Manajemen Resiko



PERKULIAHAN PERTAMA



1.1. RISIKO
1.1.1. Konsep Risiko
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah ”resiko”. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain dijalan, risiko terkena banjir dimusim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita akan menanggung risiko-risiko jika kita tidak mengantisipasi dari awal. Lebih-lebih dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta risikonya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja, malahan harus diperhatikan secara cermat, bila orang menginginkan kesuksesan. Risiko tersebut antara lain : kebakaran, kerusakan, kecelakaan, pencurian, penipuan, kecurangan, penggelapan dan sebagainya, yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak kecil.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut semua orang (khususnya pengusaha) selalu harus berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar kerugian yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimumkan.
Penanggulangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pengelolaan berbagai cara penanggulangan risiko inilah yang disebut Manajemen Risiko. Pengelolaan tersebut meliputi langkah-langkah antara lain :
1.      Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe risiko yang dihadapi bisnisnya.
2.      Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi semua unsur ketidakpastian, misalnya dengan membuat perencanaan yang baik dan cermat.
3.      Berusaha untuk mengetahui korelasi dan konsekuensi antar peristiwa, sehingga dapat diketahui risiko-risiko yang terkandung di dalamnya.
4.      Berusaha untuk mencari dan mengambil langkah-langkah (metode) untuk menangani risiko-risiko yang telah berhasil diidentifikasi (mengelola risiko yang dihadapi).

1.1.2. Pengertian Risiko
Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang kita umumnya secara intuitif sudah memahami apa yang dimaksudkan. Tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain :
1.      Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H).
2.      Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim).
3.      Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto).
4.      Risiko merupakan penyebaran / penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi).
5.      Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi).
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga / tidak diinginkan. Jadi merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian. Dengan demikian risiko mempunyai karakteristik :
a.       merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa,
b.      merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Ujud dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain :
1.      Berupa kerugian atas harta milik / kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2.      Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit / cacat karena kecelakaan.
3.      Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain.
4.      Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.


1.1.3. Ketidakpastian
Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, karena mengakibatkan keragu-raguan seorang mengenai kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang. Dimana kondisi yang tidak pasti itu karena berbagai sebab, antara lain :
a.       Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir / menghasilkan, dimana makin panjang tenggang waktunya makin besar ketidakpastiannya.
b.      Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan dalam penyusunan rencana.
c.       Keterbatasan pengetahuan / kemampuan / teknik pengambilan keputusan dari perencana.
Secara garis besar ketidakpastian dapat diklasifikasikan ke dalam:
a.       Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian-kejadian yang timbul sebagai akibat kondisi dan perilaku dari pelaku ekonomi, misalnya : perubahan sikap konsumen, perubahan selera konsumen, perubahan harga, perubahan teknologi, penemuan baru dan sebagainya.
b.      Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidak pastian yang disebabkan oleh alam, misalnya : badai, banjir, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya.
c.       Ketidakpastian kemanusiaan (human uncertainty), yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku manusia, seperti: peperangan, pencurian, penggelapan, pembunuhan dan sebagainya.

1.1.4. Macam-macam Risiko
Risiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain:
1.      Menurut sifatnya risiko dapat dibedakan ke dalam :
a.       Risiko yang tidak disengaja (Risiko murni), adalah risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja; misalnya: risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan, pengacauan dan sebagainya.
b.      Risiko yang disengaja (Risiko spekulatif), adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya, seperti : risiko hutang-piutang, perjudian, perdagangan berjangka (hedging) dan sebagainya.
c.       Risiko fundamental, adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan dan sebagainya.
d.      Risiko khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil dan sebagainya.
e.       Risiko dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti risiko keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut Risiko statis, seperti risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya.
2.      Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain, maka risiko dapat dibedakan ke dalam :
a.       Risiko yang dapat dialihkan kepada pihak lain, dengan mempertanggungkan suatu obyek yang akan terkena risiko kepada perusahaan asuransi, dengan membayar sejumlah premi asuransi, sehingga semua kerugian menjadi tanggungan (pindah) pihak perusahaan asuransi.
b.      Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain (tidak dapat diasuransikan); umumnya meliputi semua jenis risiko spekulatif.
3.      Menurut sumber / penyebab timbulnya, risiko dapat dibedakan ke dalam :
a.       Risiko intern : yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri, seperti : kerusakan aktiva karena ulah karyawannya sendiri, kecelakaan kerja, mismanajemen dan sebagainya.
b.      Risiko ekstern : yaitu risiko yang berasal luar perusahaan, seperti risiko pencurian, penipuan, persaingan, fluktuasi harga, perubahan policy pemerintah dan sebagainya.

1.1.5. Upaya Penanggulangan Risiko
Agar risiko yang dihadapi bila terjadi tidak akan menyulitkan bagi yang terkena, maka risiko-risiko tersebut harus selalu diupayakan untuk diatasi / ditanggulangi, sehingga ia tidak menderita kerugian atau kerugian yang diderita dapat diminimumkan.
Sesuai dengan sifat dan obyek yang terkena risiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan risiko kerugian, antara lain :
a.       Mengadakan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya : membangun gedung dengan bahan-bahan yang anti terbakar untuk mencegah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari risiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase dan pengacauan.
b.      Melakukan retensi, artinya mentolerir terjadinya kerugian, membiarkan terjadinya kerugian dan untuk mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh: pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan).
c.       Melakukan pengendalian terhadap risiko, contoh : melakukan hedging (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi risiko kelangkaan dan fluktuasi harga bahan baku / pembantu yang diperlukan.
d.      Mengalihkan / memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi terhadap risiko tertentu, dengan membayar sejumlah premi asuransi yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan penjanjian.
Tugas dari seorang manajer risiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan menentukan cara-cara / metode yang paling efisien dalam penanggulangan risiko yang dihadapi perusahaan.

1.2. MANAJEMEN RISIKO
1.2.1. Pengertian Manajemen Risiko
Secara sederhana pengertian manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin / mengkoordinir dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko.
Program manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas: mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut, mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko, selanjutnya menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko, mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuat. Jadi seorang manajer risiko pada hakekatnya harus menjawab pertanyaan : Risiko apa saja yang dihadapi perusahaan. Bagaimana dampak risiko-risiko tersebut terhadap bisnis perusahaan. Risiko-risiko mana yang dapat dihindari, yang dapat ditangani sendiri dan yang mana yang harus dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Metode mana yang paling cocok dan efisien untuk menghadapinya serta bagaimana hasil pelaksanaan strategi penanggulangan risiko yang telah direncanakan.

1.2.2. Pentingnya Mempelajari Manajemen Risiko
Bagaimana pentingnya bagi orang yang mempelajari manajemen risiko dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a.       Seseorang sebagai anggota organisasi / perusahaan, terutama seorang manajer akan dapat mengetahui cara-cara / metode yang tepat untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita perusahaan, sebagai akibat ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang merugikan (”peril”).
b.      Seseorang sebagai pribadi:
1.      Dapat menjadi seorang manajer risiko yang profesional dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat daripada yang belum pernah mempelajarinya.
2.      Dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi manajer risiko dari perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi anggota.
3.      Dapat menjadi konsultan manajemen risiko, agen asuransi, pedagang perantara, penasehat penanaman modal, konsultan perusahaan yang tidak mempunyai manajer risiko dan sebagainya.
4.      Dapat menjadi manajer risiko yang profesional dari perusahaan asuransi, sehingga akan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program asuransi yang disusun dengan tepat.
5.      Dapat lebih berhati-hati dalam mengatur kehidupan pribadinya sehari-hari.

1.2.3. Sumbangan Manajemen Risiko bagi Perusahaan, Keluarga dan Masyarakat
1.2.3.1. Sumbangan bagi Perusahaan
Adanya program penanggulangan risiko yang baik dari suatu perusahaan akan memberikan beberapa sumbangan yang sangat bermanfaat, antara lain :
a.       Evaluasi dari program penanggulangan risiko akan dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan. Meskipun hal ini secara ekonomis tidak menaikkan keuntungan perusahaan, tetapi hal itu akan merupakan kritik bagi pengelolaan perusahaan, sehingga akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pengelolaan usaha dimasa datang.
b.      Pelaksanaan program penanggulangan risiko juga dapat memberikan sumbangan langsung kepada upaya peningkatan keuntungan perusahaan. Karena melalui kegiatan-kegiatan : mengurangi biaya melalui upaya pencegahan, mengurangi kerugian dengan memindahkan kemungkinan kerugian kepada pihak lain dengan biaya yang terendah dan sebagainya.
c.       Pelaksanaan program penanggulangan risiko yang berhasil juga menyumbang secara tidak langsung kepada pencapaian keuntungan perusahaan, melalui :
1.      Keberhasilan mengelola risiko murni akan menimbulkan keyakinan dan kedamaian hati kepada pimpinan / pengurus perusahaan, sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa dan menyimpulkan risiko spekulatif yang tidak dapat dihindari (dapat lebih berkonsentrasi pada pengelolaan risiko spekulatif).
2.      Adanya kondisi yang lebih baik dan kesempatan yang memungkinkan akan mendorong pimpinan / pengurus perusahaan untuk memperbaiki mutu keputusannya, dengan lebih memperhatikan pekerjaannya, terutama yang bersifat spekulatif.
3.      Berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan risiko maka asumsi yang digunakan dalam menangani pekerjaan yang bersifat spekulatif akan lebih bijaksana dan lebih efisien.
4.      Karena masalah ketidakpastian sudah tertangani dengan baik oleh manajer risiko, maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dalam pengambilan keputusan yang dapat mendatangkan keuntungan.
5.      Melalui perencanaan yang matang, terutama yang menyangkut pengelolaan risiko, akan dapat menangkal timbulnya hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran operasi perusahaan; misalnya risiko akibat kebangkrutan pelanggan / penyalur, supplier dan sebagainya.
6.      Dengan diperhatikannya unsur ketidakpastian, maka perusahaan akan mampu menyediakan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya, yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai pertumbuhan.
7.      Akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dari pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan, meliputi kreditur, penyalur, suplier dan semua pihak yang berpotensi menyumbang kepada terciptanya keuntungan. Sebab pihak-pihak tersebut umumnya akan lebih suka melakukan transaksi dengan perusahaan yang mempunyai cara perlindungan yang baik terhadap risiko murni.
d.      Kedamaian hati yang dihasilkan oleh cara pengelolaan risiko murni yang baik, menjadi barang ”non ekonomis” yang sangat berharga bagi perusahaan. Sebab hal itu akan memperbaiki kesehatan mental dan fisik dari pimpinan, pengurus maupun pemilik perusahaan.
e.       Keberhasilan mengelola risiko murni juga dapat membantu kepentingan pihak lain, antara lain : para karyawan perusahaan, dapat menunjukkan wujud tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat, sehingga perusahaan akan mendapatkan simpati dari masyarakat.
1.2.3.2. Sumbangan bagi Keiuarga
Pengetahuan dan kemampuan seseorang mengelola risiko yang dihadapi akan sangat bermanfaat bagi keluarganya, yaitu antara lain :
a.       Ia akan mampu melindungi keluarganya dari kerugian-kemgian yang parah, sebagai akibat terjadinya peristiwa yang merugikan, sehingga keluarga tetap dapat memelihara gaya hidupnya, meskipun terkena musibah.
b.      Ia akan dapat mengurangi anggaran perlindungan terhadap risiko yang melalui asuransi, karena dengan asuransi ia harus membayar premi, sehingga akan mengurangi pendapatannya yang digunakan untuk keperluan konsumsi.
c.       Jika keluarga telah terlindungi secara memadai dari risiko, misalnya kematian, kehilangan kekayaan, ia akan dapat memusatkan perhatiannya guna menjamin pengembangan kariernya, memacu keinginan untuk melakukan investasi dan sebagainya.
d.      Akan meringankan keluarganya dari tekanan mental dan fisik akibat adanya ketidakpastian / risiko.
e.       Dapat memperoleh kepuasan dari upaya untuk membantu orang lain dalam upaya penanggulangan risiko, sehingga ia akan lebih dihargai oleh anggota masyarakatnya.

1.2.3.3. Sumbangan bagi Masyarakat
Masyarakat, terutama masyarakat disekitar perusahaan akan ikut menikmati, baik secara langsung-maupun tidak langsung hasil-hasil penanggulangan risiko yang dilakukan oleh perusahaan.
Misalnya  :  -    Penanggulangan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya pemogokan burun akan menghindarkan masyarakat disekitar perusahaan terhadap huru-hara akibat pemogokan.
                   -    Pengelolaan limbah yang baik untuk menghindari pencemaran lingkungan (yang dapat menimbulkan tanggung jawab hukum) akan ikut memelihara ketentraman kehidupan masyarakat sekitar perusahaan.
Disamping itu masyarakat adalah terdiri dari keluarga dan perusahaan, jadi kalau semua perusahaan berjalan lancar dan semua keluarga dalam keadaan sejahtera, maka masyarakat secara keselumhanjuga dalam keadaan sejahtera.


1.2.4. Nilai Ekonomis Penanggulangan Risiko
Hasil upaya penanggulangan risiko pada hakekatnya akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kerugian-kemgian yang bersifat ekonomis dari suatu risiko, sehingga upaya penanggulangan risiko mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil. Nilai-nilai ekonomis tersebut meliputi :
a.       Penghindaran / pengurangan nilai dari kerugian dari terjadinya peristiwa yang merugikan, yang tidak diharapkan atau tidak dapat dipastikan terjadinya, yaitu seimbang dengan nilai kerugiannya, misalnya : nilai kerugian harta karena kebakaran, kecelakaan dan sebagainya.
b.      Penghindaran terhadap kerugian secara ekonomis yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian itu sendiri, yang mencakup :
1.      Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan ketegangan mental maupun fisik bagi orang yang bersangkutan, karena adanya ketakutan dan kekhawatiran akan terjadinya peristiwa yang merugikan. Bila hal itu penting dan berlangsung secara terus-menerus / dalam waktu lama, akan mengakibatkan penurunan kesehatan (stress), sehingga yang bersangkutan perlu berobat (membutuhkan biaya). Ini adalah nilai ekonomis yang bersifat individual / mikro.
2.      Semua orang tentu berusaha untuk mengamankan diri serta harta bendanya terhadap risiko, termasuk sumber-sumber dana dan daya yang dimilikinya. Hal itu tentu akan mengurangi kemauan dan potensi anggota masyarakat untuk mengadakan investasi, yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi dalam kehidupan ekonomi secara menyeluruh (makro). Keadaan itu terjadi karena : sumber-sumber dana dan daya akan cenderung hanya mengalir ke sektor-sektor ekonomi yang aman (berisiko rendah), sehingga terjadi kelangkaan investasi di sektor-sektor yang berisiko (tinggi). Akibatnya barang-barang akan melimpah di sektor yang aman, sehingga harganya murah, yang untuk jangka panjang akan merugikan perusahaan. Sebaliknya akan terjadi kelangkaan barang di sektor-sektor yang berisiko, sehingga harganya mahal. Jadi dalam jangka panjang secara keseluruhan akan merugikan masyarakat (bersifat makro), karena produksi, tingkat harga, struktur harga berada di bawah titik opti­mum.
Dengan adanya upaya penanggulangan risiko (terutama asuransi), orang berani berusaha di sektor-sektor yang berisiko, karena risikonya dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan demikian terjadilah keseimbangan di dalam kehidupan ekonomi, sesuai dengan mekanisme pasar.

1.3. BEBERAPA ISTILAH PENTING
Dalam manajemen risiko ada beberapa istilah atau pengertian penting, yang perlu dipahami secara baik, untuk memudahkan kita dalam mempelajari ilmu ini, yaitu :
1.      Peril :
Peril adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian. Jadi merupakan kejadian / peristiwa sebagai penyebab langsung terjadinya suatu kerugian; misalnya: kebakaran, pencurian, kecelakaan dan sebagainya. Peril sering disebut juga bahaya, meskipun antara keduanya sebetulnya tidak persis sama.

2.      Hazard:
Hazard adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Jadi merupakan keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan sesuatu terkena peril. Contoh : jalan licin, tikungan tajam adalah merupakan keadaan dan kondisi jalan yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat tersebut.
Dengan demikian hazard lebih erat kaitannya dengan masalah kemungkinan dari pada dengan masalah risiko, meskipun hal itu merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam upaya penanggulangan risiko. Sebab hazard pada hakekatnya merupakan dasar / bahan dalam upaya mengestimasi besarnya kemungkinan terjadinya peril.
Ada beberapa macam tipe hazard, yaitu:
2.a. Physical Hazard :
Adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber dari karakteristik secara phisik dari obyek, baik yang bisa diawasi / diketahui maupun yang tidak.
Kondisi ini biasanya dicoba diatasi (kemungkinannya diperkecil dengan melakukan tindakan-tindakan preventif. Misalnya: jalan licin, tikungan tajam yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan, dicoba diatasi dengan pemasangan rambu-rambu lalu lintas ditempat tersebut.

2.b. Moral Hazard:
Adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber pada sikap mental, pandangan hidup, kebiasaan dari orang yang bersangkutan. Jadi merupakan karakter pribadi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Contoh: pelupa, akan memperbesar kemungkinan terjadinya musibah / kerugian yang menimpa orang tersebut.

2.c. Morale Hazard :
Adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber pada perasaan hati orang yang bersangkutan, yang umumnya karena pengaruh dari suatu keadaan tertentu.
Contoh  :    Orang yang telah mengasuransikan dirinya, mobilnya dan telah merasa mahir pengemudi, maka karena merasa aman terhadap risiko, ia sembrono dalam mengemudikan mobilnya. Keadaan dan kondisi ini tentu akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan yang akan menimpanya.

2.d. Legal Hazard :
Adalah perbuatan yang mengabaikan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku (melanggar hukum), sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Misalnya : kebijaksanaan perusahaan yang melanggar / tidak memenuhi Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja, akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Contoh  :    Para pekerja yang tugasnya memanjat (tukang cat, cleaning service) pada waktu melaksanakan pekerjaannya harus dilengkapi / memakai dengan ”sabuk pengaman”. Pekerja umumnya merasa terganggu bekerjanya bila memakai sabuk pengaman, maka banyak dari mereka yang tidak mau memakainya. Hal ini tentu memperbesar kemungkinan mereka mengalami kecelakaan kerja.

3.      Exposure:
Adalah keadaan atau obyek yang mengandung kemungkinan terkena peril, sehingga merupakan keadaan yang menjadi obyek dari upaya penanggulangan risiko, khususnya di bidang pertanggungan.

4.      Kemungkinan/Probabilitas:
Adalah keadaan yang mengacu pada waktu mendatang tentang kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Bagi pengelolaan risiko, terutama kemungkinan yang merugikan adalah merupakan hal yang harus dicermati. Karakteristik dan besarnya kemungkinan adalah hal yang menjadi perhatian utama dari perusahaan asuransi / penanggung.
Besarnya probabilitas dapat diperhitungkan secara cermat dengan menggunakan teori probabilitas (lihat statistik), meskipun tidak tepat 100%, tetapi penyimpangan atau deviasinya dapat diminimumkan.
Dalam suatu kontrak asuransi sebetulnya yang menjadi dasar pertimbangan para pihak adalah berbeda, dimana :
a.       Bagi perusahaan asuransi yang menjadi perhatian utama adalah masalah probabilitasnya, dimana besarnya probabilitas akan menjadi dasar utama penentuan besarnya premi dan dapat tidaknya pertanggungan diterima.
b.      Bagi tertanggung yang menjadi perhatian utama adalah masalah risiko atau ketidakpastiannya dalam mempertanggungkan suatu risiko atau tidak. Dimana makin besar risiko akan makin besar kemungkinan untuk mempertanggungkan.

5.      Hukum Bilangan Besar (The Law of The Large Numbers) :
Adalah hukum yang berkaitan dengan peramalan besarnya kemungkinan terjadinya peril. Dimana : ”makin besar jumlah exposure yang diramalkan akan semakin cermat hasil peramalan yang diperoleh”.
Hukum ini pada hakekatnya menjadi dasar di bidang usaha perasuransian. Sebab dalam usaha perasuransian terjadi proses : dimana ketidakmungkinan peramalan kejadian terhadap kasus individu diganti dengan kemampuan untuk meramal kejadian / kerugian secara kolektif sejumlah besar kasus.
Itulah sebabnya mengapa perusahaan asuransi selalu berupaya untuk memperbanyak nasabahnya, agar peramalan terhadap kemungkinan peril yang diderita nasabah makin tepat.


PERKULIAHAN KEDUA

2.1. PENGERTIAN
Bagaimana peranan manajemen risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari pendapat Henry Fayol, yang menyatakan bahwa ada 6 (enam) fungsi dasar dari kegiatan pengeloiaan suatu perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersiil, keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut maka manajemen risiko adalah berkaitan dengan kegiatan keamanan, yang tujuannya adalah menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian akibat pencurian, kecelakaan, kebakaran, banjir, mencegah pemogokan kerja, kejahatan dan semua gangguan sosial atau gangguan alamiah, yang mungkin membahayakan kehidupan dan perkembangan perusahaan. Jadi kegiatan ini mencakup semua tindakan untuk memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memberikan kedamaian hati serta ketenteraman jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pimpinan, pemilik dan karyawan perusahaan).
Berdasarkan uraian di atas orang umumnya memberikan batas-batas terhadap manajemen risiko sebagai keputusan eksekutif / manajerial yang berkaitan dengan pengelolaan risiko murni, yang pada pokoknya mencakup:
a.       Menemukan secara sistimatis dan menganalisa kerugian-kerugian yang dihadapi perusahaan (melakukan identifikasi terhadap risiko).
b.      Menemukan metode yang paling baik dalam menangani risiko (kerugian) yang dihubungkan dengan keuntungan perusahaan.

2.2. MANAJEMEN RISIKO DAN ASURANSI
Konsep manajemen risiko tidak boleh dicampuradukkan dengan konsep asuransi, karena keduanya mempunyai ruang lingkup / cakupan yang berbeda, meskipun mempunyai sasaran yang sama. Asuransi adalah merupakan bagian dari manajemen risiko, karena asuransi merupakan salah satu cara penanggulangan risiko, sebagai hasil perumusan strategi penanggulangan risiko dari manajemen risiko.
Untuk lebih memperjelas perbedaan antara keduanya, berikut diuraikan persamaan dan perbedaan diantara keduanya, yaitu :
a.       Persamaannya :
Kedua-duanya merupakan kegiatan manajemen, yang berkaitan dengan upaya penanggulangan risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan.
b.      Perbedaannya :
Manajemen Risiko:
1.      Lebih menekankan kegiatannya pada menemukan dan menganalisa risiko murni.
2.      Tugasnya hakekatnya hanya memberikan penilaian belaka terhadap semua teknik penanggulangan risiko (termasuk asuransi).
3.      Pelaksanaan programnya menghendaki adanya kerjasama dengan sejumlah individu dan bagian-bagian dari perusahaan.
4.      Keputusan manajemen risiko mempunyai pengaruh yang lebih luas / besar terhadap operasi perusahaan.
Asuransi:
1.      Merupakan salah satu cara menanggulangi risiko murni tertentu.
2.      Tugasnya menangani seluruh proses pengalihan risiko.
3.      Melibatkan jumlah orang dan kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
4.      Keputusan di bidang asuransi mempunyai pengaruh yang lebih terbatas.


2.3. TUJUAN MANAJEMEN RISIKO
Tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
5.      Tujuan sebelum terjadinya peril.
6.      Tujuan sesudah terjadinya peril.

2.3.1. Tujuan Sebelum Terjadinya Peril
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada bermacam-macam, antara lain :
1.      Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2.      Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang sangat, sehingga dengan adanya upaya penganggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3.      Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga / pihak luar perusahaan, seperti :
a.       Memasang / memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja / pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya: pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : ”gas masker”) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b.      Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.

2.3.2. Tujuan Setelah Terjadinya Peril
Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril yang dapat berupa :
1.      Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan tekena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2.      Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting temtama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, misalnya : bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3.      Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Dimana kalau perlu ditempuh dengan untuk sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain.
4.      Mengusahakan tetap berlanjutnya pertumbuhan usaha bagi perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang sedang memproduksi barang baru, memasuki pasar baru dan sebagainya. Jadi harus berupaya untuk mengatur strategi agar pertumbuhan yang sedang dirintis tetap berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5.      Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus dapat menyusun kebijaksanaan yang membuat seminimum mungkin pengaruh jelek dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan / penyalur, para supplier dan sebagainya. Artinya akibat dari peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai mengakibatkan terjadinya pengangguran.

2.4. FUNGSI POKOK MANAJEMEN RISIKO
Fungsi manajemen risiko pada pokoknya mencakup :
a.      Menemukan kerugian potensiil
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi :
1.      Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan.
2.      Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan.
3.      Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain.
4.      Kerugian-kemgian yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan sebagainya.
5.      Kerugian-kemgian yang timbul akibat ”keymen” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan : melakukan inspeksi phisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya.
Misalnya : dengan menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi: kemungkinan kerugian karena jumlah supplai yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada saat penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan kerugian karena barang rusak / hilang dalam penyimpanan, penipuan / kecurangan dari penyalur dan sebagainya.
b.      Mengevaluasi Kerugian Potensiil :
Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensiil yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai :
b.1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
b.2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansiil perusahaan.
c.       Memilih teknik / cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana tugas dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko. Dalam memilih cara penanggulangan risiko secara garis besar dapat disusun suatu metrik sebagai berikut :
Nomer tipe Exposure
Frekuensi Kerugian
Kegawatan Kerugian
Penanggulangannya
1
Rendah
Rendah
Retensi / Pengendalian
2
Tinggi
Rendah
Retensi / Asuransi / Pengendalian
3
Rendah
Tinggi
Asuransi / Pengendalian
4
Tinggi
Tinggi
Menghindari

2.5. LANGKAH-LANGKAH PROSES PENGELOLAAN RISIKO
Dalam mengelola risiko langkah-langkah dari proses yang harus dilalui pada pokoknya adalah :
1.      Mengidentifikasi / menentukan terlebih dahulu keinginan obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan risiko. Apakah income yang stabil? Apakah kedamaian hati? dan sebagainya.
2.      Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian / peril atau mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini.
3.      Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensiil, dimana yang dievaluasi dan diukur adalah :
a.       besarnya kesempatan atau kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya),
b.      besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan / keluarga (kegawatannya),
c.       kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul.
4.      Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi :
a.       menghindari kemungkinan terjadinya peril,
b.      mengurangi kesempatan terjadinya peril,
c.       memindahkan kerugian potensiil kepada pihak lain (mengasuransikan),
d.      menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5.      Mengkoordinir dan mengimplementasikan / melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi risiko. Misalnya membuat perlindungan yang layak terhadap kecelakaan kerja, menghubungi, memilih dan menyelesaikan pengalihan risiko kepada pemsahaan asuransi.
6.      Mengadministrasi, memonitor dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi suatu obyek berubah penanggulangannya juga berubah.

2.6. KEDUDUKAN MANAJER RISIKO
Di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan memang belum ada perusahaan yang mempunyai manajer atau bagian yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang manajer asuransi, yang fungsinya hanya mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Dimana kedudukan dari manajer ini umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkat bawah).
Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar, kurang lebih 80%, telah memiliki Manajer Risiko, dengan berbagai nama jabatan seperti : Manajer Risiko, Manajer Asuransi, Direktur Manajemen Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan ”Manajer tingkat menengah”.
Dimana tugas mereka umumnya mencakup : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures, menyelesaikan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan bagian penting dalam team manajemen perusahaan.

2.7. KERJASAMA DENGAN DEPARTEMEN LAIN
Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam ”isolasi”, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Sebab tugas utamanya adalah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang implementasi / pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada departemen / bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implemetasi penanggulangan risiko di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Jadi dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara harmonis dengan departemen / bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut dapat dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen / bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu:
a.      Bagian Akunting :
Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1.      Mengurangi kesempatan karyawan untuk melakukan penggelapan, melalui inter­nal control dan internal audit.
2.      Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian karena ex­posures terhadap harta.
3.      Melalui penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang.

b.      Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan cash-flow.
Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau investasi baru.
Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan sebagai jaminan.

c.       Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak luar / pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1.      Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik.
2.      Penyerahan barang yang tidak tepat waktu.
Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh   :  Logo / tema mobil-mobil pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam yang berbunyi “Utamakan Selamat”.

d.      Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1.      Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacad, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2.      Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan.
3.      Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang Kecelakaan Kerja dan sebagainya.

e.       Bagian Engineering dan Maintenance:
Bagian ini adalah yang bertanggung jawab terhadap desain pabrik, maintenance dan melaksanakan perawatan terhadap gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun kegawatan dari suatu kerugian / peril.

f.       Bagian Personalia :
Bagian ini mempunyai banyak tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko yang berkaitan dengan diri karyawan. Misalnya : perencanaan, instalasi dan administrasi program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Biasanya bagian ini juga bertanggung jawab langsung terhadap masalah keselamatan (safety) kerja dan hygiene industri.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi diperlukan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa: “tanpa kerja sama aktif dari departemen lain program manajemen risiko akan gagal”.

2.8. REVIEW BERKALA
Supaya program penanggulangan risiko yang sudah disusun oleh Manajer Risiko dapat tetap berlaku secara efektif sepanjang waktu, maka program tersebut perlu selalu direview secara berkala untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya peril dan upaya penanggulangannya, yang menyangkut : biaya, program keselamatan, pencegahan kerugian dan sebagainya.
Untuk itu catatan-catatan kerugian yang telah terjadi perlu selalu diperiksa, untuk mengetahui apakah ada perubahan terhadap frekuensi maupun kegawatannya dan sebagainya, yang sangat perlu guna tindakan penyesuaian di waktu selanjutnya.
Untuk mengetahui perkembangan-perkembangan baru yang akan mempengaruhi upaya penanggulangan risiko, maka Manajer Risiko perlu pula melakukan penelitian secara berkala.



BAB 3
PRINSIP-PRINSIP PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO

3.1. PENGERTIAN
Seorang Manajer Risiko sebelum mengelola penanggulangan risiko, perlu membangun pengertian tentang adanya risiko, sifat risiko yang dihadapi serta dampaknya terhadap aktivitas perusahaan. Kegiatan-kegiatan untuk itu disebut mengidentifikasi atau mendiagnosis risiko.
Pengertian identifikasi risiko dengan singkat adalah : Suatu proses dengan mana suatu perusahaan secara sistimatis dan terus menerus mengidentifikasi property, liability dan per­sonnel exposures sebelum terjadinya peril. Jadi yang diidentifikasi adalah peril yang dapat menimpa harta milik dan personil perusahaan serta kewajiban yang menimbulkan kerugian.
Kegiatan pengidentifikasian adalah hal yang sangat penting bagi seorang Manajer Risiko, sebab seorang Manajer Risiko yang tidak mengidentifikasi semua kerugian potensiil tidak akan dapat menyusun strategi yang lengkap untuk menanggulangi semua kerugian potensiil tersebut. Apa yang dilakukan oleh Manajer Risiko pada pokoknya, yaitu :
1.      Membuat daftar (check-list) semua kerugian yang dapat menimpa semua bisnis / perusahaan apapun.
2.      Dengan pendekatan yang sistimatis mencari kerugian-kerugian potensiil yang mana dari check-list tersebut yang dapat menimpa perusahaannya.
Sumber-sumber informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan daftar kerugian potensiil antara lain :
1.      Data-data dari perusahaan-perusahaan asuransi.
2.      Informasi dari Badan Penerbitan Asuransi.
3.      Informasi dari Asosiasi Manajemen Amerika (AMA).
4.      Informasi dari Ikatan Manajer Risiko dan Asuransi.
5.      Informasi / Rilase dari Kepolisian.

3.2. MANFAAT DAFTAR KERUGIAN POTENSIIL
Daftar kerugian potensiil bagi suatu perusahaan pada hakekatnya merupakan :
a.       Daftar yang dapat menunjang pencapaian berbagai tujuan, yang berkaitan dengan pengelolaan bisnis pada umumnya. Jadi tidak hanya untuk kepentingan manajemen risiko saja.
b.      Suatu cara yang sistimatis guna mengumpulkan informasi mengenai perusahaan-perusahaan lain, yang mungkin ada kaitannya dengan aktivitas bisnisnya.
Jadi daftar kerugian potensiil sangat bermanfaat bagi kegiatan pengelolaan bisnis secara keseluruhan, tidak haira di bidang penanggulangan risiko saja.
Sedang manfaat daftar kerugian potensiil bagi Manajer Risiko antara lain :
3.      Mengingatkan Manajer Risiko tentang kerugian-kerugian yang dapat menimpa bisnisnya.
4.      Sebagai tempat mengumpulkan informasi yang akan menggambarkan, dengan cara apa dan bagaimana, bisnis-bisnis khusus yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi risiko potensiil yang dihadapi bisnisnya.
5.      Sebagai bahan pembanding dalam mereview dan mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuat, yang dapat mencakup : premi yang sudah dibayar, pengamanan-pengamanan yang telah dilakukan, kerugian-kerugian yang timbul dan sebagainya.

3.3. KLASIFIKASI KERUGIAN POTENSIIL
Seluruh kerugian potensiil yang dapat menimpa setiap bisnis pada pokoknya dapat diklasifikasikan ke dalam :
a.      Kerugian atas harta kekayaan (property exposures) :
.yang meliputi:
a.1. Kerugian yang langsung dapat dihubungkan dengan biaya penggantian atau perbaikan terhadap harta yang terkena peril (gedung yang terbakar, peralatan yang dicuri). Jenis kerugian ini disebut ”kerugian langsung”.
a.2. Kerugian yang tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan peril yang terjadi, yaitu kerugian yang diakibatkan oleh rusaknya barang yang terkena peril. Jenis kerugian ini disebut ”kerugian tidak langsung”.
Contoh  :    Rusaknya bahan-bahan yang disimpan dalam lemari pendingin (cold stor­age), karena tidak berfungsinya alat pendingin akibat gardu listriknya rusak disambar petir.
Upah yang harus tetap dibayar, pada saat perusahaan tidak berproduksi, karena ada alat-alat produksinya yang terkena peril.
a.3. Kerugian atas pendapatan, misalnya sebagai akibat tidak berfungsinya alat produksi, karena terkena peril.
Contoh  :    Batalnya kontrak penjualan, karena perusahaan tidak berproduksi untuk sementara waktu, sebab alat produksinya mengalami rusak berat.
b.      Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain (liability losses / exposures) :
Adalah kerugian yang berupa kewajiban kepada pihak lain yang merasa dirugikan, akibat kesalahan dari bisnisnya.
Contoh :    Ganti rugi yang harus diberikan oleh perusahaan angkutan umum kepada penumpang yang cedera akibat kecelakaan, yang disebabkan oleh kesalahan pengemudinya.
c.       Kerugian personil (personnel losses/exposures) :
Kerugian akibat peril yang menimpa personil atau orang-orang yang menjadi anggota dari karyawan perusahaan (termasuk keluarganya).
Contoh   :    1.  Kematian, ketidak-mampuan karena cacad, ketidak mampuan karena usia tua dari karyawan atau pemilik perusahaan.
                    2. Kerugian yang menimpa keluarga karyawan akibat kematian, ketidakmampuan dan pengangguran.
Dengan melihat jenis dan kondisi dari kerugian potensiil yang demikian itu, maka seorang Manajer Risiko harus selalu :
1.      mempelajari dan mengevaluasi peristiwa-peristiwa kerugian yang telah diderita.
2.      mengikuti dan mempelajari peristiwa-peristiwa kerugian yang dilaporkan lewat publikasi-publikasi.
3.      menghadiri pertemuan-pertemuan para manajer di dalam intern perusahaan, pertemuan dengan Manajer-manajer Risiko di tingkat regional, nasional maupun internasional.

3.4. METODE PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO
Dalam mengidentifikasi risiko ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain :
1.      Menggunakan daftar pertanyaan (questionair) untuk menganalisa risiko, yang dari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk-petunjuk tentang dinamika informasi khusus, yang dapat dirancang secara sistimatis tentang risiko yang menyangkut kekayaan maupun operasi perusahaan.
2.      Menggunakan laporan keuangan, yaitu dengan menganalisa neraca, laporan pengoperasian dan catatan-catatan pendukung lainnya, akan dapat diketahui / diidentifikasi semua harta kekayaan, hutang-piutang dan sebagainya. Sehingga dengan merangkaikan laporan-laporan tersebut dan berdasarkan ramalan-ramalan anggaran keuangan akan dapat menentukan penanggulangan risiko di masa mendatang.
3.      Membuat flow-chart aliran barang mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang jadiakan dapat diketahui risiko-risiko yang dihadapi pada masing-masing tahap dari aliran tersebut.
Contoh   :    Flow-chart mulai dari : supplier à gudang bahan à fabrikasi / proses produksi à gudang barang jadi à penyalur à konsumen.
Dari flow-chart tersebut akan dapat diidentifikasi kemungkinan kerugian pada masing-masing tahap. Misalnya pada tahap supplier : risiko kenaikan harga, waktu penyerahan, volume dan sebagainya. Kerugian potensiil yang dapat terjadi antara lain :
¨    kerugian berupa harta kekayaan : barang rusak, barang hilang di gudang, barang rusak karena kesalahan proses dan sebagainya.
¨    kerugian yang menyangkut liability : tuntutan konsumen, karena barang tidak sesuai dengan yang seharusnya dan seterusnya.
¨    kerugian personil : kecelakaan kerja yang terjadi dalam pabrik pada saat karyawan bekerja dan sebagainya.
4.      Dengan inspeksi langsung di tempat, artinya dengan mengadakan pemeriksaan secara langsung di tempat dimana dilakukan operasi / aktivitas perusahaan. Sehingga dari pemeriksaan / pengamatan itu Manajer Risiko akan dapat belajar banyak mengenai kenyataan-kenyataan di lapangan, yang akan sangat bermanfaat bagi upaya penanggulangan risiko.
5.      Mengadakan interaksi dengan departemen / bagian-bagian dalam perusahaan. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh :
¨    dengan mengadakan kunjungan ke departemen / bagian-bagian akan dapat meraih / memupuk saling pengertian antara kedua belah pihak dan akan dapat memberikan pemahaman yang lengkap tentang aktivitas mereka dan kerugian-kerugian potensiil yang dihadapi bagian mereka,
¨    dengan menerima, mengevaluasi, memonitor dan menanggapi laporan-laporan dari departemen / bagian-bagian akan dapat meningkatkan pemahaman tentang aktivitas dan risiko yang mereka hadapi.
6.      Mengadakan interaksi dengan pihak luar : artinya mengadakan hubungan dengan perseorangan ataupun perusahaan-perusahaan lain, terutama pihak-pihak yang dapat membantu perusahaan dalam penanggulangan risiko, seperti : akuntan, penasehat hukum, konsultan manajemen, perusahaan asuransi dan sebagainya. Dimana mereka itu akan dapat banyak membantu dalam mengembangkan identifikasi tehadap kerugian-kerugian potensiil.
7.      Melakukan analisa terhadap kontrak-kontrak yang telah dibuat dengan pihak lain. Dari analisa tersebut akan dapat diketahui kemungkinan adanya risiko dari kontrak tersebut; misalnya: rekanan tidak dapat memenuhi kewajibannya, denda keterlambatan memenuhi kewajiban dan sebagainya.
8.      Membuat dan menganalisa catatan / statistik mengenai bermacam-macam kerugian yang telah pernah diderita. Dari catatan-catatan itu akan dapat diperhitungkan kemungkinan terulangnya suatu jenis risiko tertentu. Di samping itu dari catatan tersebut akan dapat diketahui : penyebab, lokasi, jumlah dan variabel-variabel risiko lainnya, yang perlu diperhitungkan dalam upaya penanggulangan risiko.
9.      Mengadakan analisa lingkungan, yang sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi yang mempengaruhi timbulnya risiko potensiil, seperti : konsumen, supplier, penyalur, pesaing dan penguasa (pembuat peraturan / perundang-undangan).
Untuk melakukan pekerjaan itu semua seorang Manajer Risiko dapat melakukan sendiri, menugaskan anak buahnya atau menggunakan jasa pihak ketiga, seperti : konsultan manajemen, broker asuransi, perusahaan-perusahaan asuransi dan sebagainya.
Penggunaan jasa dari pihak ketiga disamping ada kelemahannya, juga ada untungnya, karena : umumnya pihak ketiga itu sudah profesional di bidangnya, sehingga hasilnya akan lebih lengkap dan lebih obyektif. Sedang kelemahannya antara lain : biayanya tidak murah, sedang bila menggunakan jasa broker / perusahaan asuransi : identifikasinya akan lebili diarahkan pada risiko potensiil yang dapat dialihkan, terutama yang sesuai dengan bidangnya.



BAB 4
DAFTAR KERUGIAN POTENSIIL


4.1. PENGERTIAN
Dari kegiatan mengidentifikasi risiko akan dihasilkan/dibuat suatu daftar mengenai kerugian potensiil, baik yang mungkin menimpa bisnisnya maupun bisnis apapun. Daftar ini disebut ”daftar kerugian potensiil” atau ”check list”.
Jadi dari daftar tersebut akan dapat diketahui kerugian apa saja dan bagaimana terjadinya yang mungkin dapat menimpa bisnisnya, sehingga dapat dipakai sebagai dasar di dalam menentukan kebijaksanaan pengendalian risiko.
Dari seluruh kerugian potensiil yang mungkin menimpa suatu bisnis pada pokoknya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
4.      Kerugian atas harta (property losses).
5.      Kerugian berupa kewajiban kepada pihak ketiga (liability losses).
6.      Kerugian personil (personal losses).

4.2. KERUGIAN ATAS HARTA
4.2.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta adalah kerugian yang menimpa ”harta milik” perusahaan. Dimana untuk kepentingan penanggulangan risiko harta dibagi ke dalam :
a.       Benda tetap (”real estate”), yaitu harta yang terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya.
b.      Barang bergerak (”personal property”), yaitu barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya dapat dibagi lagi ke dalam :
b.1.  barang-barang yang digunakan untuk melakukan aktivitas produksi dan aktivitas-aktivitas perusahaan lainnya, yang meliputi antara lain : bahan baku dan pembantu, peralatan, suku cadang dan sebagainya,
b.2.  barang-barang yang akan dijual, misalnya : hasil produksi (perusahaan industri), barang dagangan (perusahaan perdagangan), surat-surat berharga (pialang), uang (bank) dan sebagainya.

4.2.2. Penyebab Kerugian
Penyebab kerugian terhadap harta yang dibedakan ke dalam :
1.      Bahaya phisik, yaitu bahaya yang menimbulkan kerugian, yang bukan berasal dari ulah manusia. Umumnya bahaya yang timbul karena kekuatan alam, seperti : kebakaran, angin topan, gempa bumi yang dapat merusak harta.
2.      Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul karena :
a.       adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari norma-norma kehidupan yang wajar, misalnya : pencurian, penggelapan, penipuan dan sebagainya,
b.      adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh manusia secara kelompok, misalnya : pemogokan, kerusuhan dan sebagainya.
3.      Bahaya ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh kekuatan eksternal maupun internal perusahaan, misalnya : mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
Dalam kaitan ini Manajer Risiko lebih menitik-beratkan perhatiannya pada bahaya phisik dan bahaya sosial, karena dari situlah umumnya risiko murni bersumber.
Kerugian harta yang bersumber dari bahaya sosial dapat berasal dari orang dalam perusahaan sendiri, misalnya : korupsi, manipulasi dan mungkin pula dilakukan oleh orang lain, misalnya : pencurian, penipuan dan sebagainya.
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan karyawan sendiri (penggelapan) biasanya dikarenakan adanya ketidak-jujuran dari karyawan yang bersangkutan. Dimana karyawan menggunakan harta yang bukan miliknya, tetapi milik perusahaan untuk kepentingannya sendiri. Ketidak-jujuran karyawan dapat dikategorikan ke dalam :
a.       penggelapan yang sudah dipikirkan masak-masak; biasanya mereka yang menerima pekerjaan di suatu perusahaan sudah dengan maksud untuk memudahkan mencuri harta milik perusahaan, biasanya bahaya kerugiannya besar,
b.      penggelapan yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai kebutuhan (keuangan) yang mendesak, sehingga yang bersangkutan membenarkan keputusannya untuk menggelapkan harta milik perusahaan, biasanya kerugiannya tidak begitu besar,
c.       penggelapan yang dilakukan karena berbagai alasan, yang bukan bermaksud memperkaya diri, misalnya : kleptomani, balas dendam dan tekanan-tekanan psikologis lainnya, biasanya pencurian yang dilakukan dalam skala kecil, sehingga bagi perusahaan tidak begitu membahayakan (merugikan).
Kejahatan yang dilakukan oleh pihak luar, yang didorong oleh keinginan untuk mencuri biasanya perlu dibedakan ke dalam :
a.       yang dilakukan oleh pencuri yang profesional, yang biasanya melakukan pencurian setelah mengamati situasi dari sasaran secara seksama, demi kelancaran dan keamanan kejahatannya, umumnya jumlah kerugiannya besar,
b.      yang dilakukan oleh pencuri amatiran, yaitu pencurian-pencurian yang dilakukan hanya karena kecenderungan menuruti kata hati, bukan didorong oleh keinginan untuk mencuri, tetapi oleh keinginan lain, seperti : kebutuhan yang mendesak, kekacauan mental (kleptomani), biasanya kerugian yang ditimbulkan tidak begitu besar.

4.2.3 Macam-macam Kerugian atas Harta
Kerugian yang menimpa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam :
1.      Kerugian langsung.
2.      Kerugian tidak langsung.
3.      Kerugian net income.
ad.1.  Kerugian langsung adalah kerugian yang langsung dapat dikaitkan dengan peril yang menimpa harta tersebut, yaitu kerugian yang diderita karena rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril, misalnya gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang bersangkutan.
ad.2.  Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang disebabkan oleh berkurangnya nilai, kemsakan atau tidak berfungsinya barang lain selain yang terkena peril.
Contoh  : 1.  Makanan, minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya terbakar), sehingga pengaturan tem­perature dan kelembaban menjadi kacau balau.
                 2.  Harta yang terdiri dua komponen atau lebih, apabila salah satu komponennya rusak, maka nilai dari komponen-komponen yang lain ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak rusak.
                 3.  Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya masin ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali bagian gedung yang sebetulnya tidak rusak.
                 4.  Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan beberapa karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah / gajinya. Kerugian tidak langsungnya adalah gaji / upah karyawan yang harus nganggur tersebut.
ad.3.  Kerugian net income (= pendapatan dikurangi biaya), yaitu penurunan net income suatu perusahaan, karena hilangnya / berkurangnya manfaat suatu harta, baik sebagian maupun seluruhnya karena peril, sampai harta tersebut diganti atau dipulihkan seperti semula. Sebab hal itu akan mengakibatkan di satu pihak pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak biayanya naik.
Meskipun jenis kerugian ini sering jauh lebih besar daripada kerugian langsung maupun tidak langsung, tetapi banyak perusahaan yang tidak / kurang menyadari adanya kerugian ini. Hal ini dikarenakan manajer risiko lebih sukar untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian net income, karena banyaknya variabel yang terlibat, yang tidak mudah untuk mengidentifikasi dan mengukurnya.

4.2.4. Subyek Kerugian Harta
Dalam kaitan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian harta disini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula sekumpulan hak yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata, yang juga mempunyai nilai ekonomis yang pasti. Hak tersebut dapat berupa berbagai bentuk, yang dapat diperoleh dengan berbagai cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada dan bagaimana menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian harta dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita (subyek kerugian) tidak selalu orang yang memiliki harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan kepemilikan dan siapa yang bertanggung-jawab atas atau menderita kerugian-kerugian harta yang terkena suatu peril.

4.2.4.1. Kepemilikan
Kepemilikan atas harta adalah merupakan kepemilikan tunggal, sebagai hasil dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari kejadian yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita / bertanggung jawab atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya memiliki sebagai dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian tersebut.

4.2.4.2. Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak / bagian atas harta yang digunakan sebagai jaminan. Dimana kemampuan menagih kreditur akan berkurang (menderita kerugian) bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena terkena peril, yang berarti kerugian berupa tidak terbayarnya sebagian atau seluruh piutangnya, meskipun kreditur bukan pemilik harta tersebut.
Dimana hak kreditur atas harta yang dipakai sebagai jaminan adalah sebanding dengan nilai dari piutangnya (ditambah bunga). Hal ini akan terlihat jelas pada kasus bila harta yang dipakai sebagia jaminan itu diasuransikan dan terkena peril, maka kreditur akan berhak atas sebagian ganti rugi yang diterima dari perusahaan asuransi, sebesar piutang ditambah bunganya.

4.2.4.3. Jual-beli Bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kemgian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat adalah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung jawab dapat di pundak penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak jual-belinya.
Dalam kaitan ini sudah ada ketentuan umum yang berlaku secara internasional, yang dikenal dengan istilah “Uniform Commercial Code”. Beberapa ketentuan umum tersebut antara lain :
a.       Bila persyaratan “loco gudang“ (penjual), berarti bahwa segala kerugian yang terjadi sesudah barang keluar dari gudang penjual, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli.
b.      Bila persyaratan “anco gudang perusahaan pengangkutan“, hal ini berarti bahwa barang sudah menjadi milik pembeli pada saat barang berada di gudang perusahaan pengangkutan dan ongkos angkut sudah dibayar oleh pembeli. Jadi segala kerugian yang terjadi sesudah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli. Dalam kasus ini perusahaan pengangkutan bertindak sebagai wakil pembeli.
c.       Bila persyaratannya “franco tempat tujuan” atau  franco gudang (pembeli)”, berarti barang baru menjadi milik pembeli sesudah diserahkan di gudang pembeli oleh perusahaan pengangkutan. Dengan demikian kerugian yang terjadi sebelum penyerahan menjadi tanggung jawab penjual. Dalam hal ini berarti perusahaan pengangkutan bertindak sebagai wakil penjual.
d.      Bila persyaratannya “F.A.S” (“free alongside ship”), berarti barang menjadi milik pembeli bila barang sudah siap untuk diangkut (barang sudah ada di pelabuhan dan siap dimuat ke atas kapal). Dengan demikian kerusakan / kerugian selama barang dalam pengangkutan / pengiriman menjadi tanggung jawab pembeli.
e.       Bila persyaratannya “C.O.D” (“Collect on Delivery”), maka barang masih tetap menjadi milik penjual meskipun sudah berada di tangan pembeli, sampai harga barang tersebut dibayar lunas. Dapat juga barang sudah menjadi milik pembeli pada saat ongkos angkut sudah dibayar lunas oleh pembeli, tetapi penjual masih mempunyai hak gadai terhadap barang tersebut, sampai harga barang dibayar lunas.
f.       Bila persyaratannya “C.1.F” (“Cost Insurance and Freight”), maka kepemilikan barang-barang berpindah ke pembeli pada saat barang diserahkaan kepada perusahaan pengangkutan, disertai dengan dokumen-dokumen asuransi, pengangkutan dan surat-surat tanda kepemilikan (“conyosemen”).

4.2.4.4. Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a.       Berdasarkan hukum adat penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b.      Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan karena keusangan / keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.
c.       Penyewa melakukan perubahan terhadap harta tetap yang disewakannya, dengan harapan mendapatkan beberapa manfaat dari perubahan tersebut. Maka :
a.      jika pada saat penyerahan kembali perubahan dapat dikembalikan seperti keadaan semula penyewa akan memperoleh keuntungan,
b.      tetapi bila perubahan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti semula, maka kerusakan terhadap harta tetap akibat perubahan tersebut menjadi tanggung jawab penyewa.

4.2.4.5 Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh  : -    Mobil yang direparasikan, untuk sementara barada di tangan pemilik bengkel.
                 -    Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu.
                 -    Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut ”bailee” dan si pemilik barang disebut ”bailor”, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut ”bailments”.
Jadi yang dapat dikategorikan sebagai bailee adalah termasuk bisnis-bisnis yang mengerjakan barang milik orang lain.
Dimana selama berada di tangan bailee ada kemungkinan bahwa barang akan terkena peril. Tanggung jawab terhadap kerugian akibat peril tersebut tergantung pada isi penjanjian (bailment)nya. Tetapi meski bagaimanapun juga bailee bertanggung jawab terhadap kerugian harta yang sementara ada di tangannya, yang diakibatkan oleh kecerobohannya.
Kadang-kadang karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian atau karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di tangannya, sekalipun kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik dari hubungan ini (bailments) antara lain:
1.      Identitas harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
2.      Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
3.      Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai sampai dimana tanggung jawab terhadap harta yang untuk sementara .berada di bawah kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
1.      Bila penyerahan (bailments) tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak bertanggung jawab kepada kerugian harta tersebut.
Contoh   :    Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
2.      Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee dapat meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggung jawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh   :    Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada pemiliknya dan pemilik tidak mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan), maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggung jawab pemilik bengkel.
3.      Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh   :    Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik mendapatkan bagian dari hasil persewaannya, maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugiannya dipikul bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.

4.2.4.6. Easement
Easement adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan / pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah perjanjian / akte (disebut ”prescription”).
Contoh  :    Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang dagangan tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu sendiri.

4.2.4.7. Lisensi
Lisensi adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk mcnggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akibat penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh  :    Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan yang diperoleh beberapa perusahaan pharmasi di Indonesia atas mereka dan formula obat-obatan produksi luar negeri. Misalnya : hak PT. Medifarma Laboratories, Inc. untuk memproduksi obat dengan merek dan formula ”Neozep”, milik United American Pharmaceuti-cals, Ltd.

4.2.5. Menghitung Nilai Kerugian
Setelah seorang manajer risiko berhasil mengidentifikasi adanya kerugian harta yang dihadapi perusahaan, maka ia harus menghitung besarnya nilai kerugian tersebut, guna memperkirakan besarnya (kegawatan) dari risiko tersebut.
Ada beberapa ukuran dasar untuk melakukan penaksiran nilai kerugian yang telah diakui oleh penilai, lembaga-lembaga maupun orang-orang yang bekerja secara profesional dalam bidang penaksiran. Meskipun harus tetap diakui adanya kelebihan dan kekurangan dari masing-masing ukuran dasar tersebut, yang mana yang akan dipilih untuk dipakai biasanya tergantung pada tujuan dari penilaian yang bersangkutan.
Metode atau ukuran dasar tersebut antara lain :
1.      Biaya yang sesungguhnya dari harta. Jadi nilainya tergantung pada kondisi pasar pada saat dilakukan pembelian, antara lain : kekuatan tawar menawar, apakah harta masih baru atau sudah tangan kedua dan faktor-faktor lain. Kelemahan dari metode ini : penilaian tidak dapat mencerminkan perubahan teknologi atau mode.
2.      Nilai buku. Jadi nilai harta sebesar harga pembelian dikurangi dengan penyusutan.
3.      Nilai taksiran pajak, yaitu penilaian yang diberikan oleh petugas pajak pada waktu menetapkan pajak perseroan perusahaan yang bersangkutan. Kelemahan metode ini : sering tidak dapat mencerminkan nilai yang sebenarnya dari harta.
4.      Biaya memproduksi kembali, memperbaiki atau biaya penggantian harta agar kembali seperti semula.
Kelebihan dari metode ini : kurang dipengaruhi oleh unsur subyektif ; sedang kelemahannya : nilainya akan di atas nilai pasar. Metode ini cocok untuk harta yang penggantiannya hanya sebagian (cukup direparasi untuk mengembalikan pada keadaan semula).
5.      Nilai pasar, Jadi ditentukan oleh kemauan penjual untuk menerima pembayaran dan kemauan pembeli untuk membayar harta tersebut dalam suatu transaksi, pada saat dilakukan penilaian terhadap harta tersebut.
6.      Biaya penggantian dikurangi dengan penyusutan dan keusangan.
Kelebihan metode ini akan menghasilkan penilaian bahwa harta baru mempunyai nilai bisnis yang lebih tinggi dari pada harta yang lama, Sedang kelemahannya metode ini agak bersifat subyektif. Metode ini yang sering dipakai oleh perusahaan asuransi dalam menilai harta yang akan ditanggungnya, sebab metode ini mendasarkan pada ”actual cash value”.
Penyusutan adalah hal yang berkaitan dengan umur, sedang keusangan berkaitan dengan masalah mode atau perubahan design.
Metode yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi adalah metode yang ke 4, 5 dan 6.
Ada satu masalah lain yang berkaitan dengan penilaian harta, yaitu masalah ”Pembuangan”. Yaitu masalah yang timbul jika suatu harta terkena peril, tetapi tidak seluruhnya menjadi hancur. Masalahnya adalah : apakah harta tersebut cukup diperbaiki saja, berarti bagian harta yang masih baik tetap dipakai, tidak dibuang atau harus diganti seluruhnya, yang berarti bagian harta yang masih baik dibuang. Persoalannya disini adalah bila diganti seluruhnya adalah pembuangan bagian harta yang sebetulnya masih dapat dipakai, yang tentu saja berakibat biaya keseluruhan untuk perbaikan kembali menjadi lebih tinggi.
Pemecahannya umumnya dengan cara membandingkan ”PV” (present value) cash flow dari kedua alternatif tersebut. Artinya :
¨    apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih besar dari pada ”pv, cash flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diperbaiki saja;
¨    apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih kecil dari pada ”pv. cash flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diganti seluruhnya.

4.2.6. Sumber Kerugian Net Income
Pada prinsipnya sumber kerugian terhadap net income terdiri dari dua hal, yaitu :
1.      Pendapatan yang menurun.
2.      Biaya yang meningkat.

4.2.6.1. Pendapatan yang menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan, yang disebabkan antara lain :
1.      Kerugian uang sewa
Jika suatu harta yang disewakan rusak / hancur terkena peril, penyewa umumnya tidak akan mau membayar sewa selama harta itu masih dalam perbaikan atau selama tidak dapat digunakan
2.      Gangguan terhadap operasi perusahaan
Bila suatu perusahaan hartanya terkena peril, ia akan terpaksa mengehentikan atau mengurangi volume operasinya, hal maka akan mengakibatkan :
a.       net profit yang seharusnya diterima akan hilang,
b.      biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun operasi perusahaan mengalami gangguan.
3.      Gangguan tak terduga di dalam bisnis, misalnya karena terganggunya kegiatan dari supplier atau penyalur dari perusahaan.
4.      Hilangnya profit dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak karena kerusakan alat produksi atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
5.      Pengumpulan piutang akan menurun.
Bila karena peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi lebih sulit, sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
Juga karena : perusahaan yang terkena peril biasanya perhatian lebih dicurahkan pada penyelamatan operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga aktivitas pengumpulan piutang akan menurun dan hasilnya juga akan turun.

4.2.6.2. Biaya yang meningKat
Bila suatu perusahaan terkena peril dapat mengakibatkan kenaikan beberapa jenis biaya, antara lain:
1.      Kerugian nilai sewa.
Dimana karena kerusakan bangunan/peralatan tersebut maka untuk melanjutkan operasinya perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain. Bila yang rusak harta yang disewa, perusahaan harus menyewa lagi barang lain dan sewa yang sudah dibayar menjadi hilang.
2.      Biasanya perlu dikeluarkan biaya ekstra untuk meneruskan operasi perusahaan secara normal akibat adanya peril dan demi memelihara hubungan baik dengan pelanggan. Untuk itu biasanya perlu disusun suatu rencana tentang apa yang harus dilakukan setelah terjadi peril, agar :
a.       perusahaan dapat beroperasi dengan lebih cepat dan lebih efisien,
b.      dapat menentukan besarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan.
3.      Pembatalan kontrak sewa yang bernilai tinggi, dimana biasanya sewa jangka panjang lebih murah dari pada sewa jangka pendek.
4.      Hilangnya manfaat yang diakibatkan oleh perbaikan / perubahan yang dilakukan penyewa terhadap harta yang disewa, yang mengalami kerusakan.

4.3. TANGGUNG JAWAB ATAS KERUGIAN PIHAK LAIN
4.3.1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (”Liability Loss Exposures”) timbul karena adanya kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil pihak lain tersebut, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung jawab ini timbul dapat dikatakan sebagai penjabaran dari ungkapan norma kehidupan masyarakat, yaitu : ”Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab”. Tanggung jawab ini disebut juga tanggung jawab yang sah.

4.3.2. Jenis Tanggung Jawab yang Sah
Tanggung jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a.       Tanggung jawab sipil / perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana keputusan hukumnya berupa : penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan (penggugat). Dimana pengadilan memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
b.      Tanggung jawab umum / pidana, dimana berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas pelaksana hukum (”Jaksa Penuntut Umum”) atas nama masyarakat / umum / Negara terhadap individu maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
Dimana keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar / dijalani oleh tersangka.
Bila ancaman hukumannya cukup berat dan si tersangka tidak mampu membayar pengacara, maka pengacara disediakan dan dibayaroleh Pemerintah.

4.3.3. Sumber Tanggung Jawab Sipil
Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul karena berbagai sebab / sumber, yang antara lain terdiri dari :
a.       Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul karena pelanggaran atau pembatalan atas kontrak yang telah disetujuinya.
b.      Yang timbul dari kelalaian atau kesembronoan, yang meliputi :                      
1.      Kelalaian yang disengaja, misalnya berupa : pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2.      Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akibat dari tindakan yang sembrono, misalnya : memasang stroom pada pagar.
3.      Subyek kesembronoan yang menimbulkan tanggung jawab yang sempurna, seperti berupa gangguan pribadi, kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan bermotor.
c.       Yang timbul dari penipuan atau kesalahan, misalnya : keringanan keputusan dari yang seharusnya, kekurangan penggantian kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d.      Yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang lain, seperti : kebangkrutan, penyitaan, perwaliandan sebagainya.

4.3.4. Cara Menentukan Tanggung Jawab Sipil
Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada prinsip :  ”perlindungan hukum hanya diberikan pada orang-orang yang dapat membuktikannya”.
Karena prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani kepentingannya sendiri atau menggunakan pengacara yang profesional, agar dapat membuktikan bahwa dialah yang memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan, ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang berperkara dapat menang.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1.      Pihak pengadilan / hukum tidak akan memberikan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk dapat ”menentukan / membuktikan sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa ”dia yang benar”.
2.      Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk itu. Jadi pengadilan tidak serta menentukan siapa yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3.      Ada batas ”kadaluwarsa”, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4.      Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara memuaskan agar berhasil gugatannya, dengan ”jumlah bukti yang lebih besar” dari pada bukti yang diajukan oleh tergugat, karena dalam penentuan hak ini dianut azas ”Hes Ipsa Loquitur” (= ”Sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri”).
Penentuan hak ini dapat juga diselesaikan di luar pengadilan (dengan ”Dading”).

4.3.5. Sifat Kerugian
Kerugian / kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan tanggung jawab yang sah pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam :
a.       Kerugian yang bersifat ”khusus / spesial”, yang biasanya mudah diketahui, misalnya : kehilangan hak milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b.      Kerugian yang bersifat ”umum”, yang biasanya tidak langsung dapat diketahui pada saat peristiwa terjadi; misalnya: suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak dapat diukur secara langsung, seperti : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian immateriil).
Dalam proses hukum penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut dapat dinilai sebelum proses pemeriksaan di pengadilan. Dalam hal ini termasuk juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.

4.3.6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian
Lalai atau ”tort” berasal dari kata ”tortus”, yang artinya ”membelit”, yaitu tingkah laku yang berbelit dan tidak jujur. Salah / lalai atau tort adalah kesalahan sipil yang dapat diperbaiki dengan tindakan pemberian ”ganti rugi”.
Lalai adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak terjangkau oleh hukum pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1.      Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku yang disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
Contoh      :           Seorang salesman yang mendemontrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan. Dimana hal itu dilakukan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu saja hal itu akan mengakibatkan penderitaan orang yang ditawari.
Kelalaian semacam ini antara lain berupa :   
¨    pelanggaran, misalnya memasuki halaman orang lain tanpa ijin,
¨    pengubahan, misalnya: menjadikan milik orang lain menjadi miliknya sendiri,
¨    serangan, misalnya: mengancam orang lain,
¨    kesalahan hukum, misalnya: penangkapan tanpa dasar hukum,
¨    pencemaran nama baik, misalnya : memfitnah (secara tidak langsung), mengumpat (secara langsung).
2.      Kelalaian yang tidak disengaja (sembrono), yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga mengakibatkan kerugian.
Contoh   :    Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap ”pinicilin”, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati pasiennya dengan ”pinicilin” yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat segera memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.
Untuk membedakan apakah kelalaian itu disengaja atau tidak harus dilihat maksud dari tindakan terdakwa. Bila tindakan tersebut karena kurang hati-hati sehingga mengakibatkan orang lain menderita, dikategorikan sebagai kelalaian yang tidak disengaja atau tindakan yang ”ceroboh”.
Unsur-unsur suatu kelalaian dapat dikategorikan sebagai ceroboh antara lain :
a.       adanya kewajiban (legal) untuk berbuat atau tidak berbuat, artinya terdakwa seharusnya menggunakan kewajiban legalnya untuk memperhatikan tingkah lakunya yang dapat menimbulkan kerugian / persoalan,
b.      pelanggaran terhadap kewajiban legal, yaitu melanggar kewajiban legal yang berlaku untuk orang yang berpikiran bijaksana,
c.       kedekatan antara penyebab pelanggaran terhadap kewajiban dan kerugian yang diderita,
d.      adanya kerugian yang terus-menerus, misalnya : shok karena tindakan terdakwa.
3.      Kesalahan, yaitu kerugian yang mengakibatkan orang / perusahaan harus bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang timbul.

4.3.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa / tergugat dapat mengajukan atau menunjukkan bahwa ia tidak sembrono, sehingga dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membeia diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3 hal, yaitu :
1.      Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan dengan hal yang berhubunga dengan tergugat.
Contoh   :    Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang dikemudikan rusak karena tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut ganti rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2.      Membandingkan sumbangan dari kesembronoan terhadap kerugian, Hal ini berlaku bila diduga bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya sembrono, sehingga menimbulkan kerugian.
Dalam menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3.      Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam melakukan tugas kewajibannya.
Dalam perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya. Jadi kadang-kadang tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya pengadilan tata usaha negara (PTUN) menunjukkan bahwa petugas / lembaga pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya yang merugikan orang / pihak lain.

4.3.8. Tanggung jawab yang berhubungan dengan perbuatan orang lain
Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang seakan-akan dilakukan sendiri mencakup :
a.       Tanggung jawab yang timbul karena tindakan karyawannya sendiri.
Sampai seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung pada tingkat pengawasan yang dapat dilakukan perusahaan / majikan terhadap tindakan karyawannya tersebut.
b.      Tanggung jawab yang timbul karena hubungan kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya: kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek yang ditanganinya.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada karyawannya sendiri yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
1.      kegagalannya dalam memilih kontraktor yang tepat,
2.      yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan kontraktor itu merupakan kerjasama.

4.3.9. Tanggung Jawab Terhadap Kontrak
Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan sebagai ”pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

4.3.10. Tanggung Jawab Menurut Undang-undang / Peraturan
Semua negara tentu membuat peraturan / undang-undang tentang tanggung jawab dari tindakan-tindakan tertentu yang dapat merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain :
a.       Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atas penjualan barangnya.
Contoh   :    Penjual minuman keras bertanggung jawab atas kerugian orang lain akibat ulah pembelinya yang mabuk.
b.      Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan anaknya.
Pada prinsipnya orang tua tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku / kenakalan anaknya.
Dalam praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang tua bertanggungjawab terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
c.       Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang peliharaannya, terutama hewan peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila hewan peliharaannya berupa binatang jinak / ternak (misalnya : anjing, kucing, ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus dibuktikan terlebih dahulu adalah ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.

4.3.11. Seluk-beluk Tanggung «lawab dan Masalahnya
4.3.11.1. Tanggung Jawab yang Muncul dan Kepemilikan Real Es
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung pada status dari pengunjung pada saat melakukan kunjungan, yang dapat dibedakan ke dalam :
a.         Pelanggar : yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa diundang. Jadi yang datang / masuk untuk maksudnya sendiri, yang umumnya tidak ada minat yang sama antara pemilik dan si pengunjung. Dalam hubungan ini hukum mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa aman dan damai di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut. Kecuali apabila :
1.      pemilik mengenal si pelanggar,
2.      dalam kaitannya dengan doktrin ”gangguan” berkaitan dengan anak-anak.
Doktrin gangguan yang berkaitan dengan anak-anak adalah berkaitan dengan kondisi / keadaan yang menarik bagi anak-anak. Doktrin ini menentukan :
2.a.  tempat dimana kondisi yang menarik anak-anak itu dipelihara diketahui oleh pemilik,
2.b. pemilik mengetahui dan menyadari adanya risiko yang layak yang dapat mengakibatkan kematian / kerugian phisik yang serius pada anak-anak,
2.c.  adanya kecenderungan bahwa anak-anak tidak menyadari adanya risiko yang membahayakan,
2.d. pemilik tidak melakukan pengamanan yang memadai terhadap kondisi yang berbahaya yang dapat menimpa anak-anak.
Bila terdapat salah satu dari keempat unsur tersebut maka pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
b.        Pemilik ijin : yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak / bisnis dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah pihak.
Dalam keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan pemilik ijin.
c.         Pengunjung : yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate.
Dalam kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang diderita pengunjung sebagai akibat kondisi real estatenya.
Contoh  :    Seorang yang datang berbelanja ke sebuah toko, yang mengalami kerugian karena kondisi dari toko, maka si pemilik toko bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
                   Misalnya pengunjung yang kepleset, sehingga mengalami patah tulang disebabkan lantai toko yang kurang bersih.

4.3.11.2. Tanggung Jawab yang Muncul dari Gangguan Terhadap Pribadi atau Masyarakat
Perusahaan dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau masyarakat akibat dari real estate miliknya tidak dapat melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi :
a.       Gangguan Publik : misalnya pembuatan konstruksi jalan yang tidak aman oleh kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab yang bersifat kriminal / pidana.
b.      Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan kerugian pada seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh   :    peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa saluran air dan sebagainya yang dapat menganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam kasus yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung jawab secara mutlak.

4.3.11.3. Tanggung Jawab vang Muncul dari Penjualan, Pembualan dan Distribusi Barang / Jasa
Adalah kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan barang / jasa. Apabila dalam melaksanakan janji / kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan pembeli / pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini meliputi :
a.       Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang mencakup :
1.      garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
2.      kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau dapat mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli dapat memenuhi tujuan pokoknya,
3.      jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, misalnya bebas dari cacad yang tersembunyi.
b.      Tanggung jawab yang muncul dari kesembronoan.
Contoh   :    Kerugian yang timbul karena kesembronoan perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya mengandung zat-zat yang merusak.
c.       Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul karena produknya yang merusak, yang bukan karena kesembronoannya.
Contoh   :    Perusahaan asbes bertanggung jawab atas sakit ”Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan oleh mengumpulnya debu-debu asbes dalam saluran pernafasan.

4.3.11.4. Tanggung Jawab yang Muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang diembannya.
Contoh  :    1.  Tanggung jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan / loyalitas.
                   2.  Tanggung jawab dari para manajer terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat oleh panitia / pimpinan.

4.3.11.5. Tanggung Jawab Para Profesional
Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung jawab terhadap kerugian akibat dari penerapan keahlian mereka.
Contoh: Dalam dunia kedokteran : kerugian karena ”malpraktek”.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, karena :
1.      tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
2.      perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada beberapa waktu yang lalu belum tentu benar pada saat sekarang.

4.3.11.6. Tanggung Jawab yang Muncul karena Penggunaan Kendaraan Bermotor
Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa:
a.       Pengemudi : yang bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila kecelakaan itu akibat kesembronoannya.
b.      Pemilik kendaraan / Majikan : yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik / majikan.
Kesulitan yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi adalah kemampuan keuangannya untuk membayar ganti rugi, karena umumnya para pengemudi kemampuan keuangannya sangat terbatas.
Di Indonesia masalah ini di coba di atasi dengan adanya lembaga asuransi sosial, yang khusus memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang dikelola PT. Jasa Raharja.

4.4. TANGGUNG JAWAB ATAS KERUGIAN PERSONIL
4.4.1. Pengantar
Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (”Personnel Loss Exposures”) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan yang bersangkutan. Kerugian tersebut mencakup kerugian karena karyawan atau keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit atau kehilangan pekerjaan karena berbagai sebab. Dalam peristiwa-peristiwa yang demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian tersebut, maka adalah wajar bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus memberikan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun yang menimpa keluarganya. Jadi dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu ”Business Risk Management” mencakup pula ”Family Risk Management”.

4.4.2. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil
Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami karyawan maupun keluarganya antara lain adalah :
1.      Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2.      Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan.
3.      Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan / organisasi karyawan, yaitu yang menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan.
4.      Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistim perpajakan yang berkaitan dengan pemberian jaminan sosial.
5.      Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, di luar gaji / upah yang diberikan.
6.      Untuk membangun citra baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber daya manusia / karyawan.
7.      Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.
8.      Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut sertakan karyawannya dalam program asuransi sosial tenaga kerja (”Asuransi'Tenaga Kerja” = ”Astek”).

4.4.3. Hubungan Majikan dengan Karyawan
Perhatian yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansiil) yang diderita oleh karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk memelihara dan membina hubungan yang baik / harmonis antara majikan / perusahaan dengan karyawannya. Dimana dengan kebijaksanaan tersebut antara lain akan dapat : menarik karyawan baru yang berkualitas tinggi, meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan, dapat mengurangi ”turn over”, pemogokan dan sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan dapat : meningkatkan produktivitas kerja karyawan karena dengan demikian mereka terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang dapat menimpanya, termasuk bila nanti harus berhenti bekerja karena usia maupun karena ketidakmampuan. Jadi dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keutungan perusahaan, sebab mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan yang pesat, terutama sesudah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1.       Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak Perang Dunia II langsung ditujukan kepada masalah kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi ketenaga kerjaan (”em­ployment”).
2.       Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan ”harga” sebagai kekuatan alasan organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah.
Artinya kenaikan harga tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut kenaikan upah.
3.       Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memberikan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang dapat diperhitungkan sebagai unsur biaya dan dapat mengurangi sisa pendapatan kena pajak.

4.4.4. Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil
Tanggung jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1.      Kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan.
2.      Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak langsung dengan aktivitas perusahaan.

4.4.4.1. Kerugian Personil yang Berkaitan Langsung dengan Aktivitas Perusahaan
Tanggung jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang dia bebankan. Tanggung jawab tersebut biasanya akan terlihat pada ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a.       harus bertanggung jawab terhadap kerusakan / kerugian yang diakibatkan oleh kesembronoannya dalam bekerja,
b.      terpaksa menderita secara phisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.
Sebalikanya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan / perusahaan :
a.       harus tunduk kepada undang-undang tentang hubungan perburuhan, jaminan sosial dan keselamatan kerja,
b.      pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikenakan sangsi pidana maupun perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik majikan / perusahaan juga berkewajiban :
a.       melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang layak,
b.      memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan kerja,
c.       menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, misalnya melatih karyawan untuk menanggulangi keteledoran.
Pada pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan / perusahaan terhadap karyawan, yaitu :
1.       Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dilakukan.
2.       Santunan terhadap cacad yang diderita karyawan, akibat dari kecelakaan kerja.
3.       Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal karena kecelakaan kerja.
4.       Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diperlukan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan yang menurun akibat kecelakaan kerja.

4.4.4.2. Kerugian Personil yang Tidak Berkaitan dengan Aktivitas Perusahaan
Karyawan (juga keluarganya) juga menghadapi risiko kerugian potensiil dari menurunnya kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga, sebagai akibat seorang karyawan : meninggal dunia (kematian), kesehatan yang menurun, menganggur maupun karena usia tua.

4.4.4.2.1. Kematian
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang mati dini (”premature death”) adalah hilangnya sumber penghasilan (”earning power”). Berapa besar kerugian finansiil yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan dapat diestimasikan dengan cara sebagai berikut :
1.      perkiraan penghasilan bersih yang diterima setiap bulan / tahun seandainya dia tidak meninggal sampai masa pensiun,
2.      dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk memelihara kehidupan / kemampuannya selama itu,
3.      dihitung ”present value” dari sisanya.

4.4.4.2.2. Kesehatan yang Menurun
Adalah suatu hal yang wajar bila seseorang karena sesuatu hal pada suatu ketika kondisi kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita, yaitu :
1.      berkurang atau hilangnya sumber penghasilan karena ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan,
2.      biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila ketidakmampuannya bersifat tetap / selamanya maka kerugiannya akan sama dengan karena kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama kemampuannya belum pulih kembali.

4.4.4.2.3. Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang ”terpaksa” (”in­voluntary unemployment”), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang / karyawan.
Pengangguran dapat dibedakan ke dalam :
a.       Pengangguran menyeluruh (”agregate unemployment”), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan ekonomi.
b.      Pengangguran selective atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor / daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
c.       Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.

4.4.4.2.4. Pensiun
Kerugian finansiil karena pensiun tidak segawat seperti kerugian finansiil sebagai akibat kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian masalah ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir-akhir masa kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena penghasilannya memang tidak berlebihan (pas-pasan), sehingga tidak mungkin menabung; karena pola hidupnya pada masa aktif bekerja dan sebagainya.

4.4.5. Kerugian yang Menimpa Perusahaan itu Sendiri
Seorang Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensiil yang diderita oleh perusahaan itu sendiri sebagai akibat peril yang menimpa seseorang, yaitu kematian atau ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik perusahaan. Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan kedalam :
1.      ”Key-Person Losses” :
Yaitu kerugian akibat kematian atau ketidak mampuan seseorang yang mempunyai posisi ”kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan. Contoh : Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang tersebut akan mempengaruhi kepercayaan kreditur tersebut.
2.      ”Credit Losses” :
Banyak perusahaan yang menjual produknya dilakukan dengan secara kredit, lebih-lebih perusahaan perbankan. Dimana biasanya kelancaran pembayaran kredit tersebut tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan penerima kredit. Jadi apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu bekerja tentu akan sangat mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang / kredit.
3.      ”Business - Discontinuation Losses” :
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak mampu melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan perusahaan untuk sementara tidak bekerja. Kerugian akibat dari keadan ini biasanya cukup berat, baik bagi perusahaan maupun karyawannya dan juga bagi ahli waris / keluarga dari personil yang bersangkutan.
Dalam hubungan dengan kejadian yang demikian ini biasanya kerugian yang diderita tidak hanya kerugian selama perusahaan tidak bekerja, tetapi juga biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan kalau perusahaan akan bekerja kembali.
Contoh   :    Biaya ekstra untuk upaya menarik kembali langganan yang sudah beralih ke perusahaan lain. Untuk ini biasanya diperlukan biaya promosi yang tidak kecil.



BAB 5
PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN RISIKO

5.1. PENGUKURAN RISIKO
5.1.1. Demensi yang Diukur
Setelah berbagai tipe kerugian potensiil berhasil diidentifikasi, maka untuk keperluan penentuan cara penanggulangannya maka exposure-exposure tersebut harus diukur. Dimana pengukuran tersebut mempunyai dua manfaat, yaitu :
1.      Untuk dapat menentukan kepentingan relatif dari suatu risiko yang dihadapi.
2.      Untuk mendapatkan informasi yang sangat diperlukan oleh Manajer Risiko dalam upaya menentukan cara dan kombinasi cara-cara yang paling dapat diterima / paling baik dalam penggunaan sarana penanggulangan risiko.
Dalam pengukuran risiko demensi yang diukur adalah :
1.      Besarnya frekuensi kerugian, artinya berapa kali terjadinya suatu kerugian selama suatu periode tertentu. Jadi untuk mengetahui sering tidaknya suatu kerugian itu terjadi.
2.      Tingkat kegawatan (severity) atau keparahan dari kerugian-kerugian tersebut. Artinya untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh dari suatu kerugian terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dari hasil pengukuran yang mencakup dua demensi tersebut paling tidak akan dapat diketahui :
1.      Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu periode anggaran.
2.      Variasi nilai kerugian dari satu periode anggaran ke periode anggaran yang lain (naik-turunnya nilai kerugian dari waktu ke waktu).
3.      Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, terutama kerugian yang ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak hanya nilai rupiahnya saja.
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan demensi pengukuran tersebut, antara lain :
1.      Orang umumnya memandang bahwa demensi kegawatan dari suatu kerugian potensiil lebih penting dari pada frekuensinya.
2.      Dalam menentukan kegawatan dari suatu kerugian potensiil seorang Manajer Risiko harus secara cermat memperhitungkan semua tipe kerugian yang dapat terjadi, terutama dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap situasi finansiil perusahaan.
3.      Dalam pengukuran kerugian Manajer Risiko juga harus memperhatikan orang, harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak terkena peril.
4.      Kadang-kadang akibat akhir dari suatu peril terhadap kondisi finansiil perusahaan lebih parah dari pada yang diperhitungkan, antara lain akibat tidak diketahuinya atau tidak diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak langsung.
5.      Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu kerugian penting pula diperhatikan jangka waktu dari suatu kerugian, di samping nilai rupiahnya. Hal ini berkaitan dengan :
a.       the time value of money, yang harus diperhitungkan berdasarkan tingkat bunga (interest rate) yang ada,
b.      kemampuan perusahaan untuk membagi-bagi biaya (cash outlay) yang diperlukan untuk penanggulangan kerugian.
Contoh  :    Kerugian sebesar Rp. 5.000.000,- setiap tahun, yang terjadi selama 10 tahun adalah lebih ringan / tidak gawat dibandingkan dengan kerugian yang selama 10 tahun hanya sekali terjadi, tetapi dengan kerugian sebesar Rp. 50.000.000,-. Sebab pada peristiwa pertama : beban bunga lebih ringan, dan perusahaan dapat dengan mudah memasukkan kerugian tersebut dalam komponen biaya.

5.1.2. Pengukuran Frekuensi Kerugian
Pengukuran frekuensi kerugian potensiil adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis obyek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun.
Selanjutnya berdasarkan demensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu :
1.      kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (”almost nil”), yaitu risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko tidak akan terjadi atau kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali atau hampir tidak mungkin terjadi (probabilitas terjadinya mendekati nol),
2.      kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (”slight”), yaitu risiko-risiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil,
3.      kerugian yang mungkin (”moderate”), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang.
4.      kerugian yang mungkin sekali (”definite”), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan dengan pengukuran kerugian dari demensi frekuensi Manajer Risiko harus memperhatikan pula :
1.      beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa suatu obyek,
2.      beberapa jenis obyek yang dapat terkena suatu jenis kerugian.
3.      Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi besarnya probabilitas kerugian potensiil.

5.1.3. Pengukuran Kegawatan Kerugian
Pengukuran kerugian potensul dan demensi kegawatan adalah untuk mengetahui berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dalam mengukur kegawatan kerugian potensiil ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.       kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril,
b.      probabilitas kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum,
c.       keseluruhan (”aggregate”) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan demensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensiil, yaitu :
1.      kemungkinan kerugian yang wajar (”normal loss expectancy”), yaitu kerugian-kerugian yang dapat dikelola sendiri oleh perusahaan ataupun oleh umum (perusahaan asuransi),
2.      probabilitas kerugian maksimum (”probable maximum loss”), yaitu kerugian yang dapat terjadi bila alat pengaman terhadap peril tidak dapat berfungsi,
3.      kerugian maksimum yang dapat diduga (”maximum foreseeable loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara individual (tidak bisa ditangani sendiri); jadi penanganannya harus diserahkan kepada umum (perusahaan asuransi),
4.      kemungkinan kerugian maksimum (“maximum possible loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diamankan, baik secara individual maupun secara umum (oleh perusahaan asuransi).
Dalam menentukan kegawatan kerugian Manajer Risiko harus hati-hati dalam memasukkan semua kerugian yang mungkin bisa terjadi akibat suatu peristiwa tertentu dan bagaimana dampak terakhir terhadap kondisi keuangan perusahaannya. Sebab sering terjadi bahwa yang terlihat adalah kerugian yang tidak penting (kerugian langsung), sedang kerugian yang lebih penting justru yang sering sukar untuk diidentifikasi (kerugian tidak langsung).

5.2. KONSEP PROBABILITAS
5.2.1. Pengertian
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengukuran kerugian, baik dari demensi frekuensi maupun demensi kegawatan, semuanya menyangkut kemungkinan (”probabilitas”) dari kerugian potensial tersebut. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka dalam lengukur risiko Manajer Risiko harus memahami konsep probabilitas tersebut, sehingga strategi yang telah diputuskan dalam menangani risiko tidak jauh menyimpang dari kenyataan yang betul-betul terjadi.
Masyarakat awam cenderung mendefinisikan / memberikan batasan terhadap probabilitas sebagai : ”kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian” atau ”kemungkinan jangka panjang terjadinya sesuatu”. Dimana pengertian yang demikian ini ternyata kurang bermanfaat untuk melakukan penganalisaan terhadap terjadinya suatu peril / kerugian. Untuk dapat melakukan analisa terhadap kemungkinan dari suatu kerugian potensiil kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari ”Teori Probabilitas” (lihat statistik). Berikut akan dibahas beberapa prinsip tersebut, terutama yang berkaitan dengan penganalisaan terhadap kerugian potensiil.

5.2.2. Konsep “Sample Space” dan “Event”
Untuk mempelajari konsep probabilitas perlu diawali dengan memahami konsep mengenai “sample space” dan “event”.
Sample space, yang selanjutnya disingkat “Set S” merupakan suatu set dari kejadian tertentu yang diamati. Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu (Kota Madya Surabaya) selama suatu periode tertentu (selama tahun 1995).
Suatu sample space biasanya terdiri dari beberapa segmen, yang disebut “sub set” atau “event”, yang selanjutnya disingkat “Set E”, yang merupakan bagian dari “set S”. Misalnya : jumlah kecelakaan mobil di atas terdiri dari segmen mobil pribadi dan mobil penumpang umum.
Untuk menghitung secara cermat probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut masing-masing event (set E) perlu diberi bobot. Pembobotan mana biasanya didasarkan pada bukti empiris dari pengalaman masa lalu. Dimana masing-masing event mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga mempunyai probabilitas yang berbeda.
Misalnya  :    untuk mobil pribadi diberi bobot 2, sedang untuk mobil penumpang umum diberi bobot 1, maka probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a.       bila tanpa dibobot : p (E) =
b.      bila dengan dibobot : p (E) =
Dimana    :    p (E)    =     probabilitas terjadinya event,
                     E         =     sub set atau event,
                     S          =     sample space atau set,
                     w         =     bobot dari masing-masing event.

Contoh     :    Dari catatan polisi diketahui bahwa jumlah kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya selama tahun 1995 sebanyak 10.000 kali, dimana dari jumlah tersebut yang 1.000 menimpa mobil pribadi dan yang 9.000 menimpa mobil penumpang umum.
Dengan demikian. probabilitas terjadinya kecelakaan mobil pribadi adalah :
a.       tanpa dibobot p (E)     =  =  = 10 %
b.      dengan dibobot p (E) =
                                          =  = 18,18 %
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa besarnya probabilitas yang dibobot (18,18 %) berbeda dengan yang tanpa bobot (10 %) dan nilai perbedaannya cukup besar (8.18 %).

5.2.3. Asumsi dalam Probabilitas
Dalam definisi probabilitas ada beberapa asumsi, antara lain :
a.       Bahwa kejadian atau event tersebut akan terjadi.
b.      Bahwa kejadian-kejadian atau event-event tersebut adalah saling pilah / “mutually exclusive”, artinya dua event tersebut (kecelakaan mobil pribadi dan mobil penumpang umum) tidak akan terjadi secara bersamaan.
Asumsi ini membawa kita pada “hukum penambahan” / “additive rule” yang menyatakan bahwa : total probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-masing yang saling pilah adalah merupakan jumlah probabilitas dari masing-masing event yang saling pilah tersebut.
Dari contoh di atas maka probabilitas kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya . tahun 1995 adalah :
1.      tanpa bobot: p (S)   =     1/10 + 9/10 =10/10            1 atau
                                             10 %+ 90%= 100%
2.      dengan bobot: p (S)       =                                        2/11 + 9/11 = 11/11             1 atau
                                             18,18% + 81,82% = 100%
c.       Bahwa pemberian bobot pada masing-masing event dalam set adalah positif, sebab besarnya probabilitas akan berkisar antara 1 dan 0, dimana event yang pasti terjadi probabilitasnya 1, sedang event yang pasti tidak terjadi probabilitasnya 0.

5.2.4. Aksioma Definisi Probabilitas
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, maka ada 3 aksioma yang mendasari definisi probabilitas, yaitu :
1.      Probabilitas adalah suatu nilai/angka yang besarnya terletak antara 0 dan 1, yang diberikan pada masing-masing event.
2.      Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas dari event-event (“set E”) yang saling pilah dalam sample space (“set S”) adalah 1.
3.      Probabilitas suatu event yang terdiri dari sekelompok event yang saling pilah dalam suatu set (sample space) adalah merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing probabilitas yang terpisah.

5.2.5. Sifat Probabilitas
Probabilitas adalah merupakan “aproksimasi”. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau bahkan tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara mutlak (pasti sama dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu perkiraan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Jadi apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan berdasarkan definisi probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu sebagai prosentase total exposure dalam rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Maka dari itu probabilitas dari sudut empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang, yang dinyatakan dalam prosentase.
Misalnya : apabila suatu event telah terjadi X kali dari jumlah n kasus dari kemungkinan terjadinya event tersebut, maka probabilitas empirisnya adalah : X/n. Namun probabilitas tersebut adalah menggambarkan data historis (apa yang telah terjadi). Sedang kegunaannya untuk meramalkan kejadian / event yang akan datang merupakan approksimasi / perkiraan saja; kecuali bila event tersebut akan dengan sendirinya berulang persis seperti masa lalu. Suatu situasi yang tampaknya sangat mustahil.
Selanjutnya perlu disadari bahwa untuk probabilitas, misalnya 2/5, tidaklah berarti bahwa kejadiannya adalah sama apabila kasus atau jumlah exposures / percobaannya kecil. Hal itu hanya akan terjadi apabila n nya sangat besar sekali atau mendekati tak terhingga (hukum bilangan besar), dimana X/n akan dapat menghasilkan probabilitas empiris yang hampir tepat.

5.2.6. Event yang Independent dan Acak
Suatu konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam asuransi adalah berkenaan kejadian / event yang sifatnya berdiri sendiri atau independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok kemungkinan event tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas dari event yang lain.
Hal itu berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah percobaannya juga dapat dianggap independent. Dalam kasus ini “sample space”-nya adalah serangkaian percobaan (“succesive trials”) dan hasilnya merupakan akibat yang dapat terjadi pada masing-masing percobaan.
Di samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak, artinya masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama.
Prinsip keacakan dan ketidak-tergantungan (independent) event mempunyai peranan yang sangat penting dalam asuransi, sebab :
1.      Underwriter / perusahaan asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-unit exposures ke dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian / kerugian dapat dianggap sebagai event yang independent. Dimana dengan cara ini maka jumlah pembebanan yang sama kepada masing-masing anggota kelompok dapat dijustifikasi karena masing-masing kelompok menyadari bahwa besarnya kemungkinan terjadinya kerugian adalah sama, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
2.      Suatu jenis kerugian mungkin dapat diderita dua kali atau lebih oleh individu yang sama.

5.2.7. Event yang Berulang
Apabila kita mengetahui bahwa probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu kali percobaan adalah “p” dan probabilitas tidak terjadinya sesuatu adalah “q”, yang besarnya sama dengan 1-p. (q = 1-p). Berdasarkan prinsip ini maka kita dapat menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu event selama r kali dalam n kali percobaan, dengan menggunakan formula binomial. Dimana formula binomial menggunakan konsep compound probability dan addative rule. Dengan menggunakan formula ini kita akan dapat menghitung distribusi binomial (lihat statistik).
Distribusi binomial adalah merupakan salah satu dari teori probabilitas yang digunakan dalam asuransi dan merupakan salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi binomial digunakan 3 asumsi :
1.      Ada suatu event atau hasil yang bersifat saling pilah.
2.      Probabilitas dari masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi.
3.      Karena masing-masing event berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan berubah dari percobaan yang satu ke percobaan yang lainnya, tetapi tetap konstan, karena probabilitas terjadinya event sudah diketahui dan hanya terdapat dua event, maka probabilitas tidak terjadinya event adalah : 1 - probabilitas terjadinya event (q = 1 - p).

5.2.8. NIlai Harapan (Expected Value)
Expected value dari suatu event dapat ditentukan dengan membuat tabel (label binomial) untuk hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari menilai masing-masing hasil tersebut berdasarkan probabilitasnya. Dengan menjumlahkan hasil dari masing-masing event tersebut akan diperoleh expected valuenya.
Contoh  :    Diketahui bahwa dari 100 buah rumah kemungkinan terbakarnya satu rumah adalah 37 % (tabel binomial) dan rata-rata kerugian untuk setiap kebakaran adalah Rp. 100.000.000,, maka expected value kerugiannya : Rp. 37.000.000 (37 %xRp. 100.000.000,-).
                   Apabila terjadi peril, maka pihak asuransi harus membayar santunan sebesar Rp. 100.000.000,-. Karena pihak asuransi tidak merasa pasti bahwa peril tersebut terjadi, maka pihak asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya betul terjadi serta menilainya pada tingkat expected loss sebesar Rp. 37.000.000,-.
                   Selanjutnya bila kemungkinan terbakarnya dua rumah adalah sebesar 19%, maka expected lossnya : Rp. 38.000.000,- (19% x 2 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp. 19.000.000,-.
                   Kemudian bila kemungkinan terbakarnya sepuluh rumah adalah sebesar  1 %, expected lossnya : Rp. 10.000.000,- (1 % x 10 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp. 1.000.000,-.
Perhitungan seperti tersebut diataslah yang digunakan oleh perusahaan asuransi dalam mengestimasi total kerugian dan menentukan provisi untuk menetapkan besarnya premi yang tepat bagi masing-masing tertanggung.
Dalam distribusi binomial jumlah keseluruhan expected loss adalah jumlah percobaan atau event dikalikan dengan expected long frequency (frekuensi kerugian yang diperkirakan dalam jangka panjang) dan selanjutnya dikalikan dengan besarnya nilai kerugian (Rp) untuk setiap kerugian.
Konsep expected value juga sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis.
Contoh  :    Seorang kontraktor diminta untuk membangun sebuah gedung dimana apabila segala sesuatu berjalan baik ia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 10.000.000,-. Karena menyadari selalu adanya hal-hal yang tidak terduga, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut diperkirakan hanya 80 %, dimana yang 20 % adalah pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Jadi expected value dari pekerjaan tersebut sebesar Rp. 6.000.000,-.
                   Dengan data itu pihak kontraktor dapat mempertimbangkan untuk membangun gedung tersebut, dengan tidak lupa mempertimbangkan kesempatan-kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan lain sehubungan dengan perputaran misalnya. Mungkin pula untuk mengamankan terhadap risiko tersebut kontraktor mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang mau menerima (perusahaan asuransi).
                   Yang perhitungannya dapat digambarkan sebagai berikut :
Expected Value of Contract :
Probabilitas:
H a s i I:
Expected Value:
80%
+ Rp. 10.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
20%
- Rp. 10.000.000,-
Rp. 2.000.000.-
100%

Rp. 6.000.000,-

                                                                   
5.2.9. Penafsiran Tentang Probabilitas
Bila seorang Manajer Risiko menyatakan bahwa probabilitas akan terbakarnya sebuah gedung tertentu adalah 1/10, hal itu menunjukkan kemungkinan relatif akan terjadinya peristiwa tersebut. Karena probabilitas bervariasi antara 0 dan 1, maka akan timbul dua penafsiran tentang probabilitas 1/10 tersebut, yaitu :
1.      Bahwa 1/10 dari seluruh gedung yang menghadapi risiko yang sama di seluruh dunia diperkirakan akan terbakar.
Penafsiran ini didasarkan pada hukum bilangan besar.
2.      Jika gedung tersebut dihadapkan pada kerugian karena kebakaran selama jangka waktu panjang, maka kebakaran yang akan terjadi kira-kira 1/10 dari jumlah exposure.
Penafsiran yang kedua tersebut sangat berfaedah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tindakan apa yang akan diambil berkenaan dengan pengelolaan exposure tersebut.
Untuk itu ada beberapa pengertian yang perlu dipahami, antara lain :
1.      Peristiwa yang saling  pilah (mutually exclusive event)
Dua peristiwa dikatakan saling pilah apabila terjadinya peristiwa yang satu menyebabkan tidak terjadinya peristiwa yang lain. Dimana menurut aturan probabilitas terjadinya salah satu peristiwa adalah merupakan jumlah probabilitas masing-masing perisriwa. Bila peristiwanya A dan B, maka probabilitas terjadinya peristiwa A atau B dapat dinyatakan sebagai berikut :
p (A atau B) = p (A) + p (B)
Contoh   :    Probabilitas terjadinya kerugian peristiwa A sebesar Rp. 1.000.000,- adalah 1/10 dan kerugian peristiwa B sebesar Rp. 2.500.000,- adalah 1/20, maka probabilitas akan terjadinya kerugian Rp. 1.000.000,- atau Rp. 2.500.000,-adalahl/10 + 1/20 = 3/20
Sedang jumlah probabilitas dari semua peristiwa yang mungkin dalam suatu seri peristiwa (yang mutually exclusive) sama dengan 1, sebab salah satu dari peristiwa-peristiwa tersebut pasti akan terjadi.

2.      Compound events
Compound events adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang sama.
Metode untuk menentukan probabilitas suatu compound events tergantung pada sifat events yang terpisah, apakah merupakan peristiwa bebas atau peristiwa bersyarat.
2.1.     Compound events yang bebas (independent):
Dua event adalah bebas terhadap satu sama lain, jika terjadinya salah satu tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang lain. Dimana probabilitas terjadinya peristiwa itu serentak (dalam waktu yang sama) adalah sama dengan hasil perkalian probabilitas masing-masing peristiwa.
Contoh  :    Perusahaan X mempunyai dua gudang A dan B, dimana gudang A terletak di Surabaya dan gudang B terletak di Sidoarjo. Dimana probabilitas terbakarnya gudang A tidak mempengaruhi / dipengaruhi oleh terbakarnya gudang B.
                   Bila probabilitas terbakarnya gudang A adalah 1/20 dan probabilitas terbakarnya gudang B adalah 1/40, maka probabilitas terbakarnya gudang A dan B : (1/20) x (1/40) = 1/800.
Aturan (theorema) tentang compound probability dapat digabungkan dengan aturan tentang mutually exclusive probability dalam rangka menghitung probability dari semua kemungkinan, yaitu sebagai berikut :
1.      Kemungkinan I : Terbakarnya gudang A dan tidak
terbakarnya gudang B : (1/20) x (1 -1/40)                  =   39/800
2.      Kemungkinan II: Tidak terbakarnya gudang A dan
terbakarnya gudang B: (1 -1/20) x (1/40)                   =   19/800
3.      Kemungkinan III: Tidak terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1 -1/20) x (1 -1/40)                                   =   741/800
4.      4. Kemungkinan IV : Terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1/20) x (1/40)                                           =   1/800
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan                =       1
2.2.     Compound events bersyarat (Conditional compound events):
Compound events bersyarat adalah dua peristiwa atau lebih dimana terjadinya peristiwa yang satu akan mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain. Probabilitas dari compound events bersyarat dapat dihitung dengan rumus :
p (A dan B)    =   p (A) x p (B/A) atau
p (BdanA)      =   p (A) x p (A/B)
Dimana p (A dan B) notasi untuk probabilitas bersyarat yang terjadinya peristiwa B sesudah terjadinya peristiwa A, sedang p (B dan A) bila sebaliknya.
Contoh  :    Penggunaan uang oleh perusahaan untuk memasang iklan (sebagai peristiwa A) dan peningkatan penjualan produk (sebagai peristiwa B) setelah terjadinya pemasangan iklan. Dimana p (A) adalah 1/40 dan p (B) adalah 1/40, sedang p (B/A) adalah 1/3, maka probabilitasnya dapat dihitung sebagai berikut :
1.      Kemungkinan I: ada pemasangan iklan dan
ada kenaikan penjualan : 1/40x1/3                       =   1/120
2.      Kemungkinan II: ada pemasangan iklan dan
tidak ada kenaikan penjualan (1/40) x (1 -1/3)    =   2/120
3.      Kemungkinan III: tidak ada pemasangan iklan
ada kenaikan penjualan: (1 -1/3) x (1/40)            =   2/120
4.      Kemungkinan IV: tidak ada pemasangan iklan
dan tidak ada kenaikan penjualan:
(-1-1/120) -2/120 -2/120                                      =   115/120
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan         =   120/120
atau 1
3.      Peristiwa yang inklusif :
Peristiwa inklusif adalah dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai hubungan saling pilah dimana kita ingin mengetahui probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa diantara dua atau lebih peristiwa tersebut.
Jika peristiwa A dan peristiwa B merupakan peristiwa yang terpisah (tidak saling pilah), maka probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa adalah Jumlah kedua probabilitas dikurangi dengan probabilitas terjadinya kedua peristiwa tersebut, yang dapat digambarkan dengan rumus :
p (A atau B) = p (A) + p (B) - p (A dan B)
Kata ”atau” dalam p (A atau B) dinamaka ”atau inklusif”, yang berarti A, B atau keduanya terjadi. Dengan kata lain paling sedikit salah satu dari kedua peristiwa tersebut terjadi.
Contoh   :    Terbakarnya gudang A dan gudang B tidak mempunyai hubungan saling pilah (terpisah), dimana probabilitas terbakarnya gudang A adalah 1/40 dan gudang B juga 1/40, maka probabilitas dari kedua peristiwa tersebut sebesar :
                    p (A atau B) = 1/40 + 1/40 -1/40 x 1/40        =   79/1600
                    Probabilitas tersebut dapat pula dihitung dengan cara
                    Terbakarnya gudang A dan B :
                    (1/40) x (1/40)                                                =   1/1600
                    Gudang A terbakar, gudang B tidak :
                    (1/40) x (1 -1/40)                                            =   39/1600
                    Gudang B terbakar, gudang A tidak :
                    (1/40) x (1 -1/40)                                            =   39/1600
                    Probabilitas (A dan B) yang terbakar            =   79/1600


BAB 6
PENANGGULANGAN RISIKO

6.1. PENANGGULANGAN RISIKO
Pada pokoknya ada dua pendekatan / cara yang digunakan oleh seorang Manajer Risiko dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :
1.      Penanganan risiko (Risk control).
2.      Pembiayaan risiko (Risk financing).

Selanjutnya dalam masing-masing pendekatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko yang dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer Risiko dalam menggunakan alat-alat tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau lebih, agar upaya penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam pendekatan dengan penanganan risiko (risk control) ada beberapa alat / metode yang dapat digunakan, antara lain :
1.      Menghindarinya.
2.      Mengendalikan.
3.      Memisahkan.
4.      Melakukan kombinasi atau pooling.
5.      Memindahkan.

Sedang dalam penanggulangan risiko dengan membiayai risiko, (risk financing) ada dua cara / metode yang dapat digunakan, yaitu :
1.      Pemindahan risiko melalui asuransi.
2.      Melakukan retensi.

6.1.1. Menghindari
Menghindari suatu risiko (murni) adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari exposure, dengan cara antara lain :
1.       Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung risiko, walaupun hanya untuk sementara.
Contoh   :    tidak menggunakan teknologi yang berisiko tinggi (PUN); tidak mau menerima pengemudi yang suka mabuk; tidak menjual barang secara kredit untuk menghindari risiko: radiasi nucklear, kecelakaan, kredit macet.
2.      Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko.
Contoh   :    membatalkan membeli barang-barang yang berharga murah, setelah mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang selundupan.

Ada beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan penghindaran risiko, antara lain :
a.       Keadaan yang mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin luas pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan untuk menghindari.
Contoh   :    kalau ingin menghindari semua risiko tanggung jawab, maka semua kegiatan harus dihentikan (tidak usah melakukan kegiatan apapun).
b.      Faedah atau laba potensiil yang akan diterima dari pemilikan harta, mempekerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu kegiatan akan hilang bila kita menghindari risiko dari kepemilikan, mempekerjakan atau kegiatan tersebut.
Contoh   :    -    menghindari risiko akibat naik-turunnya kurs saham orang tidak akan mendapatkan ”capital gain”,
                    -    menghindari risiko membayar honorarium yang tinggi orang tidak akan dapat menikmati jasa konsultan,
                    -    menghindari risiko akibat kecelakaan lalu-lintas, orang tidak akan dapat menikmati keuntungan dari usaha di bidang transportasi.
c.       Makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan akan terciptanya risiko yang baru.
Contoh   :    menghindari risiko perjalanan dengan pesawat terbang dan menggantinya dengan menggunakan mobil, akan muncul risiko kecelakaan lalu-lintas.

Untuk mengimplementasikan keputusan penanggulangan risiko dengan penghindaran, harus ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak Manajemen Puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan policy dan prosedur tertentu yang harus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
Contoh  :    Jika tujuan penanggulangan untuk menghindari risiko sehubungan dengan pengangkutan udara, maka semua departemen, karyawan diinstruksikan untuk menggunakan alat angkut di luar pesawat terbang (kapal, truk, dan sebagainya).
Penghindaran dikatakan berhasil jika ternyata tidak terjadi kerugian yang diakibatkan oleh risiko yang ingin dihidari dan sesungguhnya bisa terjadi bahwa metode ini tidak diimplementasikan sebagaimana semestinya, jika ternyata larangan-larangan / prosedure yang telah diinstruksikan dilanggar, walaupun kebetulan tidak terjadi kerugian.

6.1.2. Mengendalikan Kerugian (Loss Control)
Pengendalian kerugian bertujuan untuk :
1.      Memperkecil kans / kemungkinan / kesempatan terjadinya kerugian.
2.      Mengurangi keparahan bila suatu risiko kerugian memang terjadi.

Dimana tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain :
a.       Melakukan tindakan pencegahan dan pengurangan kerugian :
Dengan program pencegahan kerugian adalah berusaha untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan kans / kesempatan terjadinya kerugian. Sedang program pengurangan kerugian bertujuan untuk mengurangi keparahan potensiil dari suatu kerugian.
Program pengendalian kerugian kebanyakan merupakan gabungan antara program pengurangan kerugian dan program pencegahan kerugian.
Contoh   :    -    kans kerugian karena kebakaran dapat dikurangi dengan konstruksi yang memakai bahan-bahan tahan api,
                    -    kans kerugian karena tanggung gugat karena produk dapat dikurangi dengan memperketat pengawasan mutu, memonitor pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh salesman / bagian iklan, memilih penyalur dengan hati-hati,
                    -    kans kecelakaan kerja dapat dikurangi dengan mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas keselamatan kerja, mengharuskan karyawan memakai perlengkapan keselamatan kerja (masker, kaca mata las, dan sebagainya).
Program pengurangan kerugian dapat pula dibedakan ke dalam :
1.      Program minimisasi (Minimization program) :
Program yang dijalankan sebelum kerugian terjadi atau selama kerugian sedang terjadi, dengan tujuan membatasi besarnya kerugian.
Contoh : tindakan memadamkan kebakaran.
2.      Program penyelamatan (Salvage program) :
Program penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
Contoh :    Menyelamatkan harta yang tertinggal (tidak ikut terbakar) sesudah terjadi kebakaran, mengangkat kembali kapal yang karam.

b.      Program pengendalian kerugian berdasar sebab-sebab terjadinya :
Ada dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu :
1.      Pendekatan engineering : program pengendalian yang menekankan pada pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik dan mekanis.
Contoh  :    -    memperbaiki kabel-kabel listrik yang tidak memenuhi syarat, untuk mencegah kebakaran karena arus pendek,
                   -    pemeriksaan bahan-bahan untuk mencegah terjadinya konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang berkualitas jelek.
2.      Pendekatan hubungan kemanusiaan (human relation) : menekankan pada pencegahan terjadinya kecelakaan karena faktor manusia, seperti: kelengahan, suka menantang bahaya, tidak memakai alat-alat keselamatan dan lain-lain faktor psikologis; yang antara lain dilakukan dengan : memberi nasehat secara sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
Kedua pendekatan tersebut dalam praktek biasanya dilakukan secara simultan.
DR. William Haddon menganjurkan cara yang lebih konprehensif dalam mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya kerugian. Sebab musibah merupakan hasil dari perpindahan energi dalam jumlah dan pada kecepatan dengan cara sedemikian rupa, sehingga menghancurkan struktur yang dilandanya. Dengan demikian musibah dapat dicegah dengan jalan menguasai / mengendalikan energi tersebut atau mengubah struktur obyeknya dengan struktur yang tahan terhadap energi tersebut.
Untuk itu W. Haddon mengemukakan 10 strategi, yaitu :
1.      Mencegah lahirnya hazard pada kesempatan pertama.
2.      Mengurangi jumlah atau besarnya hazard.
Contoh : mengurangi kecepatan mobil untuk menghindari kecelakaan.
3.      Mencegah keluarnya hazard jika hazard terbentuk atau kalau hazard memang  sudah ada sebelumnya.
Contoh   :    mensterilkan susu sebelum diminum untuk mencegah infeksi melalui susu.
4.      Mengubah kecepatan atau kekuatan keluarnya hazard dari sumbernya.
Contoh   :    membagi aliran sungai menjadi beberapa sungai untuk mengurangi derasnya aliran sungai, guna mencegah terjadinya pengikisan tepian sungai.
5.      Memisahkan obyek dari sumber yang dapat menghancurkannya. Pemisahan dalam arti pemisahan tempat maupun waktu.
Contoh   :    membuat tanggul sungai untuk menghindari banjir.
6.      Memisahkan hazard dari obyek yang harus dilindungi dengan suatu sekat pemisah.
Contoh   :    -    karyawan harus memakai sarung tangan karet untuk mencegah tertular dengan bibit penyakit,
                    -    makanan dibungkus, dimasukkan dalam kaleng untuk menghindari pencemaran.
7.      Mengubah kualitas dasar yang relevan dari hazard.
Contoh   :    jalan diberi jalur pemisah antara jalur yang berlawanan arah untuk mengurangi bahaya tabrakan.
8.      Menjadikan obyek lebih tahan terhadap hazard yang akan merusaknya.
Contoh   :    imunisasi untuk memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
9.      Melakukan tindakan kontra untuk menahan bertambah parahnya kerusakan.
Contoh   :    memasang tanggul penahan gelombang untuk mencegah kerusakan pantai dari abrasi.
10.  Menstabilkan, mereparasi dan merehabilitas obyek yang terkena peril.
Contoh   :    Memperbaiki mesin yang terkena peril untuk mencegah kerusakan /  cacadnya produk yang dihasilkan.

c.       Pengendalian kerugian menurut lokasi :
Menurut W. Haddon kemungkinan dan keparahan kerugian dari kecelakaan lalu lintas tergantung pada kondisi dari :
1.      Orangyang menggunakan jalan.
2.      Kendaraan.
3.      Lingkungan umum jalan yang meliputi faktor-faktor seperti : desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas dan rambu-rambu.


Dengan memperbaiki faktor lingkungan umum (lokasi) kemungkinan dan keparahan kerugian karena kecelakaan lalu lintas di tempat tersebut akan dikurangi/dihindarkan.
Contoh lain :
Kerugian
Kerusakan/kebakaran terhadap bangunan.
Tanggung-gugat produk.
Lokasi
Orang yang menggunakan bangunan itu, masyarakat sekitanya.
Pemakai produk, pembuat produk, lingkungan hukum.


d.      Pengendalian menurut timing :
Pendekatan ini berkaitan dengan masalah kapan metode pencegahan / pengendalian itu digunakan, yang dapat :
1.      Sebelum terjadinya peril.
2.      Selama peril terjadi.
3.      Sesudah peril terjadi.
Di samping itu dapat pula diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode pengendalian / pencegahan pada:
1.      Phase perencanaan, segala perubahan-perubahan yang mendasar dalam operasi perusahaan, seperti pembelian mesin baru, penambahan bangunan dan sebagainya harus didahului dengan perencanaan pengendalian kerugian akibat perubahan-perubahan tersebut.
2.      Phase pengamanan-perawatan, yaitu program untuk memeriksa pelaksanaan dan mengusulkan perubahan bila perlu.
Contoh   :    Kualitas jasa penjagaan dan sistim alat pengamanan apakah sudah memadai dan sebagainya.
3.      Phase darurat, meliputi program-program yang menjadi efektif dalam keadaan darurat.
Contoh   :    Pengadaan fasilitas pemadam kebakaran.

6.1.2.1. Analisis Kerugian dan Analisis Hazard
Langkah awal dalam pengendalian risiko adalah melakukan identifikasi dan analisa terhadap :
1.      Kerugian-kerugian yang telah terjadi.
2.      Hazard yang menyebabkan suatu kerugian atau yang mungkin menyebabkannya di masa mendatang.
Agar langkah tersebut dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan adanya :
1.      Suatu sistim pelaporan yang komprehensif,
2.      Inspeksi secara berkala.

6.1.2.1.1. Analisis Kerugian
Untuk bisa mendapatkan informasi yang memadai atas kerugian, maka Manajer Risiko perlu membangun suatu :
a.       Jaringan pemberi informasi.
b.      Formulir untuk melaporkan kerugian.

Pemberi informasi yang utama adalah para supervisor lini yang bertanggung jawab terhadap operasi dimana peril itu terjadi. Karena merekalah yang dapat menyediakan informasi terinci mengenai peril yang telah terjadi dan dengan mengisi formulir pelaporan dengan sempurna mereka akan lebih waspada terhadap apa yang menyebabkan terjadinya peril dan tentang pentingnya mengendalikan sebab-sebab tersebut.
Informasi dari laporan supervisor lini mempunyai berbagai manfaat, antara lain :
a.       Menilai performance pada manajer lini.
b.      Mengevaluasi operasi perusahaan, sehingga dapat menetapkan operasi mana yang perlu dibetulkan.
c.       Mengidentifikasi hazard yang bersangkut-paut dengan peril.
d.      Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan untuk memotivasi manajer dan karyawan agar menaruh perhatian besar terhadap pengendalian kerugian.

Informasi dapat pula diperoleh dari data-data statistik, yang dari data mana dapat diperoleh :
1.      Perbandingan antara pengalaman perusahaan sendiri dengan perusahaan lain atau perusahaan secara umum.
2.      Pengetahuan tentang karakteristik setiap peril, sifat peril, sifat dan luasnya kerugian, bulan - hari - jam terjadinya peril, karyawan / supervisor yang tersangkut, hazard atau peristiwa yang melatar belakangi peril.

Catatan-catatan mengenai peril seharusnya dapat mengikhtisarkan karakteristik-karakteristik tersebut, terutama untuk selama periode yang paling akhir dan juga dapat menggambarkan bagaimana karakteristik itu berubah sepanjang waktu. Dimana perhatian terutama harus ditujukan kepada karakteristik yang kemunculannya melebihi frekuensi yang normal.

6.1.2.1.2 Analisis Hazard
Analisis hazard harus tidak dibatasi hanya pada hazard yang telah mengakibatkan terjadinya peril di perusahaannya saja. Perlu pula menyelidiki hazard yang mungkin akan muncul, hazard dari pengalaman perusahaan lain atau pengalaman dari perusahaan asuransi.
Alat-alat yang dapat digunakan dalam menemukan hazard melalui inspeksi antara lain:
a.       checklist,
b.      fault tree analysis.

6.1.2.1.3. Menentukan Kelayakan Ekonomis
Dalam upaya pencegahan terhadap segala risiko harus selalu ditinjau pula dari sudut manfaat dan biayanya, artinya upaya yang digunakan harus ”economical feasible”. Oleh karena itu perlu pula dilakukan analisa terhadap :
a.       Kerugian yang timbul karena  peril:
Kerugian yang timbul karena peril yang sering diperhitungkan / dialokasikan lebih rendah dari jumlah yang mungkin terjadi. Hal ini terjadi karena adanya kerugian-kerugian lain yang tersembunyi, yang tidak terlihat secara langsung pada saat terjadinya peril (umumnya dikategorikan ”kerugian tidak langsung”). Kerugian-kerugian tersebut antara lain :
1.      Kerugian karena hilangnya waktu kerja dari karyawan yang cedera karena terjadinya peril.
2.      Kerugian karena hilangnya waktu kerka bagi karyawan lain, yang menolong karyawan yang terkena peril.
3.      Kerugian dari waktu yang terpakai supervisor untuk menyiapkan laporan peril dan melatih karyawan lain untuk mengganti karyawan yang terkena peril.
4.      Kerugian yang berkenaan dengan rusaknya mesin, peralatan harta yang lain, yang tidak langsung diakibatkan oleh peril.
Contoh : mesin rusak, karena gardu listrik terkena peril.
5.      Kerugian berkenaan dengan pembayaran penuh upah / gaji karyawan yang telah pulih dari cederanya, tetapi kemampuannya menurun.
6.      Kerugian karena hilangnya waktu produksi, terutama selama rehabilitasi terhadap mesin / peralatan yang terkena peril.

b.      Biaya Pengendalian Risiko :
Biaya pengadaan, pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian risiko pada pokoknya dapat dibagi dalam tiga kategori :
1.      Pengeluaran modal / investasi dan depresiasi untuk alat pencegah peril, seperti: masker, pemadam kebakaran dan sebagainya.
2.      Biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk regu pemadam kebakaran, konsultan dan sebagainya.
3.      Biaya untuk menjalankan program pencegahan, seperti upah karyawan pelaksana pencegahan, inspeksi, perawatan preventif dan sebagainya.
Besarnya kemungkinan kerugian dan biaya pengendalian itu yang biasanya digunakan untuk membandingkan manfaat dari pengendalian risiko dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendalian tersebut. Pekerjaan ini menghadapi dua persoalan :
1.      karena manfaatnya biasanya tidak pasti, maka manfaat tersebut harus dikalikan dengan probabilitas diraihnya manfaat,
2.      baik manfaat maupun biaya dapat disebarkan pada biaya untuk beberapa tahun, maka dalam menghitung harus membandingkan antara “present value” dan ”expected cost”.

Usaha pengendalian risiko apakah bermanfaat atau tidak dapat dievaluasi dengan menetapkan :
1.      Apakah kerugian akibat terjadinya peril dapat dikurangi dengan adanya upaya pengendalian.
2.      Apakah kebijaksanaan keselamatan (safety policy) dan prosedure yang dianjurkan oleh Manajer Risiko dijalankan.
3.      Mengukur perubahan-perubahan dalam kerugian dan biaya untuk pencegahan, misalnya : premi asuransi, biaya-biaya karena peril, frekuensi peril, keparahan kerugian, yang harus dianalisis secara aggregate berdasarkan departemen dan berdasarkan ex­posure.


6.1.3. Pemisahan
Pemisahan artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko yang sama. Jadi dengan cara menambah banyaknya ”independent exposure unit”, sehingga probabilitas kerugiannya dapat diperkecil. Maksud dari pemisahan adalah untuk mengurangi jumlah kerugian akibat suatu peril.
Contoh  :    Perusahaan yang mempunyai banyak truck, maka untuk memperkecil kerugian karena kebakaran, trucknya disimpan dalam beberapa pool.

6.1.4. Kombinasi atau Pooling
Kombinasi atau pooling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan dialami lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil.
Untuk ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan pengembangan internal.
Contoh  :    -    Perusahaan transport memperbanyak armada trucknya, agar probabilitas terjadinya kecelakaan diperkecil.
                   -    Perusahaan asuransi mengkombinasikan risiko murni dari banyak tertanggung.

6.1.5. Pemindahan Risiko
Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara-cara:
1.      Harta milik atau kegiatan yang menghadapi risiko dipindahkan kepada pihak lain, yang dinyatakan dengan tegas dengan berbagai transaksi atau kontrak.
Contoh: Perusahaan yang menyerahkan pengangkutan produknya kepada perusahaan transport, bertujuan untuk memindahkan risiko dalam pengangkutan kepada perusahaan transport.
2.   Risikonya sendiri yang dipindahkan.
Contoh.: Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, biasanya pemilik rumah, memindahkan risiko kerusakan kepada penyewa, yang biasanya terhadap kerusakan karena kelalaian penyewa.


6.2. PEMBIAYAAN RISIKO                                         
Penanggulangan risiko dapat pula dilakukan dengan menyediakan / mengeluarkan dana yang berhubungan dengan cara-cara pengadaan dana untuk menanggulangi kerugian. Cara-cara yang dapat digunakan yaitu:
1. Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
2. Menangani sendiri risiko yang dihadapi, dengan meretensi.

6.2.1.  Risk Financing Transfers
Pemindahan risiko melalui risk financing berarti transferor/penanggung harus mencari dana eksternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh tertanggung, yang benar-benar terjadi, yang dikarenakan oleh peril yang dipindahkan. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan cara-cara:
1.      Transfer risiko kepada perusahaan asuransi (mengasuransikan). Akan dibahas dalam bagian II.
2.      Transfer risiko kepada perusahaan yang bukan perusahaan asuransi (noninsurance transfer).

6.2.1.1. Noninsurance Transfer
Pemindahan risiko kepada pihak noninsurance biasanya dilakukan melalui kontrak-kontrak bisnis biasa atau melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Isi kontrak adalah berkenaan dengan pemindahan tanggung jawab atas kerugian terhadap:
a.       Harta kekayaan
b.      Net Income.
c.       Personil.
d.      Tanggung jawab (liabilities) kepada pihak ketiga.

Pemindahan ini dapat dibeda-bedakan berdasarkan scope dari tanggung jawab yang dipindahkan; mulai dari ekstrim; transferer/penanggung hanya memindahkan tanggung jawab keuangan untuk kerugian akibat tindakan yang tidak disengaja oleh transferee/ tertanggung, sampai pada ekstrim; tertanggung akan menerima ganti-rugi berkenaan dengan peril yang disebutkan dalam kontrak dan tidak peduli apa penyebab dari kerugian tersebut.
Ada beberapa ”keterbatasan” dari noninsurance transfer, antara lain :
1.      Kontrak mungkin hanya memindahkan sebagian dari risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko harus dipindahkan ke pihak lain. Oleh sebab itu Manajer Risiko harus mempelajari dengan cermat isi kontrak pemindahan.
2.      Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah "Bahasa Hukum", sehingga kadang-kadang sukar dipahami oleh orang awam (termasuk Manajer Risiko), sehingga mudah menimbulkan salah pengertian.
3.      Kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan bila isinya bertentangan dengan undang-undang, peraturan Pemerintah, kebijaksanaan Pemerintah atau dianggap tidak wajar bagi tertanggung.
Contoh   :  -   Melalui perjanjian leasing, pihak lessor dapat memindahkan tanggung jawab keuangan kepada penyewa untuk kerusakan harta, tanggung jawab kepada pihak ketiga, tanggung jawab mana sebelum ada kontrak berada pada les­sor.
-      Melalui leasing, leassee (penyewa) juga dapat memindah kerugian potensiilnya kepada lessor.
-      Dengan leasing berarti leassee bebas dari risiko turunnya harga barang yang disewa, risiko keusangan ekonomis, risiko keusangan teknis. Risiko mana akan ditanggung bila barang itu milik sendiri.
-      Melalui kontrak-kontrak pengiriman barang, penyimpanan barang, pembuatan bangunan yang di dalamnya dicantumkan adanya pembayaran premi risiko.
-      Bonding (Surety bond), dimana surety (penjamin) memberikan jaminan kepada obligee (yang diberi jaminan) atas pemenuhan kewajiban dari prinsipal (yang dijamin).

6.2.2.  Meretensi (Risk Retention)
Meretensi artinya perusahaan menanggung sendiri risiko finansiil dari suatu peril dan ini adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling banyak/umum. Dimana sumber dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggulangan semacam ini dapat bersifat atau tidak direncanakan (”unplanned retention”) dapat pula bersifat ”aktif” atau direncanakan (”planned retention”).
Retensi bersifat aktif bila Manajer Risiko telah mempertimbangkan metode-metode lain untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak memindahkan kerugian potensiil tersebut, sehingga bila terjadi peril kerugiannya akan diperhitungkan sebagai ”biaya yang tak terduga”.


6.2.2.1 . Alasan melakukan Retensi
Ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan retensi dalam menanggulangi risiko, antara lain:
1.      Merupakan keharusan, karena tidak ada alternatif lain.
Contoh: kerugian-kerugian karena tindakan kriminal, bencana alam, keusangan dan sebagainya, dimana perusahaan asuransi tidak akan mau menanggungnya.
2.      Berdasarkan pertimbangan biaya, dimana memindahkan risiko biayanya lebih mahal (loss allowance/premi asuransi, loading/biaya pemindahan/profit margin) dibandingkan dengan kemungkinan besarnya kerugian.
3.      Bila perkiraan expected loss dari Manajer Risiko lebih rendah daripada perkiraan perusahaan asuransi.
4.      Berdasarkan prinsip ”opportunity cost”, dimana Manajer Risiko berpendapat bahwa penggunaan dana untuk kepentingan investasi adalah lebih menguntungkan daripada untuk membayar premi.
5.      Kualitas servis dari penanggung dianggap kurang memuaskan, dibandingkan dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.

6.2.2.2. Hal-hal yang Mendorong Penggunaan Retensi              
Hal-hal yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam penanggulangan risiko  antara lain:
1.      Jika biayanya lebih rendah dibandingkan dengan yang akan dibebankan oleh perusahaan asuransi.
2.      Jika expected lossnya lebih rendah dari pada yang diperkirakan perusahaan asuransi.
3.      Jika unit yang menghadapi risiko yang sama banyak jumlahnya, sehingga risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat diperhitungkan dengan lebih akurat.
4.      Tujuan manajemen risiko meneriman variasi yang besar dalam kerugian tahunan.
5.      Jika pembiayaan untuk memindahkan kerugian membengkak selama jangka waktu yang cukup panjang, sehingga menghasilkan opportunity cost yang lebih besar.
6.      Adanya peluang yang kuat untuk melakukan investasi, sehingga memperbesar oppor­tunity cost.
7.      Keuntungan pelayanan internal (”noninsurer servicing”).

6.2.2.3. Kelemahan Penggunaan Retensi
Ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik untuk menangani risiko, antara lain :
1.      Sering biaya yang dikeluarkan dengan meretensi lebih besar dari pada biaya yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2.      Expected lossesnya lebih besar dari pada yang diperkirakan oleh perusahaan  asuransi.
3.      Exposure unitnya sedikit, yang berarti bahwa risikonya tinggi, sehingga perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup meramalkan besarnya kerugian secara memuaskan.
4.      Ketidak-mampuan keuangan perusahaan untuk menopang maximum possible losses atau maximum probable losses dalam jangka pendek (short run).
5.      Tujuan manajemen risiko ditekankan pada ”ketenangan pikiran” dan ”variasi laba tahunan yang kecil” (relatif stabil).
6.      Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama jangka waktu pendek, sehingga mengurangi opportunity cost.
7.      Peluang investasi yang terbatas dengan tingkat pengembalian (return) yang rendah.
8.      Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan bila risiko diasuransikan (biaya pemindahan termasuk biaya).

6.2.2.4. Penyediaan Dana untuk Retensi
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk melaksanakan program retensi, antara lain:
1.      Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
Dalam hal ini perusahaan tidak menyediakan dana khusus untuk meretensi risiko. Bila terjadi peril, kerugiannya diperhitungkan sebagai biaya. Jadi langsung mengurangi keuntungan.
2.      Dengan membentuk dana cadangan.
Membentuk dana cadangan dari bagian laba yang disisihkan, sehingga bila terjadi peril akan mengurangi besarnya dana cadangan. Cara ini mengandung kelemahan, antara lain:
a.       Pembentukan dana cadangan adalah pemindah-bukuan secara akunting. Jadi tidak berupa uang tunai, sehingga bila terjadi peril yang harus dibiayai secara tunaiperusahaan akan mengalami kesulitan.
b.      Penaksiran besarnya expected loss jarang yang tepat.
c.       Apakah pembentukan dana semacam ini dapat diijinkan oleh Pemerintah ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan Asuransi sendiri (“self-insurance”).
Perusahaan membentuk organisasi asuransi sendiri ("Self-Insurer"), yang bertugas
mengelola dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko. Badan ini merupakan badan otonom, yang berhak menginvestasikan dana cadangan yang sedang nganggur, tetapi badan itu bukan perusahaan asuransi.
4. Dengan "Captive Insurer".
Dimana perusahaan membentuk sebuah perusahaan asuransi, dimana nasabahnya seluruhnya atau sebagian besar perusahaan pendiri itu sendiri. Keuntungan cara ini adalah bahwa Captive-Insurer dapat melakukan re-asuransi.

5 komentar:

  1. Tulisannya di blok gelap,tolong pencerahan apa yang harus saya lakukan untuk membaca dan mendownload semua materi?

    BalasHapus
  2. untuk komentar tidak pernah dibalas yah oleh penulis sepertinya?
    Jadi bagaimana jika kita ingin copy materinya?

    BalasHapus