Manajemen Kinerja dan Kompensasi
MANAJEMEN KINERJA DAN KOMPENSASI
MANAJEMEN KINERJA
Pengertian manajemen kinerja Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.- Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
- Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
- Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
- Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
- Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut
Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan
manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja
yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning.
Tahap pertama merupakan
tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja.
Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan
perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan
bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga
didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal
akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari
Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam
Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan
bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable)
dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus
memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan
(achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta
jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting.
Tahap kedua merupakan
penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada
manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap
berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria
maupun proses kerja yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu
organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising.
Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding.
Tahap keempat berfokus
pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman
penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan
dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan
suatu kegiatan/prosedur yang telah ada dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
- Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
- Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
- Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
- Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
- Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
- Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.
Manfaat utama dari dilakukannya pengukuran kinerja adalah untuk
memaksimumkan motivasi karyawan
sehingga sasaran organisasi dapat tercapai.
Faktor—faktor yang mempengaruhi orang memiliki motivasi :
·
Sasaran
Organisasi yang Menantang
·
Kinerja
dan Penghargaan
·
Penghargaan
yang memuaskan tujuan pribadi karyawan. Karyawan akan puas jika penghargaan
dianggap adil sehingga akan muncul motivasi .
Dampak rendahnya motivasi karyawan :
·
Kurang
pedulinya terhadap pekerjaan dan organisasi
·
Tidak
masuk kerja / Kurang Disiplin
·
Tingginya
tingkat perputaran karyawan
KOMPENSASI
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh
organisasi/perusahaan kepada karyawan yang dapat bersifat finansial maupun
non-finansial pada periode tetap. Sisitem kompensasi yang baik akan mapu
memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh,
memperkejakan dan memepertahankan karyawan.
Bagi organisasi/perusahaan, kompensasi memiliki arti penting
karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi
yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan
kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial
keluar dari perusahaan.
FUNGSI KOMPENSASI
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat
pengikat perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan
dan faktor pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi
mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda
organisasi/ perusahaan. Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah :
a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi
bahwa organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang
bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya
produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang
diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang
berprestasi tinggi. Banyaknya karyawan yang berprestasi tinggi akan mengurangi
pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh
kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi
dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat
membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam
mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi
yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di kalangan karyawan akibat
ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak ketidakpuasan ini akan menimbulkan
kerawanan ekonomi.
TUJUAN KOMPENSASI
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi
bertujuan untuk:
1. Memperoleh karyawan yang memenuhi
persyaratan
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang
memenuhi persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem
kompensasi. Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penarik masuknya
karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat
mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi. Sebagai
contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B
merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B
daripada
2. Mempertahankan karyawan yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga
menunjukkan betapa besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan
yang qualified. Sistem kompensasi yang kurang baik dengan iklim usaha yang
kompetitif dapat menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan
karyawannya yang qualified.
3. Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin
keadilan. Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil
karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
4. Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan
organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan
berperilaku sesuai dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang
diberikan akan lebih baik daripada karyawan yang berperilaku kurang sesuai
dengan harapan organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan
pemberian kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa
perilakunya dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha
memperbaiki perilakunya.
5. Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang
berprestasi akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan
yang lebih efektif dan efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat
mengendalikan biaya-biaya yang tidak perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan
biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif
dan efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya
melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong
karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja
sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
6. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk
memenuhi peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR),
Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga
Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa
tujuan kompensasi adalah :
·
Pemenuhan
kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi
karyawan.
·
Mendorong
agar karyawan lebih baik dan lebih giat.
·
Menunjukkan
bahwa perusahaan mengalami kemajuan.
·
Menunjukkan
penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya (adanya
keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan dan
output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan).
JENIS KOMPENSASI
·
Kompensasi
Keuangan
Kompensasi ini lebih berupa hal hal yang bersifat materil
seperti kenaikan gaji, bonus berdasarkan laba yang diperoleh, opsi saham
·
Kompensasi
Non Keuangan
Seperti namanya kompensasi ini bersifat non materil seperti naik
pangkat/jabatan, ruangan lebih nyaman dan mewah, dan jenis fasilitas lain yang
bersifat non materil.
PENENTUAN KOMPENSASI
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga /
Nilai pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor
yang mempengaruhi kompensasi.
1. Harga/ Nilai
Pekerjaan
Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama
yang dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada
karyawan. Penilaain harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai
berikut :
·
Melakukan
analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang
berkaitan dengan :
1) Jenis keahlian yang dibutuhkan
2) Tingkat kompeksitas pekerjaan
3) Resiko pekerjaan,
4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan.
1) Jenis keahlian yang dibutuhkan
2) Tingkat kompeksitas pekerjaan
3) Resiko pekerjaan,
4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan.
·
Melakukan
survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain
Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai
patokan dalam menetukan harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan
kompensasi. Jika harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi
lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau
mempertahankan karyawan yang qualified. Sebaliknya bila harga pekerjaan terebut
lebih tinggi dari organisasi lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah
menarik dan mempertahankan karyawan yang qualified.
2. Sistem kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem
prestasi, sistem kontrak/borongan.
·
Sistem
Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah
sistem hasil. Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara
besarnya upah dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang
bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya
hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan
bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi
lebih produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat
bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil : per
potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
·
Sistem
Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti
Jam, Hari, Minggu, Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan
melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan
bila ada kesulitan dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi.
Kelemahan dari sistem waktu adalah :
· Mengakibatkan
menurunnyaa semangat karyawan yang produktifitasnya tinggi (diatas rata-rata).
· Tidak membedakan
usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan.
· Membutuhkan
pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh- sungguh benerja.
· Kurang
mengakui adanya prestasi kerja karyawan.
Kelebihan sistem waktu adalah :
· Dapat
mencegah hal- hal yang kurang diinginkan seperti pilih kasih, diskriminasi
maupun kompetisi yang kurang sehat.
·
Menjamin
kepastian penerimaan upah secara periodik.
·
Tidak
memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.
·
Sistem
kontrak/ borongan
Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan
didasarkan atas kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang
sesuai dengan kontrak perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan, maka dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai
“konsekuensi” bila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian
baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem
ini biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan bila
dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis pekerjaan yang tidak mampu
dikerjakan oleh karyawan tetap.
Sumber : http://prima25b025.blogspot.co.id
terus untuk apa dibagikan kalau tidak bisa di copas:))))))))))))))))))))
BalasHapus