusak/mengurangi fungsi pokok ekosistem hutan dari usaha rekreasi hutan (wisata alam), usaha olahraga tantangan, usaha pemanfaatan air, usaha carbon trade serta usaha penyelamatan hutan dan lingkungan (penangkaran bibit, fauna dan flora).
Leuserwebfinish (2006), menambahkan bahwa dampak perambahan hutan tersebut menyebabkan terganggunya suplai air untuk kebutuhan air minum atau pertanian, selain itu ekosistem satwa akan terganggu dan akan mengakibatkan konflik antara satwa dan manusia, hal itu pasti akan menimbulkan akibat bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan hutan maupun masyarakat yang bergantung pada kelestarian kawasan tersebut.


Manfaat Sosial – Ekonomi: (inter alia, silvopastoral / Infrastruktur hijau):

Dalam masyarakat sebagian besar kehidupan populasinya masih bergantung pada lahan, perhatian pertama adalah harus ada pendapatan tahunan dan di sini usaha agroforestry sangat berbeda dengan usaha “penanaman pohon” secara konvensional (Dixon 1995, Leakey dan Sanchez 1997). Sebagai tambahan, masyarakat terus bertambah untuk mencari solusi masalah sosial dan lingkungan dengan solusi “hijau”. Dua contoh akan disajikan:

Silvopastoral – Riset telah mempertunjukkan bahwa banyak tumbuhan makanan hewan akan menghasilkan kualitas biomassa pada level yang tinggi apabila tumbuh di bawah naungan dengan keteduhan mencapai 50 persen. Pengetahuan ini digunakan untuk mendisain sistem timber/grazing agroforestry dalam tegakan jenis conifer. Sistem Silvopastoral ini memungkinkan pohon untuk tumbuh sebagai produk jangka panjang, sementara pada bagian lahan yang sama dapat memperoleh pendapatan tahunan yang dihasilkan melalui penggembalaan ternak/pakan ternak (Clason dan Sharrow 2000).

Di dalam sistem silvopasture, pohon yang tumbuh mempunyai kepadatan yang rendah sehingga memungkinkan sebagian cahaya matahari menjangkau permukaan tanah untuk tumbuhnya makanan hewan. Manajemen hutan dianjurkan untuk dilakukan pemangkasan dan penjarangan secara periodik sehingga diperoleh tingkat pencahayaan yang sesuai. Sebagai akibatnya, akan menghasilkan produk kayu berupa kayu gergajian atau vener dengan nilai dan kualitas yang tinggi. Sedangkan petani akan selalu memperoleh diversifikasi ekonomi sebagai motivasi utama untuk membangun silvopasture, manfaat lain meliputi pengendalian erosi, peningkatan habitat satwa liar, dan pengikatan karbon. Sebagai tambahan, pengaturan tegakan pohon dan tajuk yang rendah dimaksudkan untuk memperoleh resiko yang rendah terhadap kerusakan oleh api liar.


Pemanfaatan Tumbuhan

· Bahan pangan

Tercatat sebanyak 46 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan di antaranya adalah mangga (Mangifera indica), kedondong (Spondias dulcis), durian (Durio zibethinus), durian belanda (Annona muricata), nanas (Ananas comosus), manggis (Garcinia mangostana), semangka (Citrulus vulgaris), labu (Cucurbitamoschata), petai (Parkia speciosa), jengkol (Pithecelobium lobatum), kelapa (Cocos nucifera), nangka (Artocarpus heterophyllus), tebu (Saccharum officinarum), kapuk (Ceiba petandra), rambutan (Nephelium lappaceum), jeruk nipis (Citrus nobilis), jambu air (Syzygium aquaeum), belimbing manis (Averrhoacarambola), jambu biji (Psidium guajava), dan kluwih (Artocarpus communis). Tanaman lain yang merupakan penghasil karbohidrat di antaranya adalah: ubi kayu (Manihot utilissima), keladi (Colocasia esculenta), dan ubi jalar (Ipomoea batatas).


· Bahan obat-obatan

Meskipun sudah ada Puskesmas, namun masyarakat di daerah sekitar hutan masih menggunakan pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Tercatat 69 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Sebagai obat mencret mereka memanfaatkan daun muda dan buah delima beras (Psidium guajava) dimakan segar. Sifat dan khasiat dari buah tersebut yaitu mempunai daun yang rasanya manis, sifatnya netral, berkhasiat astringen, antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (hemostatis), dan peluruh haid. Buahnya berkhasiat antioksidan karena mengandung beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Dalimartha, 2000). Selain delima beras, sering juga memanfaatkan biji buah pinang yang tua (Areca catechu) dibakar dan dicampur dengan kunyit (Curcuma longa) kemudian digiling ditambah air panas, air perasannya diminum. Bisa juga memakai daun sugourimau (Hyptis capitata) diremas ditambah abu dapur dan garam sedikit kemudian dimakan.

Terdapat tumbuhan penghasil minyak atsiri yaitu nilam (Pogostemon cablin) yang ditumpangsarikan dengan tanaman-tanaman lain seperti cabe, kemiri, pisang, pinang, kacang panjang, pepaya dan lain-lain. Minyak nilam diperoleh melalui proses penyulingan dan dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik


· Hutan mempunyai manfaat sebagai pelindung lingkungan yang berfungsi mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah erosi dan lain-lain. Air merupakan produk penting dari hutan.

· Masyarakat sekitar hutan pada umumnya merupakan masyarakat yang tertinggal, kondisi sosial ekonomi golongan masyarakat pada umumnya rendah

· Agroforestry merupakan teknologi kombinasi agrikultur/pertanian dan kehutanan untuk menciptakan lahan secara integral, produktif dan menggunakan sistem yang berbeda

· Agroforestry mempunyai kemampuan untuk menyediakan manfaat ekonomi jangka pendek; pada saat petani menunggu hasil kehutanan tradisional yang jangka waktunya relatif panjang.

· Dampak perambahan hutan menyebabkan terganggunya suplai air untuk kebutuhan air minum atau pertanian, selain itu ekosistem satwa akan terganggu dan akan mengakibatkan konflik antara satwa dan manusia

· Untuk meningkatakn taraf ekonomi masyarakat sekitar hutan perlu penerapan teknologi agar hutan tidak rusak.

1 komentar: