Manajemen Resiko
PERKULIAHAN PERTAMA
1.1.
RISIKO
1.1.1.
Konsep Risiko
Dalam
kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah ”resiko”. Berbagai macam
risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain dijalan, risiko
terkena banjir dimusim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita akan
menanggung risiko-risiko jika kita tidak mengantisipasi dari awal. Lebih-lebih
dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta risikonya merupakan sesuatu yang
tidak dapat diabaikan begitu saja, malahan harus diperhatikan secara cermat,
bila orang menginginkan kesuksesan. Risiko tersebut antara lain : kebakaran,
kerusakan, kecelakaan, pencurian, penipuan, kecurangan, penggelapan dan
sebagainya, yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak kecil.
Sehubungan
dengan kenyataan tersebut semua orang (khususnya pengusaha) selalu harus
berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk meminimumkan
ketidakpastian agar kerugian yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau paling
tidak diminimumkan.
Penanggulangan
risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pengelolaan berbagai
cara penanggulangan risiko inilah yang disebut Manajemen Risiko.
Pengelolaan tersebut meliputi langkah-langkah antara lain :
1. Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur
ketidakpastian dan tipe-tipe risiko yang dihadapi bisnisnya.
2. Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi
semua unsur ketidakpastian, misalnya dengan membuat perencanaan yang baik dan
cermat.
3. Berusaha untuk mengetahui korelasi dan
konsekuensi antar peristiwa, sehingga dapat diketahui risiko-risiko yang
terkandung di dalamnya.
4. Berusaha untuk mencari dan mengambil
langkah-langkah (metode) untuk menangani risiko-risiko yang telah berhasil
diidentifikasi (mengelola risiko yang dihadapi).
1.1.2.
Pengertian Risiko
Istilah
risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang kita umumnya
secara intuitif sudah memahami apa yang dimaksudkan. Tetapi pengertian secara
ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain :
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil
yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H).
2. Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang
mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim).
3. Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa (Soekarto).
4. Risiko merupakan penyebaran / penyimpangan hasil
aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi).
5. Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil / outcome
yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi).
Dari
definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan
dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga / tidak
diinginkan. Jadi merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu,
yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian. Dengan demikian risiko mempunyai
karakteristik :
a. merupakan ketidakpastian atas terjadinya
suatu peristiwa,
b. merupakan ketidakpastian yang bila terjadi
akan menimbulkan kerugian.
Ujud
dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain :
1. Berupa kerugian atas harta milik / kekayaan
atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian,
pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, misalnya
sakit / cacat karena kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, misalnya
risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain.
4. Berupa kerugian karena perubahan keadaan
pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen
dan sebagainya.
1.1.3.
Ketidakpastian
Risiko
timbul karena adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah
merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, karena mengakibatkan
keragu-raguan seorang mengenai kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan
terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang. Dimana kondisi yang
tidak pasti itu karena berbagai sebab, antara lain :
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu
kegiatan sampai kegiatan itu berakhir / menghasilkan, dimana makin panjang
tenggang waktunya makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang
diperlukan dalam penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan / kemampuan / teknik
pengambilan keputusan dari perencana.
Secara
garis besar ketidakpastian dapat diklasifikasikan ke dalam:
a. Ketidakpastian ekonomi (economic
uncertainty), yaitu
kejadian-kejadian yang timbul sebagai akibat kondisi dan perilaku dari pelaku
ekonomi, misalnya : perubahan sikap konsumen, perubahan selera konsumen,
perubahan harga, perubahan teknologi, penemuan baru dan sebagainya.
b. Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidak pastian yang disebabkan oleh
alam, misalnya : badai, banjir, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya.
c. Ketidakpastian kemanusiaan (human
uncertainty), yaitu
ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku manusia, seperti:
peperangan, pencurian, penggelapan, pembunuhan dan sebagainya.
1.1.4.
Macam-macam Risiko
Risiko
dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain:
1. Menurut sifatnya risiko dapat dibedakan ke
dalam :
a. Risiko yang tidak disengaja (Risiko murni),
adalah risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya
tanpa disengaja; misalnya: risiko terjadinya kebakaran, bencana alam,
pencurian, penggelapan, pengacauan dan sebagainya.
b. Risiko yang disengaja (Risiko spekulatif),
adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya
ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya, seperti : risiko
hutang-piutang, perjudian, perdagangan berjangka (hedging) dan sebagainya.
c. Risiko fundamental, adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat
dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa
orang saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan dan sebagainya.
d. Risiko khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa
yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas,
pesawat jatuh, tabrakan mobil dan sebagainya.
e. Risiko dinamis, adalah risiko yang timbul karena
perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan
teknologi, seperti risiko keusangan, risiko penerbangan luar angkasa.
Kebalikannya disebut Risiko statis, seperti risiko hari tua, risiko
kematian dan sebagainya.
2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan
kepada pihak lain, maka risiko dapat dibedakan ke dalam :
a. Risiko yang dapat dialihkan kepada pihak
lain, dengan mempertanggungkan suatu obyek yang akan terkena risiko kepada
perusahaan asuransi, dengan membayar sejumlah premi asuransi, sehingga semua
kerugian menjadi tanggungan (pindah) pihak perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain (tidak dapat diasuransikan); umumnya meliputi semua jenis risiko
spekulatif.
3. Menurut sumber / penyebab timbulnya, risiko
dapat dibedakan ke dalam :
a. Risiko intern : yaitu risiko yang berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri, seperti : kerusakan aktiva karena ulah karyawannya
sendiri, kecelakaan kerja, mismanajemen dan sebagainya.
b. Risiko ekstern : yaitu risiko yang berasal luar perusahaan,
seperti risiko pencurian, penipuan, persaingan, fluktuasi harga, perubahan
policy pemerintah dan sebagainya.
1.1.5.
Upaya Penanggulangan Risiko
Agar
risiko yang dihadapi bila terjadi tidak akan menyulitkan bagi yang terkena,
maka risiko-risiko tersebut harus selalu diupayakan untuk diatasi / ditanggulangi,
sehingga ia tidak menderita kerugian atau kerugian yang diderita dapat
diminimumkan.
Sesuai
dengan sifat dan obyek yang terkena risiko, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan risiko kerugian, antara lain :
a. Mengadakan pencegahan dan pengurangan
terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya :
membangun gedung dengan bahan-bahan yang anti terbakar untuk mencegah bahaya
kebakaran, memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan
pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk
menghindari risiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan
untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase dan pengacauan.
b. Melakukan retensi, artinya mentolerir
terjadinya kerugian, membiarkan terjadinya kerugian dan untuk mencegah
terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan sejumlah
dana untuk menanggulanginya (contoh: pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam
anggaran perusahaan).
c. Melakukan pengendalian terhadap risiko,
contoh : melakukan hedging (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi risiko
kelangkaan dan fluktuasi harga bahan baku / pembantu yang diperlukan.
d. Mengalihkan / memindahkan risiko kepada pihak
lain, yaitu dengan cara mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan
perusahaan asuransi terhadap risiko tertentu, dengan membayar sejumlah premi
asuransi yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti
kerugian bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan penjanjian.
Tugas
dari seorang manajer risiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan
menentukan cara-cara / metode yang paling efisien dalam penanggulangan risiko
yang dihadapi perusahaan.
1.2. MANAJEMEN
RISIKO
1.2.1.
Pengertian Manajemen Risiko
Secara
sederhana pengertian manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan,
keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir,
menyusun, memimpin / mengkoordinir dan mengawasi (termasuk mengevaluasi)
program penanggulangan risiko.
Program
manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas: mengidentifikasi
risiko-risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut,
mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko, selanjutnya menyusun strategi
untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko, mengkoordinir pelaksanaan
penanggulangan risiko serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang
telah dibuat. Jadi seorang manajer risiko pada hakekatnya harus menjawab
pertanyaan : Risiko apa saja yang dihadapi perusahaan. Bagaimana dampak
risiko-risiko tersebut terhadap bisnis perusahaan. Risiko-risiko mana yang
dapat dihindari, yang dapat ditangani sendiri dan yang mana yang harus
dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Metode mana yang paling cocok dan
efisien untuk menghadapinya serta bagaimana hasil pelaksanaan strategi
penanggulangan risiko yang telah direncanakan.
1.2.2.
Pentingnya Mempelajari Manajemen Risiko
Bagaimana
pentingnya bagi orang yang mempelajari manajemen risiko dapat dilihat dari dua
segi, yaitu :
a. Seseorang sebagai anggota organisasi / perusahaan,
terutama seorang manajer akan dapat mengetahui cara-cara / metode yang tepat
untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita perusahaan,
sebagai akibat ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang merugikan (”peril”).
b. Seseorang sebagai pribadi:
1. Dapat menjadi seorang manajer risiko yang
profesional dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat daripada yang belum
pernah mempelajarinya.
2. Dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat
bagi manajer risiko dari perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi anggota.
3. Dapat menjadi konsultan manajemen risiko,
agen asuransi, pedagang perantara, penasehat penanaman modal, konsultan
perusahaan yang tidak mempunyai manajer risiko dan sebagainya.
4. Dapat menjadi manajer risiko yang profesional
dari perusahaan asuransi, sehingga akan lebih meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui program asuransi yang disusun dengan tepat.
5. Dapat lebih berhati-hati dalam mengatur
kehidupan pribadinya sehari-hari.
1.2.3. Sumbangan Manajemen Risiko bagi Perusahaan, Keluarga dan Masyarakat
1.2.3.1. Sumbangan bagi Perusahaan
Adanya
program penanggulangan risiko yang baik dari suatu perusahaan akan memberikan beberapa
sumbangan yang sangat bermanfaat, antara lain :
a. Evaluasi dari program penanggulangan risiko
akan dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi
perusahaan. Meskipun hal ini secara ekonomis tidak menaikkan keuntungan
perusahaan, tetapi hal itu akan merupakan kritik bagi pengelolaan perusahaan,
sehingga akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pengelolaan usaha dimasa datang.
b. Pelaksanaan program penanggulangan risiko
juga dapat memberikan sumbangan langsung kepada upaya peningkatan keuntungan
perusahaan. Karena melalui kegiatan-kegiatan : mengurangi biaya melalui upaya
pencegahan, mengurangi kerugian dengan memindahkan kemungkinan kerugian kepada
pihak lain dengan biaya yang terendah dan sebagainya.
c. Pelaksanaan program penanggulangan risiko
yang berhasil juga menyumbang secara tidak langsung kepada pencapaian
keuntungan perusahaan, melalui :
1. Keberhasilan mengelola risiko murni akan
menimbulkan keyakinan dan kedamaian hati kepada pimpinan / pengurus perusahaan,
sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa dan
menyimpulkan risiko spekulatif yang tidak dapat dihindari (dapat lebih
berkonsentrasi pada pengelolaan risiko spekulatif).
2. Adanya kondisi yang lebih baik dan kesempatan
yang memungkinkan akan mendorong pimpinan / pengurus perusahaan untuk
memperbaiki mutu keputusannya, dengan lebih memperhatikan pekerjaannya,
terutama yang bersifat spekulatif.
3. Berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan risiko
maka asumsi yang digunakan dalam menangani pekerjaan yang bersifat spekulatif
akan lebih bijaksana dan lebih efisien.
4. Karena masalah ketidakpastian sudah
tertangani dengan baik oleh manajer risiko, maka akan dapat mengurangi
keragu-raguan dalam pengambilan keputusan yang dapat mendatangkan keuntungan.
5. Melalui perencanaan yang matang, terutama
yang menyangkut pengelolaan risiko, akan dapat menangkal timbulnya hal-hal yang
dapat mengganggu kelancaran operasi perusahaan; misalnya risiko akibat
kebangkrutan pelanggan / penyalur, supplier dan sebagainya.
6. Dengan diperhatikannya unsur ketidakpastian,
maka perusahaan akan mampu menyediakan sumber daya manusia serta sumber daya
lainnya, yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai pertumbuhan.
7. Akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar
dari pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan, meliputi kreditur,
penyalur, suplier dan semua pihak yang berpotensi menyumbang kepada terciptanya
keuntungan. Sebab pihak-pihak tersebut umumnya akan lebih suka melakukan
transaksi dengan perusahaan yang mempunyai cara perlindungan yang baik terhadap
risiko murni.
d. Kedamaian hati yang dihasilkan oleh cara
pengelolaan risiko murni yang baik, menjadi barang ”non ekonomis” yang sangat
berharga bagi perusahaan. Sebab hal itu akan memperbaiki kesehatan mental dan
fisik dari pimpinan, pengurus maupun pemilik perusahaan.
e. Keberhasilan mengelola risiko murni juga
dapat membantu kepentingan pihak lain, antara lain : para karyawan perusahaan,
dapat menunjukkan wujud tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat,
sehingga perusahaan akan mendapatkan simpati dari masyarakat.
1.2.3.2. Sumbangan bagi Keiuarga
Pengetahuan
dan kemampuan seseorang mengelola risiko yang dihadapi akan sangat bermanfaat
bagi keluarganya, yaitu antara lain :
a. Ia akan mampu melindungi keluarganya dari
kerugian-kemgian yang parah, sebagai akibat terjadinya peristiwa yang
merugikan, sehingga keluarga tetap dapat memelihara gaya hidupnya, meskipun
terkena musibah.
b. Ia akan dapat mengurangi anggaran
perlindungan terhadap risiko yang melalui asuransi, karena dengan asuransi ia
harus membayar premi, sehingga akan mengurangi pendapatannya yang digunakan
untuk keperluan konsumsi.
c. Jika keluarga telah terlindungi secara
memadai dari risiko, misalnya kematian, kehilangan kekayaan, ia akan dapat
memusatkan perhatiannya guna menjamin pengembangan kariernya, memacu keinginan
untuk melakukan investasi dan sebagainya.
d. Akan meringankan keluarganya dari tekanan
mental dan fisik akibat adanya ketidakpastian / risiko.
e. Dapat memperoleh kepuasan dari upaya untuk
membantu orang lain dalam upaya penanggulangan risiko, sehingga ia akan lebih
dihargai oleh anggota masyarakatnya.
1.2.3.3.
Sumbangan bagi Masyarakat
Masyarakat,
terutama masyarakat disekitar perusahaan akan ikut menikmati, baik secara langsung-maupun
tidak langsung hasil-hasil penanggulangan risiko yang dilakukan oleh perusahaan.
Misalnya : - Penanggulangan
yang baik terhadap kemungkinan terjadinya pemogokan burun akan menghindarkan
masyarakat disekitar perusahaan terhadap huru-hara akibat pemogokan.
- Pengelolaan limbah yang baik untuk
menghindari pencemaran lingkungan (yang dapat menimbulkan tanggung jawab hukum)
akan ikut memelihara ketentraman kehidupan masyarakat sekitar perusahaan.
Disamping
itu masyarakat adalah terdiri dari keluarga dan perusahaan, jadi kalau semua
perusahaan berjalan lancar dan semua keluarga dalam keadaan sejahtera, maka
masyarakat secara keselumhanjuga dalam keadaan sejahtera.
1.2.4. Nilai Ekonomis Penanggulangan Risiko
Hasil
upaya penanggulangan risiko pada hakekatnya akan mengurangi bahkan dapat
menghilangkan kerugian-kemgian yang bersifat ekonomis dari suatu risiko,
sehingga upaya penanggulangan risiko mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil.
Nilai-nilai ekonomis tersebut meliputi :
a. Penghindaran / pengurangan nilai dari
kerugian dari terjadinya peristiwa yang merugikan, yang tidak diharapkan atau
tidak dapat dipastikan terjadinya, yaitu seimbang dengan nilai kerugiannya,
misalnya : nilai kerugian harta karena kebakaran, kecelakaan dan sebagainya.
b. Penghindaran terhadap kerugian secara
ekonomis yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian itu sendiri, yang mencakup
:
1. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan
ketegangan mental maupun fisik bagi orang yang bersangkutan, karena adanya
ketakutan dan kekhawatiran akan terjadinya peristiwa yang merugikan. Bila hal
itu penting dan berlangsung secara terus-menerus / dalam waktu lama, akan
mengakibatkan penurunan kesehatan (stress), sehingga yang bersangkutan perlu
berobat (membutuhkan biaya). Ini adalah nilai ekonomis yang bersifat individual
/ mikro.
2. Semua orang tentu berusaha untuk mengamankan
diri serta harta bendanya terhadap risiko, termasuk sumber-sumber dana dan daya
yang dimilikinya. Hal itu tentu akan mengurangi kemauan dan potensi anggota
masyarakat untuk mengadakan investasi, yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya
inefisiensi dalam kehidupan ekonomi secara menyeluruh (makro). Keadaan itu
terjadi karena : sumber-sumber dana dan daya akan cenderung hanya mengalir ke
sektor-sektor ekonomi yang aman (berisiko rendah), sehingga terjadi kelangkaan
investasi di sektor-sektor yang berisiko (tinggi). Akibatnya barang-barang akan
melimpah di sektor yang aman, sehingga harganya murah, yang untuk jangka
panjang akan merugikan perusahaan. Sebaliknya akan terjadi kelangkaan barang di
sektor-sektor yang berisiko, sehingga harganya mahal. Jadi dalam jangka panjang
secara keseluruhan akan merugikan masyarakat (bersifat makro), karena produksi,
tingkat harga, struktur harga berada di bawah titik optimum.
Dengan
adanya upaya penanggulangan risiko (terutama asuransi), orang berani berusaha
di sektor-sektor yang berisiko, karena risikonya dapat dialihkan kepada pihak
lain. Dengan demikian terjadilah keseimbangan di dalam kehidupan ekonomi,
sesuai dengan mekanisme pasar.
1.3. BEBERAPA ISTILAH PENTING
Dalam
manajemen risiko ada beberapa istilah atau pengertian penting, yang perlu
dipahami secara baik, untuk memudahkan kita dalam mempelajari ilmu ini, yaitu :
1. Peril :
Peril
adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian. Jadi merupakan
kejadian / peristiwa sebagai penyebab langsung terjadinya suatu kerugian;
misalnya: kebakaran, pencurian, kecelakaan dan sebagainya. Peril sering disebut
juga bahaya, meskipun antara keduanya sebetulnya tidak persis sama.
2. Hazard:
Hazard
adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Jadi
merupakan keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan sesuatu terkena
peril. Contoh : jalan licin, tikungan tajam adalah merupakan keadaan dan
kondisi jalan yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat
tersebut.
Dengan
demikian hazard lebih erat kaitannya dengan masalah kemungkinan dari pada
dengan masalah risiko, meskipun hal itu merupakan faktor yang tidak dapat
diabaikan dalam upaya penanggulangan risiko. Sebab hazard pada hakekatnya
merupakan dasar / bahan dalam upaya mengestimasi besarnya kemungkinan
terjadinya peril.
Ada
beberapa macam tipe hazard, yaitu:
2.a.
Physical Hazard :
Adalah
keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang
bersumber dari karakteristik secara phisik dari obyek, baik yang bisa diawasi /
diketahui maupun yang tidak.
Kondisi
ini biasanya dicoba diatasi (kemungkinannya diperkecil dengan melakukan
tindakan-tindakan preventif. Misalnya: jalan licin, tikungan tajam yang
memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan, dicoba diatasi dengan pemasangan
rambu-rambu lalu lintas ditempat tersebut.
2.b.
Moral Hazard:
Adalah
keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril,
yang bersumber pada sikap mental, pandangan hidup, kebiasaan dari orang yang
bersangkutan. Jadi merupakan karakter pribadi seseorang yang memperbesar
kemungkinan terjadinya peril. Contoh: pelupa, akan memperbesar kemungkinan
terjadinya musibah / kerugian yang menimpa orang tersebut.
2.c.
Morale Hazard :
Adalah
keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang
bersumber pada perasaan hati orang yang bersangkutan, yang umumnya karena pengaruh
dari suatu keadaan tertentu.
Contoh : Orang yang telah mengasuransikan dirinya,
mobilnya dan telah merasa mahir pengemudi, maka karena merasa aman terhadap
risiko, ia sembrono dalam mengemudikan mobilnya. Keadaan dan kondisi ini tentu akan
memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan yang akan menimpanya.
2.d.
Legal Hazard :
Adalah
perbuatan yang mengabaikan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang
berlaku (melanggar hukum), sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Misalnya
: kebijaksanaan perusahaan yang melanggar / tidak memenuhi Undang-undang
Tentang Keselamatan Kerja, akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.
Contoh : Para pekerja yang tugasnya memanjat (tukang
cat, cleaning service) pada waktu melaksanakan pekerjaannya harus dilengkapi / memakai
dengan ”sabuk pengaman”. Pekerja umumnya merasa terganggu bekerjanya bila
memakai sabuk pengaman, maka banyak dari mereka yang tidak mau memakainya. Hal ini tentu memperbesar kemungkinan mereka
mengalami kecelakaan kerja.
3. Exposure:
Adalah
keadaan atau obyek yang mengandung kemungkinan terkena peril, sehingga
merupakan keadaan yang menjadi obyek dari upaya penanggulangan risiko,
khususnya di bidang pertanggungan.
4. Kemungkinan/Probabilitas:
Adalah
keadaan yang mengacu pada waktu mendatang tentang kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa. Bagi pengelolaan risiko, terutama kemungkinan yang merugikan adalah
merupakan hal yang harus dicermati. Karakteristik dan besarnya kemungkinan
adalah hal yang menjadi perhatian utama dari perusahaan asuransi / penanggung.
Besarnya
probabilitas dapat diperhitungkan secara cermat dengan menggunakan teori
probabilitas (lihat statistik), meskipun tidak tepat 100%, tetapi penyimpangan
atau deviasinya dapat diminimumkan.
Dalam
suatu kontrak asuransi sebetulnya yang menjadi dasar pertimbangan para pihak
adalah berbeda, dimana :
a. Bagi perusahaan asuransi yang menjadi
perhatian utama adalah masalah probabilitasnya, dimana besarnya probabilitas
akan menjadi dasar utama penentuan besarnya premi dan dapat tidaknya
pertanggungan diterima.
b. Bagi tertanggung yang menjadi perhatian utama
adalah masalah risiko atau ketidakpastiannya dalam mempertanggungkan suatu
risiko atau tidak. Dimana makin besar risiko akan makin besar kemungkinan untuk
mempertanggungkan.
5.
Hukum
Bilangan Besar (The Law of The Large Numbers) :
Adalah hukum yang berkaitan
dengan peramalan besarnya kemungkinan terjadinya peril. Dimana : ”makin
besar jumlah exposure yang diramalkan akan semakin cermat hasil peramalan yang
diperoleh”.
Hukum ini pada hakekatnya
menjadi dasar di bidang usaha perasuransian. Sebab dalam usaha perasuransian
terjadi proses : dimana ketidakmungkinan peramalan kejadian terhadap kasus
individu diganti dengan kemampuan untuk meramal kejadian / kerugian secara
kolektif sejumlah besar kasus.
Itulah sebabnya mengapa
perusahaan asuransi selalu berupaya untuk memperbanyak nasabahnya, agar
peramalan terhadap kemungkinan peril yang diderita nasabah makin tepat.
PERKULIAHAN KEDUA
2.1. PENGERTIAN
Bagaimana peranan manajemen
risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari pendapat Henry
Fayol, yang menyatakan bahwa ada 6 (enam) fungsi dasar dari kegiatan
pengeloiaan suatu perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersiil,
keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar
tersebut maka manajemen risiko adalah berkaitan dengan kegiatan keamanan, yang
tujuannya adalah menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian
akibat pencurian, kecelakaan, kebakaran, banjir, mencegah pemogokan kerja,
kejahatan dan semua gangguan sosial atau gangguan alamiah, yang mungkin
membahayakan kehidupan dan perkembangan perusahaan. Jadi kegiatan ini mencakup
semua tindakan untuk memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan
memberikan kedamaian hati serta ketenteraman jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh
personil perusahaan (mencakup pimpinan, pemilik dan karyawan perusahaan).
Berdasarkan uraian di atas
orang umumnya memberikan batas-batas terhadap manajemen risiko sebagai
keputusan eksekutif / manajerial yang berkaitan dengan pengelolaan risiko
murni, yang pada pokoknya mencakup:
a.
Menemukan
secara sistimatis dan menganalisa kerugian-kerugian yang dihadapi perusahaan
(melakukan identifikasi terhadap risiko).
b.
Menemukan
metode yang paling baik dalam menangani risiko (kerugian) yang dihubungkan
dengan keuntungan perusahaan.
2.2. MANAJEMEN RISIKO DAN ASURANSI
Konsep manajemen risiko
tidak boleh dicampuradukkan dengan konsep asuransi, karena keduanya mempunyai
ruang lingkup / cakupan yang berbeda, meskipun mempunyai sasaran yang sama.
Asuransi adalah merupakan bagian dari manajemen risiko, karena asuransi
merupakan salah satu cara penanggulangan risiko, sebagai hasil perumusan
strategi penanggulangan risiko dari manajemen risiko.
Untuk lebih memperjelas
perbedaan antara keduanya, berikut diuraikan persamaan dan perbedaan diantara
keduanya, yaitu :
a. Persamaannya :
Kedua-duanya
merupakan kegiatan manajemen, yang berkaitan dengan upaya penanggulangan risiko
murni yang dihadapi oleh perusahaan.
b. Perbedaannya :
Manajemen
Risiko:
1. Lebih menekankan kegiatannya pada menemukan
dan menganalisa risiko murni.
2. Tugasnya hakekatnya hanya memberikan
penilaian belaka terhadap semua teknik penanggulangan risiko (termasuk asuransi).
3. Pelaksanaan programnya menghendaki adanya
kerjasama dengan sejumlah individu dan bagian-bagian dari perusahaan.
4. Keputusan manajemen risiko mempunyai
pengaruh yang lebih luas / besar terhadap operasi perusahaan.
|
Asuransi:
1. Merupakan salah satu cara menanggulangi
risiko murni tertentu.
2. Tugasnya menangani seluruh proses
pengalihan risiko.
3. Melibatkan jumlah orang dan
kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
4. Keputusan di bidang asuransi mempunyai
pengaruh yang lebih terbatas.
|
2.3. TUJUAN MANAJEMEN RISIKO
Tujuan
yang ingin dicapai oleh manajemen risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
5. Tujuan sebelum terjadinya peril.
6. Tujuan sesudah terjadinya peril.
2.3.1.
Tujuan Sebelum Terjadinya Peril
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril
ada bermacam-macam, antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya :
upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling
ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program
keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik
penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu
upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya kemungkinan terjadinya peril
tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang sangat, sehingga dengan
adanya upaya penganggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan
untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga / pihak luar
perusahaan, seperti :
a. Memasang / memakai alat-alat keselamatan
kerja tertentu di tempat kerja / pada waktu bekerja untuk menghindari
kecelakaan kerja, misalnya: pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman
(misal : ”gas masker”) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
Undang-undang Keselamatan Kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai
agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan
oleh kreditur.
2.3.2. Tujuan Setelah Terjadinya Peril
Pada
pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena
peril yang dapat berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya
manajer risiko harus mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan
tetap berjalan sehabis perusahaan tekena peril, meskipun untuk sementara waktu
yang beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan
tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting
temtama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara
langsung, misalnya : bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya
bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap
mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya
variabelnya. Dimana kalau perlu ditempuh dengan untuk sementara melakukan
kegiatan usaha di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pertumbuhan
usaha bagi perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang
sedang memproduksi barang baru, memasuki pasar baru dan sebagainya. Jadi harus
berupaya untuk mengatur strategi agar pertumbuhan yang sedang dirintis tetap
berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya
yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab
sosial dari perusahaan. Artinya harus dapat menyusun kebijaksanaan yang membuat
seminimum mungkin pengaruh jelek dari suatu peril yang diderita perusahaan
terhadap karyawannya, para pelanggan / penyalur, para supplier dan sebagainya. Artinya akibat dari peril jangan sampai
menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai mengakibatkan terjadinya
pengangguran.
2.4. FUNGSI POKOK MANAJEMEN RISIKO
Fungsi
manajemen risiko pada pokoknya mencakup :
a. Menemukan kerugian potensiil
Artinya
berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi
oleh perusahaan, yang meliputi :
1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan
perusahaan.
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya
akibat terganggunya operasi perusahaan.
3. Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari
pihak lain.
4. Kerugian-kemgian yang timbul karena :
penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan
sebagainya.
5. Kerugian-kemgian yang timbul akibat ”keymen”
meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Untuk
itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan :
melakukan inspeksi phisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak
di perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses
produksi dan sebagainya.
Misalnya
: dengan menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi: kemungkinan
kerugian karena jumlah supplai yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat
waktu, kerusakan dan kehilangan pada saat penyimpanan; pada proses produksi
dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah proses, kerusakan alat
produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan
kerugian karena barang rusak / hilang dalam penyimpanan, penipuan / kecurangan
dari penyalur dan sebagainya.
b. Mengevaluasi Kerugian Potensiil :
Artinya
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensiil yang dihadapi
oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai :
b.1. Besarnya kemungkinan frekuensi
terjadinya kerugian artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya
kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian
tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
b.2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap
kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya
dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi
finansiil perusahaan.
c. Memilih teknik / cara yang tepat atau menentukan suatu
kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian.
Pada
pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu
: mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan
menghindari. Dimana tugas dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara
yang paling tepat untuk menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi
dari cara-cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko. Dalam memilih cara
penanggulangan risiko secara garis besar dapat disusun suatu metrik sebagai
berikut :
Nomer tipe Exposure
|
Frekuensi Kerugian
|
Kegawatan Kerugian
|
Penanggulangannya
|
1
|
Rendah
|
Rendah
|
Retensi
/ Pengendalian
|
2
|
Tinggi
|
Rendah
|
Retensi
/ Asuransi / Pengendalian
|
3
|
Rendah
|
Tinggi
|
Asuransi
/ Pengendalian
|
4
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Menghindari
|
2.5. LANGKAH-LANGKAH
PROSES PENGELOLAAN RISIKO
Dalam
mengelola risiko langkah-langkah dari proses yang harus dilalui pada pokoknya
adalah :
1. Mengidentifikasi / menentukan terlebih dahulu
keinginan obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan
risiko. Apakah income yang stabil? Apakah kedamaian hati? dan sebagainya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kerugian / peril atau mengidentifikasi risiko-risiko yang
dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting,
sebab keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi
ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian
potensiil, dimana yang dievaluasi dan diukur adalah :
a. besarnya kesempatan atau kemungkinan peril
yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya),
b. besarnya akibat dari kerugian tersebut
terhadap kondisi keuangan perusahaan / keluarga (kegawatannya),
c. kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang
jelas akan timbul.
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang
paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi :
a. menghindari kemungkinan terjadinya peril,
b. mengurangi kesempatan terjadinya peril,
c. memindahkan kerugian potensiil kepada pihak
lain (mengasuransikan),
d. menerima dan memikul kerugian yang timbul
(meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan / melaksanakan
keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi risiko. Misalnya
membuat perlindungan yang layak terhadap kecelakaan kerja, menghubungi, memilih
dan menyelesaikan pengalihan risiko kepada pemsahaan asuransi.
6. Mengadministrasi, memonitor dan mengevaluasi
semua langkah-langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi
risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan
risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila
kondisi suatu obyek berubah penanggulangannya juga berubah.
2.6. KEDUDUKAN MANAJER RISIKO
Di
Indonesia pada saat ini dapat dikatakan memang belum ada perusahaan yang
mempunyai manajer atau bagian yang khusus menangani pengelolaan risiko secara
keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang
manajer asuransi, yang fungsinya hanya mengurusi masalah-masalah yang
berhubungan dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan
pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak
asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Dimana
kedudukan dari manajer ini umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkat
bawah).
Di
negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat
perusahaan-perusahaan besar, kurang lebih 80%, telah memiliki Manajer Risiko,
dengan berbagai nama jabatan seperti : Manajer Risiko, Manajer Asuransi,
Direktur Manajemen Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat
dengan ”Manajer tingkat menengah”.
Dimana
tugas mereka umumnya mencakup : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari
exposures, menyelesaikan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola
jaminan tenaga kerja, ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja.
Dengan demikian mereka merupakan bagian penting dalam team manajemen
perusahaan.
2.7. KERJASAMA DENGAN DEPARTEMEN LAIN
Seorang
Manajer Risiko tidak bekerja dalam ”isolasi”, artinya dalam melaksanakan
kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri.
Sebab tugas utamanya adalah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam
penanggulangan risiko. Sedang implementasi / pelaksanaan dari kebijaksanaan
tersebut sebagian besar diserahkan kepada departemen / bagian masing-masing
yang bersangkutan. Misalnya : implemetasi penanggulangan risiko di bidang
produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer
Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Jadi
dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara
harmonis dengan departemen / bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama
tersebut dapat dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen / bagian
yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu:
a. Bagian Akunting :
Yaitu
kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan
dan pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melakukan
penggelapan, melalui internal control dan internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi
dan mengukur kerugian karena exposures terhadap harta.
3. Melalui penilaian terhadap rekening piutang
mengukur risiko terhadap piutang dan mengalokasikan cadangan bagi kerugian
exposures piutang.
b. Bagian Keuangan :
Terutama
berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan
terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
Menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan
cash-flow.
Menganalisis
risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau
investasi baru.
Menganalisis
risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan
sebagai jaminan.
c. Bagian Marketing :
Terutama
yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan
dari pihak luar / pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan
mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang
kurang baik.
2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu.
Juga
upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan,
dalam rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Logo / tema mobil-mobil pengangkut rokok dari
PT. Gudang Garam yang berbunyi “Utamakan Selamat”.
d. Bagian Produksi :
Mencakup
upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk
yang cacad, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian
bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja,
dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang Kecelakaan Kerja dan
sebagainya.
e.
Bagian
Engineering dan Maintenance:
Bagian ini adalah yang
bertanggung jawab terhadap desain pabrik, maintenance dan melaksanakan
perawatan terhadap gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya, yang
kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun kegawatan
dari suatu kerugian / peril.
f.
Bagian
Personalia :
Bagian ini mempunyai
banyak tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko yang
berkaitan dengan diri karyawan. Misalnya : perencanaan, instalasi dan
administrasi program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan,
kebosanan dan sebagainya.
Biasanya bagian ini
juga bertanggung jawab langsung terhadap masalah keselamatan (safety) kerja dan
hygiene industri.
Dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua arah
antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi
diperlukan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat
dikatakan bahwa: “tanpa kerja sama aktif dari departemen lain program manajemen
risiko akan gagal”.
2.8. REVIEW BERKALA
Supaya program
penanggulangan risiko yang sudah disusun oleh Manajer Risiko dapat tetap
berlaku secara efektif sepanjang waktu, maka program tersebut perlu selalu
direview secara berkala untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dari
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya peril dan upaya
penanggulangannya, yang menyangkut : biaya, program keselamatan, pencegahan
kerugian dan sebagainya.
Untuk itu catatan-catatan
kerugian yang telah terjadi perlu selalu diperiksa, untuk mengetahui apakah ada
perubahan terhadap frekuensi maupun kegawatannya dan sebagainya, yang sangat
perlu guna tindakan penyesuaian di waktu selanjutnya.
Untuk mengetahui perkembangan-perkembangan
baru yang akan mempengaruhi upaya penanggulangan risiko, maka Manajer Risiko
perlu pula melakukan penelitian secara berkala.
BAB 3
PRINSIP-PRINSIP PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO
3.1. PENGERTIAN
Seorang
Manajer Risiko sebelum mengelola penanggulangan risiko, perlu membangun
pengertian tentang adanya risiko, sifat risiko yang dihadapi serta dampaknya
terhadap aktivitas perusahaan. Kegiatan-kegiatan untuk itu disebut
mengidentifikasi atau mendiagnosis risiko.
Pengertian
identifikasi risiko dengan singkat adalah : Suatu proses dengan mana suatu
perusahaan secara sistimatis dan terus menerus mengidentifikasi property,
liability dan personnel exposures sebelum terjadinya peril. Jadi yang
diidentifikasi adalah peril yang dapat menimpa harta milik dan personil
perusahaan serta kewajiban yang menimbulkan kerugian.
Kegiatan
pengidentifikasian adalah hal yang sangat penting bagi seorang Manajer Risiko,
sebab seorang Manajer Risiko yang tidak mengidentifikasi semua kerugian
potensiil tidak akan dapat menyusun strategi yang lengkap untuk menanggulangi
semua kerugian potensiil tersebut. Apa
yang dilakukan oleh Manajer Risiko pada pokoknya, yaitu :
1.
Membuat
daftar (check-list) semua kerugian yang dapat menimpa semua bisnis / perusahaan
apapun.
2. Dengan pendekatan yang sistimatis mencari
kerugian-kerugian potensiil yang mana dari check-list tersebut yang dapat
menimpa perusahaannya.
Sumber-sumber
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan daftar kerugian
potensiil antara lain :
1. Data-data dari perusahaan-perusahaan
asuransi.
2. Informasi dari Badan Penerbitan Asuransi.
3. Informasi dari Asosiasi Manajemen Amerika
(AMA).
4. Informasi dari Ikatan Manajer Risiko dan
Asuransi.
5. Informasi / Rilase dari Kepolisian.
3.2. MANFAAT
DAFTAR KERUGIAN POTENSIIL
Daftar
kerugian potensiil bagi suatu perusahaan pada hakekatnya merupakan :
a. Daftar yang dapat menunjang pencapaian
berbagai tujuan, yang berkaitan dengan pengelolaan bisnis pada umumnya. Jadi
tidak hanya untuk kepentingan manajemen risiko saja.
b. Suatu cara yang sistimatis guna mengumpulkan
informasi mengenai perusahaan-perusahaan lain, yang mungkin ada kaitannya
dengan aktivitas bisnisnya.
Jadi
daftar kerugian potensiil sangat bermanfaat bagi kegiatan pengelolaan bisnis secara
keseluruhan, tidak haira di bidang penanggulangan risiko saja.
Sedang
manfaat daftar kerugian potensiil bagi Manajer Risiko antara lain :
3. Mengingatkan Manajer Risiko tentang
kerugian-kerugian yang dapat menimpa bisnisnya.
4. Sebagai tempat mengumpulkan informasi yang
akan menggambarkan, dengan cara apa dan bagaimana, bisnis-bisnis khusus yang
dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi risiko potensiil yang dihadapi
bisnisnya.
5. Sebagai bahan pembanding dalam mereview dan
mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuat, yang dapat
mencakup : premi yang sudah dibayar, pengamanan-pengamanan yang telah
dilakukan, kerugian-kerugian yang timbul dan sebagainya.
3.3. KLASIFIKASI KERUGIAN POTENSIIL
Seluruh
kerugian potensiil yang dapat menimpa setiap bisnis pada pokoknya dapat
diklasifikasikan ke dalam :
a. Kerugian atas harta kekayaan (property
exposures) :
.yang
meliputi:
a.1. Kerugian yang langsung dapat dihubungkan dengan
biaya penggantian atau perbaikan terhadap harta yang terkena peril (gedung yang
terbakar, peralatan yang dicuri). Jenis kerugian ini disebut ”kerugian
langsung”.
a.2.
Kerugian yang tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan peril yang
terjadi, yaitu kerugian yang diakibatkan oleh rusaknya barang yang terkena
peril. Jenis kerugian ini disebut ”kerugian tidak langsung”.
Contoh : Rusaknya bahan-bahan yang disimpan dalam
lemari pendingin (cold storage), karena tidak berfungsinya alat pendingin
akibat gardu listriknya rusak disambar petir.
Upah
yang harus tetap dibayar, pada saat perusahaan tidak berproduksi, karena ada
alat-alat produksinya yang terkena peril.
a.3. Kerugian atas pendapatan, misalnya
sebagai akibat tidak berfungsinya alat produksi, karena terkena peril.
Contoh : Batalnya kontrak penjualan, karena
perusahaan tidak berproduksi untuk sementara waktu, sebab alat produksinya
mengalami rusak berat.
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain
(liability losses / exposures) :
Adalah
kerugian yang berupa kewajiban kepada pihak lain yang merasa dirugikan, akibat kesalahan
dari bisnisnya.
Contoh : Ganti rugi yang harus diberikan oleh
perusahaan angkutan umum kepada penumpang yang cedera akibat kecelakaan, yang
disebabkan oleh kesalahan pengemudinya.
c.
Kerugian
personil (personnel losses/exposures) :
Kerugian akibat peril
yang menimpa personil atau orang-orang yang menjadi anggota dari karyawan perusahaan
(termasuk keluarganya).
Contoh : 1. Kematian,
ketidak-mampuan karena cacad, ketidak mampuan karena usia tua dari karyawan
atau pemilik perusahaan.
2.
Kerugian yang menimpa keluarga karyawan akibat kematian, ketidakmampuan dan
pengangguran.
Dengan melihat jenis dan
kondisi dari kerugian potensiil yang demikian itu, maka seorang Manajer Risiko
harus selalu :
1.
mempelajari
dan mengevaluasi peristiwa-peristiwa kerugian yang telah diderita.
2.
mengikuti
dan mempelajari peristiwa-peristiwa kerugian yang dilaporkan lewat
publikasi-publikasi.
3.
menghadiri
pertemuan-pertemuan para manajer di dalam intern perusahaan, pertemuan dengan
Manajer-manajer Risiko di tingkat regional, nasional maupun internasional.
3.4. METODE
PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO
Dalam mengidentifikasi
risiko ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain :
1.
Menggunakan
daftar pertanyaan (questionair) untuk menganalisa risiko, yang dari
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan
petunjuk-petunjuk tentang dinamika informasi khusus, yang dapat dirancang
secara sistimatis tentang risiko yang menyangkut kekayaan maupun operasi
perusahaan.
2.
Menggunakan
laporan keuangan, yaitu dengan menganalisa neraca, laporan pengoperasian
dan catatan-catatan pendukung lainnya, akan dapat diketahui / diidentifikasi
semua harta kekayaan, hutang-piutang dan sebagainya. Sehingga dengan
merangkaikan laporan-laporan tersebut dan berdasarkan ramalan-ramalan anggaran
keuangan akan dapat menentukan penanggulangan risiko di masa mendatang.
3.
Membuat
flow-chart aliran barang mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang
jadiakan dapat diketahui risiko-risiko yang dihadapi pada masing-masing tahap
dari aliran tersebut.
Contoh : Flow-chart mulai dari : supplier à gudang bahan à fabrikasi / proses produksi à gudang barang jadi à penyalur à konsumen.
Dari
flow-chart tersebut akan dapat diidentifikasi kemungkinan kerugian pada
masing-masing tahap. Misalnya pada tahap supplier : risiko kenaikan harga,
waktu penyerahan, volume dan sebagainya. Kerugian potensiil yang dapat terjadi
antara lain :
¨
kerugian berupa harta kekayaan : barang rusak, barang hilang di gudang,
barang rusak karena kesalahan proses dan sebagainya.
¨
kerugian yang menyangkut liability : tuntutan konsumen, karena barang tidak
sesuai dengan yang seharusnya dan seterusnya.
¨
kerugian personil : kecelakaan kerja yang terjadi dalam pabrik pada saat
karyawan bekerja dan sebagainya.
4.
Dengan inspeksi langsung di tempat, artinya dengan mengadakan
pemeriksaan secara langsung di tempat dimana dilakukan operasi / aktivitas
perusahaan. Sehingga dari pemeriksaan / pengamatan itu Manajer Risiko akan
dapat belajar banyak mengenai kenyataan-kenyataan di lapangan, yang akan sangat
bermanfaat bagi upaya penanggulangan risiko.
5.
Mengadakan interaksi dengan departemen / bagian-bagian dalam
perusahaan. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh :
¨
dengan mengadakan kunjungan ke departemen / bagian-bagian akan dapat meraih
/ memupuk saling pengertian antara kedua belah pihak dan akan dapat memberikan
pemahaman yang lengkap tentang aktivitas mereka dan kerugian-kerugian potensiil
yang dihadapi bagian mereka,
¨
dengan menerima, mengevaluasi, memonitor dan menanggapi laporan-laporan
dari departemen / bagian-bagian akan dapat meningkatkan pemahaman tentang
aktivitas dan risiko yang mereka hadapi.
6.
Mengadakan interaksi dengan pihak luar : artinya mengadakan hubungan
dengan perseorangan ataupun perusahaan-perusahaan lain, terutama pihak-pihak
yang dapat membantu perusahaan dalam penanggulangan risiko, seperti : akuntan,
penasehat hukum, konsultan manajemen, perusahaan asuransi dan sebagainya. Dimana
mereka itu akan dapat banyak membantu dalam mengembangkan identifikasi tehadap
kerugian-kerugian potensiil.
7.
Melakukan analisa terhadap kontrak-kontrak yang telah dibuat
dengan pihak lain. Dari analisa tersebut akan dapat diketahui kemungkinan
adanya risiko dari kontrak tersebut; misalnya: rekanan tidak dapat memenuhi
kewajibannya, denda keterlambatan memenuhi kewajiban dan sebagainya.
8.
Membuat dan menganalisa catatan / statistik mengenai bermacam-macam kerugian yang telah
pernah diderita. Dari catatan-catatan itu akan dapat diperhitungkan kemungkinan
terulangnya suatu jenis risiko tertentu. Di samping itu dari catatan tersebut
akan dapat diketahui : penyebab, lokasi, jumlah dan variabel-variabel risiko
lainnya, yang perlu diperhitungkan dalam upaya penanggulangan risiko.
9.
Mengadakan analisa lingkungan, yang sangat diperlukan untuk
mengetahui kondisi yang mempengaruhi timbulnya risiko potensiil, seperti :
konsumen, supplier, penyalur, pesaing dan penguasa (pembuat peraturan / perundang-undangan).
Untuk
melakukan pekerjaan itu semua seorang Manajer Risiko dapat melakukan sendiri,
menugaskan anak buahnya atau menggunakan jasa pihak ketiga, seperti : konsultan
manajemen, broker asuransi, perusahaan-perusahaan asuransi dan sebagainya.
Penggunaan
jasa dari pihak ketiga disamping ada kelemahannya, juga ada untungnya, karena :
umumnya pihak ketiga itu sudah profesional di bidangnya, sehingga hasilnya akan
lebih lengkap dan lebih obyektif. Sedang kelemahannya antara lain : biayanya
tidak murah, sedang bila menggunakan jasa broker / perusahaan asuransi :
identifikasinya akan lebili diarahkan pada risiko potensiil yang dapat dialihkan,
terutama yang sesuai dengan bidangnya.
BAB 4
DAFTAR KERUGIAN
POTENSIIL
4.1. PENGERTIAN
Dari
kegiatan mengidentifikasi risiko akan dihasilkan/dibuat suatu daftar mengenai
kerugian potensiil, baik yang mungkin menimpa bisnisnya maupun bisnis apapun.
Daftar ini disebut ”daftar kerugian potensiil” atau ”check list”.
Jadi
dari daftar tersebut akan dapat diketahui kerugian apa saja dan bagaimana
terjadinya yang mungkin dapat menimpa bisnisnya, sehingga dapat dipakai sebagai
dasar di dalam menentukan kebijaksanaan pengendalian risiko.
Dari
seluruh kerugian potensiil yang mungkin menimpa suatu bisnis pada pokoknya
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
4. Kerugian atas harta (property losses).
5. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak ketiga
(liability losses).
6. Kerugian personil (personal losses).
4.2. KERUGIAN
ATAS HARTA
4.2.1.
Pembagian
Jenis Harta
Kerugian
harta adalah kerugian yang menimpa ”harta milik” perusahaan. Dimana untuk kepentingan penanggulangan risiko harta dibagi ke dalam :
a. Benda tetap (”real estate”), yaitu harta yang
terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya.
b. Barang bergerak (”personal property”), yaitu
barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya dapat dibagi lagi
ke dalam :
b.1. barang-barang yang digunakan untuk melakukan
aktivitas produksi dan aktivitas-aktivitas perusahaan lainnya, yang meliputi
antara lain : bahan baku dan pembantu, peralatan, suku cadang dan sebagainya,
b.2. barang-barang yang akan dijual, misalnya :
hasil produksi (perusahaan industri), barang dagangan (perusahaan perdagangan),
surat-surat berharga (pialang), uang (bank) dan sebagainya.
4.2.2.
Penyebab Kerugian
Penyebab
kerugian terhadap harta yang dibedakan ke dalam :
1. Bahaya phisik, yaitu bahaya yang menimbulkan
kerugian, yang bukan berasal dari ulah manusia. Umumnya bahaya yang timbul
karena kekuatan alam, seperti : kebakaran, angin topan, gempa bumi yang dapat
merusak harta.
2. Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul
karena :
a. adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari
norma-norma kehidupan yang wajar, misalnya : pencurian, penggelapan, penipuan
dan sebagainya,
b. adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan
oleh manusia secara kelompok, misalnya : pemogokan, kerusuhan dan sebagainya.
3. Bahaya ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang
disebabkan oleh kekuatan eksternal maupun internal perusahaan, misalnya :
mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
Dalam
kaitan ini Manajer Risiko lebih menitik-beratkan perhatiannya pada bahaya
phisik dan bahaya sosial, karena dari situlah umumnya risiko murni bersumber.
Kerugian
harta yang bersumber dari bahaya sosial dapat berasal dari orang dalam
perusahaan sendiri, misalnya : korupsi, manipulasi dan mungkin pula dilakukan
oleh orang lain, misalnya : pencurian, penipuan dan sebagainya.
Kerugian
yang disebabkan oleh perbuatan karyawan sendiri (penggelapan) biasanya
dikarenakan adanya ketidak-jujuran dari karyawan yang bersangkutan. Dimana
karyawan menggunakan harta yang bukan miliknya, tetapi milik perusahaan untuk
kepentingannya sendiri. Ketidak-jujuran karyawan dapat dikategorikan ke dalam :
a. penggelapan yang sudah dipikirkan
masak-masak; biasanya mereka yang menerima pekerjaan di suatu perusahaan sudah
dengan maksud untuk memudahkan mencuri harta milik perusahaan, biasanya bahaya
kerugiannya besar,
b. penggelapan yang dilakukan oleh karyawan yang
mempunyai kebutuhan (keuangan) yang mendesak, sehingga yang bersangkutan
membenarkan keputusannya untuk menggelapkan harta milik perusahaan, biasanya
kerugiannya tidak begitu besar,
c. penggelapan yang dilakukan karena berbagai
alasan, yang bukan bermaksud memperkaya diri, misalnya : kleptomani, balas dendam
dan tekanan-tekanan psikologis lainnya, biasanya pencurian yang dilakukan dalam
skala kecil, sehingga bagi perusahaan tidak begitu membahayakan (merugikan).
Kejahatan
yang dilakukan oleh pihak luar, yang didorong oleh keinginan untuk mencuri biasanya
perlu dibedakan ke dalam :
a. yang dilakukan oleh pencuri yang profesional,
yang biasanya melakukan pencurian setelah mengamati situasi dari sasaran secara
seksama, demi kelancaran dan keamanan kejahatannya, umumnya jumlah kerugiannya
besar,
b. yang dilakukan oleh pencuri amatiran, yaitu
pencurian-pencurian yang dilakukan hanya karena kecenderungan menuruti kata
hati, bukan didorong oleh keinginan untuk mencuri, tetapi oleh keinginan lain,
seperti : kebutuhan yang mendesak, kekacauan mental (kleptomani), biasanya
kerugian yang ditimbulkan tidak begitu besar.
4.2.3
Macam-macam Kerugian atas Harta
Kerugian
yang menimpa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam :
1. Kerugian langsung.
2. Kerugian tidak langsung.
3. Kerugian net income.
ad.1. Kerugian langsung adalah kerugian yang
langsung dapat dikaitkan dengan peril yang menimpa harta tersebut, yaitu
kerugian yang diderita karena rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril,
misalnya gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut,
yang besarnya sama dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan
terhadap gedung yang bersangkutan.
ad.2. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang
disebabkan oleh berkurangnya nilai, kemsakan atau tidak berfungsinya barang
lain selain yang terkena peril.
Contoh : 1. Makanan,
minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah
disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi
listriknya terbakar), sehingga pengaturan temperature dan kelembaban menjadi
kacau balau.
2. Harta yang terdiri dua komponen atau lebih,
apabila salah satu komponennya rusak, maka nilai dari komponen-komponen yang
lain ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak rusak.
3. Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak
seluruhnya rusak artinya masin ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan
dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak
langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali bagian gedung yang
sebetulnya tidak rusak.
4. Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan
beberapa karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya
harus tetap dibayar upah / gajinya. Kerugian tidak langsungnya adalah gaji /
upah karyawan yang harus nganggur tersebut.
ad.3. Kerugian net income (= pendapatan dikurangi
biaya), yaitu penurunan net income suatu perusahaan, karena hilangnya / berkurangnya
manfaat suatu harta, baik sebagian maupun seluruhnya karena peril, sampai harta
tersebut diganti atau dipulihkan seperti semula. Sebab hal itu akan
mengakibatkan di satu pihak pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak
biayanya naik.
Meskipun
jenis kerugian ini sering jauh lebih besar daripada kerugian langsung maupun
tidak langsung, tetapi banyak perusahaan yang tidak / kurang menyadari adanya
kerugian ini. Hal ini dikarenakan manajer risiko lebih sukar untuk
mengidentifikasi dan mengukur kerugian net income, karena banyaknya variabel
yang terlibat, yang tidak mudah untuk mengidentifikasi dan mengukurnya.
4.2.4.
Subyek Kerugian Harta
Dalam
kaitan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian
harta disini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup
pula sekumpulan hak yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata,
yang juga mempunyai nilai ekonomis yang pasti. Hak tersebut dapat berupa
berbagai bentuk, yang dapat diperoleh dengan berbagai cara.
Untuk
mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus
mengetahui dan memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada
dan bagaimana menilainya.
Hal
kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya
pengertian harta dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita
(subyek kerugian) tidak selalu orang yang memiliki harta tersebut, tetapi
mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan
dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan
dengan kepemilikan dan siapa yang bertanggung-jawab atas atau menderita
kerugian-kerugian harta yang terkena suatu peril.
4.2.4.1.
Kepemilikan
Kepemilikan
atas harta adalah merupakan kepemilikan tunggal, sebagai hasil dari : pembelian,
penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari kejadian yang lain. Jika
harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita / bertanggung jawab
atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya memiliki
sebagai dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari
kerugian tersebut.
4.2.4.2.
Kredit dengan jaminan
Kreditur
yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak / bagian atas harta yang
digunakan sebagai jaminan. Dimana kemampuan menagih kreditur akan berkurang
(menderita kerugian) bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena
terkena peril, yang berarti kerugian berupa tidak terbayarnya sebagian atau
seluruh piutangnya, meskipun kreditur bukan pemilik harta tersebut.
Dimana
hak kreditur atas harta yang dipakai sebagai jaminan adalah sebanding dengan
nilai dari piutangnya (ditambah bunga). Hal ini akan terlihat jelas pada kasus
bila harta yang dipakai sebagia jaminan itu diasuransikan dan terkena peril,
maka kreditur akan berhak atas sebagian ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi, sebesar piutang ditambah bunganya.
4.2.4.3.
Jual-beli Bersyarat
Tanggung
jawab terhadap kerugian-kemgian yang terjadi dalam transaksi jual-beli
bersyarat adalah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak
jual-beli termaksud. Artinya tanggung jawab dapat di pundak penjual dan bisa
juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak
jual-belinya.
Dalam
kaitan ini sudah ada ketentuan umum yang berlaku secara internasional, yang dikenal
dengan istilah “Uniform Commercial Code”. Beberapa ketentuan umum
tersebut antara lain :
a. Bila persyaratan “loco gudang“ (penjual),
berarti bahwa segala kerugian yang terjadi sesudah barang keluar dari gudang
penjual, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli.
b.
Bila persyaratan “anco gudang perusahaan pengangkutan“, hal ini
berarti bahwa barang sudah menjadi milik pembeli pada saat barang berada di
gudang perusahaan pengangkutan dan ongkos angkut sudah dibayar oleh pembeli. Jadi
segala kerugian yang terjadi sesudah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pembeli. Dalam kasus ini perusahaan
pengangkutan bertindak sebagai wakil pembeli.
c.
Bila
persyaratannya “franco tempat tujuan” atau “franco gudang (pembeli)”,
berarti barang baru menjadi milik pembeli sesudah diserahkan di gudang
pembeli oleh perusahaan pengangkutan. Dengan demikian kerugian yang terjadi
sebelum penyerahan menjadi tanggung jawab penjual. Dalam hal ini berarti
perusahaan pengangkutan bertindak sebagai wakil penjual.
d.
Bila
persyaratannya “F.A.S” (“free alongside ship”), berarti barang menjadi
milik pembeli bila barang sudah siap untuk diangkut (barang sudah ada di
pelabuhan dan siap dimuat ke atas kapal). Dengan demikian kerusakan / kerugian
selama barang dalam pengangkutan / pengiriman menjadi tanggung jawab pembeli.
e.
Bila
persyaratannya “C.O.D” (“Collect on Delivery”), maka barang masih tetap
menjadi milik penjual meskipun sudah berada di tangan pembeli, sampai harga
barang tersebut dibayar lunas. Dapat juga barang sudah menjadi milik pembeli
pada saat ongkos angkut sudah dibayar lunas oleh pembeli, tetapi penjual masih
mempunyai hak gadai terhadap barang tersebut, sampai harga barang dibayar
lunas.
f.
Bila
persyaratannya “C.1.F” (“Cost Insurance and Freight”), maka kepemilikan
barang-barang berpindah ke pembeli pada saat barang diserahkaan kepada
perusahaan pengangkutan, disertai dengan dokumen-dokumen asuransi, pengangkutan
dan surat-surat tanda kepemilikan (“conyosemen”).
4.2.4.4. Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak
bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi
ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a.
Berdasarkan
hukum adat penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang
disebabkan oleh kecerobohannya.
b.
Bila dalam
kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada
pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan
karena keusangan / keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab
penyewa.
c. Penyewa melakukan perubahan terhadap harta tetap yang
disewakannya, dengan harapan mendapatkan beberapa manfaat dari perubahan
tersebut. Maka :
a. jika pada saat penyerahan kembali perubahan
dapat dikembalikan seperti keadaan semula penyewa akan memperoleh keuntungan,
b. tetapi bila perubahan tersebut tidak dapat
dikembalikan seperti semula, maka kerusakan terhadap harta tetap akibat
perubahan tersebut menjadi tanggung jawab penyewa.
4.2.4.5 Bailments
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara
berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh : - Mobil
yang direparasikan, untuk sementara barada di tangan pemilik bengkel.
- Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara
berada di tangan tukang binatu.
- Barang-barang yang disimpan di gudang yang
disewa.
Orang-orang
atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut ”bailee”
dan si pemilik barang disebut ”bailor”, sedang perjanjian antara
bailee dan bailor disebut ”bailments”.
Jadi
yang dapat dikategorikan sebagai bailee adalah termasuk bisnis-bisnis yang
mengerjakan barang milik orang lain.
Dimana
selama berada di tangan bailee ada kemungkinan bahwa barang akan terkena peril.
Tanggung jawab terhadap kerugian akibat peril tersebut tergantung pada isi
penjanjian (bailment)nya. Tetapi meski bagaimanapun juga bailee bertanggung
jawab terhadap kerugian harta yang sementara ada di tangannya, yang diakibatkan
oleh kecerobohannya.
Kadang-kadang
karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian
atau karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan
pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian
yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di tangannya, sekalipun
kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada
hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik
dari hubungan ini (bailments) antara lain:
1.
Identitas
harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di
tangan bailor.
2. Kepemilikan atau penguasaan harta untuk
sementara berada di tangan bailee.
3. Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada
orang lain dari harta harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan
harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai
sampai dimana tanggung jawab terhadap harta yang untuk sementara .berada di
bawah kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
1. Bila penyerahan (bailments) tersebut untuk
kepentingan bailor dan bailee tidak mendapatkan kompensasi apapun atas
pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak bertanggung jawab
kepada kerugian harta tersebut.
Contoh : Seseorang menitipkan barangnya kepada
temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila harta yang
dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
2. Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan
bailee, dimana bailee dapat meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk
sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggung
jawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh : Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang
sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada pemiliknya dan pemilik tidak
mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan), maka bila
mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggung jawab pemilik bengkel.
3. Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua
belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari
penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi
tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh : Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya
kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik mendapatkan bagian dari hasil
persewaannya, maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugiannya dipikul
bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
4.2.4.6.
Easement
Easement
adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak
penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas
pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan
(pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan / pengakuan secara
tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah perjanjian / akte
(disebut ”prescription”).
Contoh : Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai
hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk menyimpan sebagian barang
dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang dagangan tersebut,
maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu sendiri.
4.2.4.7.
Lisensi
Lisensi
adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk
mcnggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi
kerugian akibat penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik
atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh : Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan
yang diperoleh beberapa perusahaan pharmasi di Indonesia atas mereka dan
formula obat-obatan produksi luar negeri. Misalnya : hak PT. Medifarma
Laboratories, Inc. untuk memproduksi obat dengan merek dan formula ”Neozep”,
milik United American Pharmaceuti-cals, Ltd.
4.2.5.
Menghitung Nilai Kerugian
Setelah
seorang manajer risiko berhasil mengidentifikasi adanya kerugian harta yang
dihadapi perusahaan, maka ia harus menghitung besarnya nilai kerugian tersebut,
guna memperkirakan besarnya (kegawatan) dari risiko tersebut.
Ada
beberapa ukuran dasar untuk melakukan penaksiran nilai kerugian yang telah
diakui oleh penilai, lembaga-lembaga maupun orang-orang yang bekerja secara
profesional dalam bidang penaksiran. Meskipun harus tetap diakui adanya
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing ukuran dasar tersebut, yang mana
yang akan dipilih untuk dipakai biasanya tergantung pada tujuan dari penilaian
yang bersangkutan.
Metode
atau ukuran dasar tersebut antara lain :
1. Biaya yang sesungguhnya dari harta. Jadi
nilainya tergantung pada kondisi pasar pada saat dilakukan pembelian, antara
lain : kekuatan tawar menawar, apakah harta masih baru atau sudah tangan kedua
dan faktor-faktor lain. Kelemahan dari metode ini : penilaian tidak dapat
mencerminkan perubahan teknologi atau mode.
2. Nilai buku. Jadi nilai harta sebesar harga
pembelian dikurangi dengan penyusutan.
3. Nilai taksiran pajak, yaitu penilaian yang
diberikan oleh petugas pajak pada waktu menetapkan pajak perseroan perusahaan
yang bersangkutan. Kelemahan metode ini : sering tidak dapat mencerminkan nilai
yang sebenarnya dari harta.
4. Biaya memproduksi kembali, memperbaiki atau
biaya penggantian harta agar kembali seperti semula.
Kelebihan
dari metode ini : kurang dipengaruhi oleh unsur subyektif ; sedang kelemahannya
: nilainya akan di atas nilai pasar. Metode ini cocok untuk harta yang
penggantiannya hanya sebagian (cukup direparasi untuk mengembalikan pada
keadaan semula).
5. Nilai pasar, Jadi ditentukan oleh kemauan
penjual untuk menerima pembayaran dan kemauan pembeli untuk membayar harta
tersebut dalam suatu transaksi, pada saat dilakukan penilaian terhadap harta
tersebut.
6. Biaya penggantian dikurangi dengan penyusutan
dan keusangan.
Kelebihan
metode ini akan menghasilkan penilaian bahwa harta baru mempunyai nilai bisnis
yang lebih tinggi dari pada harta yang lama, Sedang kelemahannya metode ini
agak bersifat subyektif. Metode ini yang sering dipakai oleh perusahaan
asuransi dalam menilai harta yang akan ditanggungnya, sebab metode ini
mendasarkan pada ”actual cash value”.
Penyusutan
adalah hal yang berkaitan dengan umur, sedang keusangan berkaitan dengan
masalah mode atau perubahan design.
Metode
yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi adalah metode yang ke 4, 5 dan 6.
Ada
satu masalah lain yang berkaitan dengan penilaian harta, yaitu masalah ”Pembuangan”.
Yaitu masalah yang timbul jika suatu harta terkena peril, tetapi tidak
seluruhnya menjadi hancur. Masalahnya adalah : apakah harta tersebut cukup
diperbaiki saja, berarti bagian harta yang masih baik tetap dipakai, tidak
dibuang atau harus diganti seluruhnya, yang berarti bagian harta yang masih
baik dibuang. Persoalannya disini adalah bila diganti seluruhnya adalah
pembuangan bagian harta yang sebetulnya masih dapat dipakai, yang tentu saja
berakibat biaya keseluruhan untuk perbaikan kembali menjadi lebih tinggi.
Pemecahannya
umumnya dengan cara membandingkan ”PV” (present value) cash flow dari kedua
alternatif tersebut. Artinya :
¨
apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih besar dari pada ”pv, cash
flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut
diperbaiki saja;
¨
apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih kecil dari pada ”pv. cash
flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diganti
seluruhnya.
4.2.6.
Sumber Kerugian Net Income
Pada
prinsipnya sumber kerugian terhadap net income terdiri dari dua hal, yaitu :
1. Pendapatan yang menurun.
2. Biaya yang meningkat.
4.2.6.1.
Pendapatan yang menurun
Bila
suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan,
yang disebabkan antara lain :
1. Kerugian uang sewa
Jika
suatu harta yang disewakan rusak / hancur terkena peril, penyewa umumnya tidak
akan mau membayar sewa selama harta itu masih dalam perbaikan atau selama tidak
dapat digunakan
2. Gangguan terhadap operasi perusahaan
Bila
suatu perusahaan hartanya terkena peril, ia akan terpaksa mengehentikan atau
mengurangi volume operasinya, hal maka akan mengakibatkan :
a. net profit yang seharusnya diterima akan
hilang,
b. biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun
operasi perusahaan mengalami gangguan.
3. Gangguan tak terduga di dalam bisnis,
misalnya karena terganggunya kegiatan dari supplier atau penyalur dari
perusahaan.
4. Hilangnya profit dari barang jadi yang
mestinya bisa dijual, yang rusak karena kerusakan alat produksi atau barang
jadi itu sendiri yang terkena peril.
5. Pengumpulan piutang akan menurun.
Bila
karena peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi
lebih sulit, sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
Juga
karena : perusahaan yang terkena peril biasanya perhatian lebih dicurahkan pada
penyelamatan operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga
aktivitas pengumpulan piutang akan menurun dan hasilnya juga akan turun.
4.2.6.2.
Biaya yang meningKat
Bila
suatu perusahaan terkena peril dapat mengakibatkan kenaikan beberapa jenis
biaya, antara lain:
1. Kerugian nilai sewa.
Dimana
karena kerusakan bangunan/peralatan tersebut maka untuk melanjutkan operasinya
perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain. Bila yang
rusak harta yang disewa, perusahaan harus menyewa lagi barang lain dan sewa
yang sudah dibayar menjadi hilang.
2. Biasanya perlu dikeluarkan biaya ekstra untuk
meneruskan operasi perusahaan secara normal akibat adanya peril dan demi
memelihara hubungan baik dengan pelanggan. Untuk itu biasanya perlu disusun suatu
rencana tentang apa yang harus dilakukan setelah terjadi peril, agar :
a. perusahaan dapat beroperasi dengan lebih
cepat dan lebih efisien,
b. dapat menentukan besarnya biaya ekstra yang
harus dikeluarkan.
3. Pembatalan kontrak sewa yang bernilai tinggi,
dimana biasanya sewa jangka panjang lebih murah dari pada sewa jangka pendek.
4. Hilangnya manfaat yang diakibatkan oleh
perbaikan / perubahan yang dilakukan penyewa terhadap harta yang disewa, yang
mengalami kerusakan.
4.3. TANGGUNG
JAWAB ATAS KERUGIAN PIHAK LAIN
4.3.1.
Pengertian
Tanggung
jawab atas kerugian pihak lain (”Liability Loss Exposures”) timbul
karena adanya kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta
atau personil pihak lain tersebut, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung
jawab ini timbul dapat dikatakan sebagai penjabaran dari ungkapan norma
kehidupan masyarakat, yaitu : ”Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung
jawab”. Tanggung jawab ini disebut juga tanggung jawab yang sah.
4.3.2.
Jenis Tanggung Jawab yang Sah
Tanggung
jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Tanggung jawab sipil / perdata, yaitu
tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak
(penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana
keputusan hukumnya berupa : penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan
(penggugat). Dimana pengadilan memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang
berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
b. Tanggung jawab umum / pidana, dimana
berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas
pelaksana hukum (”Jaksa Penuntut Umum”) atas nama masyarakat / umum / Negara
terhadap individu maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas
kerugian yang terjadi.
Dimana
keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar / dijalani
oleh tersangka.
Bila
ancaman hukumannya cukup berat dan si tersangka tidak mampu membayar pengacara,
maka pengacara disediakan dan dibayaroleh Pemerintah.
4.3.3.
Sumber Tanggung Jawab Sipil
Tanggung
jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul karena
berbagai sebab / sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain
yang timbul karena pelanggaran atau pembatalan atas kontrak yang telah
disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kesembronoan,
yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, misalnya berupa :
pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akibat
dari tindakan yang sembrono, misalnya : memasang stroom pada pagar.
3. Subyek kesembronoan yang menimbulkan tanggung
jawab yang sempurna, seperti berupa gangguan pribadi, kecelakaan industri,
kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan,
misalnya : keringanan keputusan dari yang seharusnya, kekurangan penggantian
kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang
lain, seperti : kebangkrutan, penyitaan, perwaliandan sebagainya.
4.3.4.
Cara Menentukan Tanggung Jawab Sipil
Dalam
menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada prinsip : ”perlindungan hukum hanya diberikan pada
orang-orang yang dapat membuktikannya”.
Karena
prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani
kepentingannya sendiri atau menggunakan pengacara yang profesional, agar dapat
membuktikan bahwa dialah yang memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan,
ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang berperkara dapat menang.
Dalam
proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan / hukum tidak akan
memberikan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan memberikan
kesempatan kepada masing-masing pihak untuk dapat ”menentukan / membuktikan
sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa ”dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi,
kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk itu. Jadi pengadilan tidak serta menentukan siapa
yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3. Ada batas ”kadaluwarsa”, artinya ada batas
waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang
berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan
demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara memuaskan
agar berhasil gugatannya, dengan ”jumlah bukti yang lebih besar” dari pada
bukti yang diajukan oleh tergugat, karena dalam penentuan hak ini dianut azas ”Hes
Ipsa Loquitur” (= ”Sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri”).
Penentuan
hak ini dapat juga diselesaikan di luar pengadilan (dengan ”Dading”).
4.3.5.
Sifat Kerugian
Kerugian
/ kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan tanggung jawab
yang sah pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat ”khusus / spesial”,
yang biasanya mudah diketahui, misalnya : kehilangan hak milik, biaya perbaikan
dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat ”umum”, yang biasanya
tidak langsung dapat diketahui pada saat peristiwa terjadi; misalnya: suatu
kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak dapat diukur secara
langsung, seperti : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian
immateriil).
Dalam
proses hukum penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut
dapat dinilai sebelum proses pemeriksaan di pengadilan. Dalam hal ini termasuk
juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.
4.3.6.
Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian
Lalai
atau ”tort” berasal dari kata ”tortus”, yang artinya ”membelit”,
yaitu tingkah laku yang berbelit dan tidak jujur. Salah / lalai atau tort
adalah kesalahan sipil yang dapat diperbaiki dengan tindakan pemberian ”ganti
rugi”.
Lalai
adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak terjangkau
oleh hukum pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan
pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1. Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku yang
disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan konsekuensi yang terjadi, yang
mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang salesman yang
mendemontrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan. Dimana hal itu
dilakukan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu
saja hal itu akan mengakibatkan penderitaan orang yang ditawari.
Kelalaian semacam ini antara lain berupa :
¨
pelanggaran, misalnya memasuki halaman orang lain tanpa ijin,
¨
pengubahan, misalnya: menjadikan milik orang lain menjadi miliknya sendiri,
¨
serangan, misalnya: mengancam orang lain,
¨
kesalahan hukum, misalnya: penangkapan tanpa dasar hukum,
¨
pencemaran nama baik, misalnya : memfitnah (secara tidak langsung),
mengumpat (secara langsung).
2. Kelalaian yang tidak disengaja (sembrono),
yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
(yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga
mengakibatkan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada
sementara orang yang tidak tahan terhadap ”pinicilin”, sehingga ia harus selalu
menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati pasiennya dengan
”pinicilin” yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat
segera memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.
Untuk
membedakan apakah kelalaian itu disengaja atau tidak harus dilihat maksud dari
tindakan terdakwa. Bila tindakan tersebut karena kurang hati-hati sehingga
mengakibatkan orang lain menderita, dikategorikan sebagai kelalaian yang tidak
disengaja atau tindakan yang ”ceroboh”.
Unsur-unsur
suatu kelalaian dapat dikategorikan sebagai ceroboh antara lain :
a. adanya kewajiban (legal) untuk berbuat atau
tidak berbuat, artinya terdakwa seharusnya menggunakan kewajiban legalnya untuk
memperhatikan tingkah lakunya yang dapat menimbulkan kerugian / persoalan,
b. pelanggaran terhadap kewajiban legal, yaitu
melanggar kewajiban legal yang berlaku untuk orang yang berpikiran bijaksana,
c. kedekatan antara penyebab pelanggaran
terhadap kewajiban dan kerugian yang diderita,
d. adanya kerugian yang terus-menerus, misalnya :
shok karena tindakan terdakwa.
3. Kesalahan, yaitu kerugian yang mengakibatkan
orang / perusahaan harus bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang
timbul.
4.3.7.
Pembelaan
Dalam
proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa / tergugat dapat mengajukan
atau menunjukkan bahwa ia tidak sembrono, sehingga dia tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membeia
diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan
atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila
menyangkut 3 hal, yaitu :
1. Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa
diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan
dengan hal yang berhubunga dengan tergugat.
Contoh : Seorang sopir pribadi tidak bertanggung
jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang dikemudikan rusak karena
tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut ganti
rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko
yang dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2. Membandingkan sumbangan dari kesembronoan
terhadap kerugian, Hal ini berlaku bila diduga bahwa penggugat maupun tergugat
kedua-duanya sembrono, sehingga menimbulkan kerugian.
Dalam
menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang
bersangkutan berupaya untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin
dilakukan.
3. Lembaga-lembaga pemerintahan dan
institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya
petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban
mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam
melakukan tugas kewajibannya.
Dalam
perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya.
Jadi kadang-kadang tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak.
Dengan adanya pengadilan tata usaha negara (PTUN) menunjukkan bahwa petugas / lembaga
pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya
yang merugikan orang / pihak lain.
4.3.8.
Tanggung jawab yang berhubungan dengan perbuatan orang lain
Tanggung
jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang
seakan-akan dilakukan sendiri mencakup :
a. Tanggung jawab yang timbul karena tindakan
karyawannya sendiri.
Sampai
seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung
pada tingkat pengawasan yang dapat dilakukan perusahaan / majikan terhadap
tindakan karyawannya tersebut.
b. Tanggung jawab yang timbul karena hubungan
kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam
hal ini prinsipnya: kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek
yang ditanganinya.
Mungkin
juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada karyawannya
sendiri yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
1. kegagalannya dalam memilih kontraktor yang
tepat,
2. yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung
jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan kontraktor itu merupakan
kerjasama.
4.3.9.
Tanggung Jawab Terhadap Kontrak
Perbuatan
yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan
sebagai ”pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak
sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
4.3.10.
Tanggung Jawab Menurut Undang-undang / Peraturan
Semua
negara tentu membuat peraturan / undang-undang tentang tanggung jawab dari
tindakan-tindakan tertentu yang dapat merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan
tersebut antara lain :
a. Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab
atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atas penjualan
barangnya.
Contoh : Penjual minuman keras bertanggung jawab atas
kerugian orang lain akibat ulah pembelinya yang mabuk.
b. Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan
anaknya.
Pada
prinsipnya orang tua tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku / kenakalan anaknya.
Dalam
praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang tua
bertanggungjawab terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
c. Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik
binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang
peliharaannya, terutama hewan peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila
hewan peliharaannya berupa binatang jinak / ternak (misalnya : anjing, kucing,
ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus dibuktikan terlebih dahulu
adalah ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.
4.3.11.
Seluk-beluk Tanggung «lawab dan Masalahnya
4.3.11.1.
Tanggung Jawab yang Muncul dan Kepemilikan Real Es
Tanggung
jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung
pada status dari pengunjung pada saat melakukan kunjungan, yang dapat dibedakan
ke dalam :
a.
Pelanggar :
yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa
diundang. Jadi yang datang / masuk untuk maksudnya sendiri, yang umumnya tidak
ada minat yang sama antara pemilik dan si pengunjung. Dalam hubungan ini hukum
mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa aman dan damai di real
estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik
real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar
tersebut. Kecuali apabila :
1. pemilik mengenal si pelanggar,
2. dalam kaitannya dengan doktrin ”gangguan” berkaitan
dengan anak-anak.
Doktrin
gangguan yang berkaitan dengan anak-anak adalah berkaitan dengan kondisi / keadaan
yang menarik bagi anak-anak. Doktrin ini menentukan :
2.a. tempat dimana kondisi yang menarik anak-anak
itu dipelihara diketahui oleh pemilik,
2.b. pemilik mengetahui dan menyadari adanya risiko
yang layak yang dapat mengakibatkan kematian / kerugian phisik yang serius pada
anak-anak,
2.c. adanya kecenderungan bahwa anak-anak tidak
menyadari adanya risiko yang membahayakan,
2.d. pemilik tidak melakukan pengamanan yang memadai
terhadap kondisi yang berbahaya yang dapat menimpa anak-anak.
Bila
terdapat salah satu dari keempat unsur tersebut maka pemilik real estate
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan yang dilakukan
oleh anak-anak tersebut.
b.
Pemilik ijin :
yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak / bisnis
dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah
pihak.
Dalam
keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan
pemilik ijin.
c.
Pengunjung :
yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate.
Dalam
kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang
diderita pengunjung sebagai akibat kondisi real estatenya.
Contoh : Seorang yang datang berbelanja ke sebuah
toko, yang mengalami kerugian karena kondisi dari toko, maka si pemilik toko
bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Misalnya
pengunjung yang kepleset, sehingga mengalami patah tulang disebabkan lantai toko
yang kurang bersih.
4.3.11.2. Tanggung Jawab yang Muncul dari Gangguan Terhadap Pribadi atau
Masyarakat
Perusahaan
dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau
masyarakat akibat dari real estate miliknya tidak dapat melakukan kewajibannya
sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu
atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi :
a. Gangguan Publik : misalnya pembuatan konstruksi jalan yang
tidak aman oleh kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut
kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab
yang bersifat kriminal / pidana.
b. Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan
kerugian pada seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh : peledakan bangunan untuk renovasi,
pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa saluran air dan sebagainya yang dapat
menganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam
kasus yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung
jawab secara mutlak.
4.3.11.3. Tanggung Jawab vang Muncul dari Penjualan, Pembualan dan
Distribusi Barang / Jasa
Adalah
kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan
penjualan barang / jasa. Apabila dalam melaksanakan janji / kewajiban tersebut
ada hal-hal yang merugikan pembeli / pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman,
pemasangan dan pemeliharaan yang tidak sebagaimana mestinya, maka kerugian
tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini
meliputi :
a. Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari
kontrak penjualan, yang mencakup :
1. garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
2. kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau
dapat mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli dapat memenuhi tujuan pokoknya,
3. jaminan terhadap kualitas minimum tertentu,
misalnya bebas dari cacad yang tersembunyi.
b. Tanggung jawab yang muncul dari kesembronoan.
Contoh : Kerugian yang timbul karena kesembronoan
perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya mengandung zat-zat
yang merusak.
c. Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul
karena produknya yang merusak, yang bukan karena kesembronoannya.
Contoh : Perusahaan asbes bertanggung jawab atas
sakit ”Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan oleh
mengumpulnya debu-debu asbes dalam saluran pernafasan.
4.3.11.4.
Tanggung Jawab yang Muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam
hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang
diembannya.
Contoh : 1. Tanggung
jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang
saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan / loyalitas.
2. Tanggung jawab dari para manajer terhadap
pelaksanaan rencana yang telah dibuat oleh panitia / pimpinan.
4.3.11.5.
Tanggung Jawab Para Profesional
Berkaitan
dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai
hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung
jawab terhadap kerugian akibat dari penerapan keahlian mereka.
Contoh:
Dalam dunia kedokteran : kerugian karena ”malpraktek”.
Masalah
ini memang cukup rumit pemecahannya, karena :
1. tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan
malpraktek,
2. perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa
yang benar pada beberapa waktu yang lalu belum tentu benar pada saat sekarang.
4.3.11.6. Tanggung Jawab yang Muncul karena Penggunaan Kendaraan Bermotor
Yaitu
tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan kendaraan
bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa:
a. Pengemudi : yang bertanggung jawab terhadap kerugiannya
apabila kecelakaan itu akibat kesembronoannya.
b. Pemilik kendaraan / Majikan : yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan
pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik / majikan.
Kesulitan
yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi adalah
kemampuan keuangannya untuk membayar ganti rugi, karena umumnya para pengemudi
kemampuan keuangannya sangat terbatas.
Di
Indonesia masalah ini di coba di atasi dengan adanya lembaga asuransi sosial,
yang khusus memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang
dikelola PT. Jasa Raharja.
4.4. TANGGUNG JAWAB ATAS KERUGIAN PERSONIL
4.4.1. Pengantar
Perusahaan
juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (”Personnel Loss
Exposures”) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan
yang bersangkutan. Kerugian tersebut mencakup kerugian karena karyawan atau
keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit
atau kehilangan pekerjaan karena berbagai sebab. Dalam peristiwa-peristiwa yang
demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian
tersebut, maka adalah wajar bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus
memberikan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun
yang menimpa keluarganya. Jadi dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus
memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu ”Business Risk
Management” mencakup pula ”Family Risk Management”.
4.4.2.
Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil
Alasan
mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami
karyawan maupun keluarganya antara lain adalah :
1. Untuk menarik dan mempertahankan karyawan
yang berkualitas tinggi.
2. Untuk meningkatkan moral dan produktivitas
kerja karyawan.
3. Sebagai salah satu materi dalam perjanjian
kerja bersama dengan karyawan / organisasi karyawan, yaitu yang menyangkut
jaminan kesejahteraan karyawan.
4. Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistim
perpajakan yang berkaitan dengan pemberian jaminan sosial.
5. Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan
karyawan, di luar gaji / upah yang diberikan.
6. Untuk membangun citra baik perusahaan
mengenai pengelolaan terhadap sumber daya manusia / karyawan.
7. Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.
8. Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau
mengikut sertakan karyawannya dalam program asuransi sosial tenaga kerja (”Asuransi'Tenaga
Kerja” = ”Astek”).
4.4.3.
Hubungan Majikan dengan Karyawan
Perhatian
yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansiil) yang
diderita oleh karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk
memelihara dan membina hubungan yang baik / harmonis antara majikan / perusahaan
dengan karyawannya. Dimana dengan kebijaksanaan tersebut antara lain akan dapat
: menarik karyawan baru yang berkualitas tinggi, meningkatkan loyalitas
karyawan kepada perusahaan, dapat mengurangi ”turn over”, pemogokan dan
sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan dapat :
meningkatkan produktivitas kerja karyawan karena dengan demikian mereka
terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang dapat menimpanya, termasuk bila
nanti harus berhenti bekerja karena usia maupun karena ketidakmampuan. Jadi
dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keutungan
perusahaan, sebab mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian
perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan
yang pesat, terutama sesudah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1. Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak
Perang Dunia II langsung ditujukan kepada masalah kesejahteraan karyawan dalam
menilai kondisi ketenaga kerjaan (”employment”).
2. Perkembangan tingkat harga semenjak tahun
1949-an mengurangi peranan ”harga” sebagai kekuatan alasan
organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah.
Artinya
kenaikan harga tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut
kenaikan upah.
3. Tingginya pajak pendapatan menarik minat
majikan untuk memberikan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak
berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang dapat diperhitungkan
sebagai unsur biaya dan dapat mengurangi sisa pendapatan kena pajak.
4.4.4.
Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil
Tanggung
jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1. Kerugian personil yang berkaitan langsung
dengan aktivitas perusahaan.
2. Kerugian personil yang tidak ada kaitan
ataupun kalau ada secara tidak langsung dengan aktivitas perusahaan.
4.4.4.1. Kerugian Personil yang Berkaitan Langsung dengan Aktivitas
Perusahaan
Tanggung
jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan langsung dengan
aktivitas perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap
karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang dia bebankan. Tanggung jawab tersebut
biasanya akan terlihat pada ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan
majikan.
Dalam
melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a. harus bertanggung jawab terhadap kerusakan / kerugian
yang diakibatkan oleh kesembronoannya dalam bekerja,
b. terpaksa menderita secara phisik dan kerugian
materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.
Sebalikanya
dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan / perusahaan :
a. harus tunduk kepada undang-undang tentang
hubungan perburuhan, jaminan sosial dan keselamatan kerja,
b. pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
tersebut dapat dikenakan sangsi pidana maupun perdata.
Di
samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik majikan / perusahaan
juga berkewajiban :
a. melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat
atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang layak,
b. memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang
dikaitkan dengan keselamatan kerja,
c. menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya,
misalnya melatih karyawan untuk menanggulangi keteledoran.
Pada
pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan /
perusahaan terhadap karyawan, yaitu :
1. Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan
untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dilakukan.
2. Santunan terhadap cacad yang diderita
karyawan, akibat dari kecelakaan kerja.
3. Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang
meninggal karena kecelakaan kerja.
4. Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang
diperlukan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan yang menurun akibat
kecelakaan kerja.
4.4.4.2.
Kerugian Personil yang Tidak Berkaitan dengan Aktivitas Perusahaan
Karyawan
(juga keluarganya) juga menghadapi risiko kerugian potensiil dari menurunnya
kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang
tidak terduga, sebagai akibat seorang karyawan : meninggal dunia (kematian),
kesehatan yang menurun, menganggur maupun karena usia tua.
4.4.4.2.1.
Kematian
Kerugian
utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang mati dini (”premature
death”) adalah hilangnya sumber penghasilan (”earning power”).
Berapa besar kerugian finansiil yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan
dapat diestimasikan dengan cara sebagai berikut :
1. perkiraan penghasilan bersih yang diterima
setiap bulan / tahun seandainya dia tidak meninggal sampai masa pensiun,
2. dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan
untuk memelihara kehidupan / kemampuannya selama itu,
3. dihitung ”present value” dari sisanya.
4.4.4.2.2.
Kesehatan yang Menurun
Adalah
suatu hal yang wajar bila seseorang karena sesuatu hal pada suatu ketika kondisi
kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita,
yaitu :
1. berkurang atau hilangnya sumber penghasilan
karena ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan,
2. biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk
biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila
ketidakmampuannya bersifat tetap / selamanya maka kerugiannya akan sama dengan
karena kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama
kemampuannya belum pulih kembali.
4.4.4.2.3.
Pengangguran
Yang
dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang ”terpaksa” (”involuntary
unemployment”), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan
seseorang / karyawan.
Pengangguran
dapat dibedakan ke dalam :
a. Pengangguran menyeluruh (”agregate
unemployment”), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan
ekonomi.
b. Pengangguran selective atau struktural, yaitu
pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor / daerah perusahaan, industri,
kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
c. Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang
hanya menimpa seseorang secara individual.
4.4.4.2.4.
Pensiun
Kerugian
finansiil karena pensiun tidak segawat seperti kerugian finansiil sebagai
akibat kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa
berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian masalah ini sering
dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir-akhir masa kehidupannya. Yaitu adanya
kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati masa
pensiun.
Masalah
ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak
semua orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena
penghasilannya memang tidak berlebihan (pas-pasan), sehingga tidak mungkin
menabung; karena pola hidupnya pada masa aktif bekerja dan sebagainya.
4.4.5.
Kerugian yang Menimpa Perusahaan itu Sendiri
Seorang
Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensiil yang
diderita oleh perusahaan itu sendiri sebagai akibat peril yang menimpa
seseorang, yaitu kematian atau ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik
perusahaan. Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan kedalam :
1. ”Key-Person Losses” :
Yaitu
kerugian akibat kematian atau ketidak mampuan seseorang yang mempunyai posisi
”kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan. Contoh
: Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang
mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang
tersebut akan mempengaruhi kepercayaan kreditur tersebut.
2. ”Credit Losses” :
Banyak
perusahaan yang menjual produknya dilakukan dengan secara kredit, lebih-lebih
perusahaan perbankan. Dimana biasanya kelancaran pembayaran kredit tersebut
tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan penerima
kredit. Jadi apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu
bekerja tentu akan sangat mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang / kredit.
3. ”Business - Discontinuation Losses” :
Bila
orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak
mampu melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan
perusahaan untuk sementara tidak bekerja. Kerugian akibat dari keadan ini
biasanya cukup berat, baik bagi perusahaan maupun karyawannya dan juga bagi
ahli waris / keluarga dari personil yang bersangkutan.
Dalam
hubungan dengan kejadian yang demikian ini biasanya kerugian yang diderita
tidak hanya kerugian selama perusahaan tidak bekerja, tetapi juga biaya-biaya
ekstra yang harus dikeluarkan kalau perusahaan akan bekerja kembali.
Contoh : Biaya ekstra untuk upaya menarik kembali
langganan yang sudah beralih ke perusahaan lain. Untuk ini biasanya diperlukan
biaya promosi yang tidak kecil.
BAB 5
PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN RISIKO
5.1. PENGUKURAN RISIKO
5.1.1. Demensi yang Diukur
Setelah
berbagai tipe kerugian potensiil berhasil diidentifikasi, maka untuk keperluan
penentuan cara penanggulangannya maka exposure-exposure tersebut harus diukur. Dimana pengukuran tersebut mempunyai dua
manfaat, yaitu :
1. Untuk dapat menentukan kepentingan relatif
dari suatu risiko yang dihadapi.
2. Untuk mendapatkan informasi yang sangat
diperlukan oleh Manajer Risiko dalam upaya menentukan cara dan kombinasi
cara-cara yang paling dapat diterima / paling baik dalam penggunaan sarana
penanggulangan risiko.
Dalam
pengukuran risiko demensi yang diukur adalah :
1. Besarnya frekuensi kerugian, artinya berapa
kali terjadinya suatu kerugian selama suatu periode tertentu. Jadi untuk
mengetahui sering tidaknya suatu kerugian itu terjadi.
2. Tingkat kegawatan (severity) atau keparahan
dari kerugian-kerugian tersebut. Artinya untuk mengetahui sampai seberapa besar
pengaruh dari suatu kerugian terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi
finansiilnya.
Dari
hasil pengukuran yang mencakup dua demensi tersebut paling tidak akan dapat
diketahui :
1. Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu
periode anggaran.
2. Variasi nilai kerugian dari satu periode
anggaran ke periode anggaran yang lain (naik-turunnya nilai kerugian dari waktu
ke waktu).
3. Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian
tersebut, terutama kerugian yang ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak
hanya nilai rupiahnya saja.
Beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan demensi pengukuran
tersebut, antara lain :
1. Orang umumnya memandang bahwa demensi
kegawatan dari suatu kerugian potensiil lebih penting dari pada frekuensinya.
2. Dalam menentukan kegawatan dari suatu
kerugian potensiil seorang Manajer Risiko harus secara cermat memperhitungkan
semua tipe kerugian yang dapat terjadi, terutama dalam kaitannya dengan
pengaruhnya terhadap situasi finansiil perusahaan.
3. Dalam pengukuran kerugian Manajer Risiko juga
harus memperhatikan orang, harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak
terkena peril.
4. Kadang-kadang akibat akhir dari suatu peril
terhadap kondisi finansiil perusahaan lebih parah dari pada yang
diperhitungkan, antara lain akibat tidak diketahuinya atau tidak
diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak langsung.
5. Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu
kerugian penting pula diperhatikan jangka waktu dari suatu kerugian, di samping
nilai rupiahnya. Hal ini berkaitan dengan :
a. the time value of money, yang harus
diperhitungkan berdasarkan tingkat bunga (interest rate) yang ada,
b. kemampuan perusahaan untuk membagi-bagi biaya
(cash outlay) yang diperlukan untuk penanggulangan kerugian.
Contoh : Kerugian sebesar Rp. 5.000.000,- setiap
tahun, yang terjadi selama 10 tahun adalah lebih ringan / tidak gawat
dibandingkan dengan kerugian yang selama 10 tahun hanya sekali terjadi, tetapi
dengan kerugian sebesar Rp. 50.000.000,-. Sebab pada peristiwa pertama : beban
bunga lebih ringan, dan perusahaan dapat dengan mudah memasukkan kerugian
tersebut dalam komponen biaya.
5.1.2.
Pengukuran Frekuensi Kerugian
Pengukuran
frekuensi kerugian potensiil adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis
peril dapat menimpa suatu jenis obyek yang bisa terkena peril selama suatu
jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun.
Selanjutnya
berdasarkan demensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu :
1. kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi
(”almost nil”), yaitu risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko tidak
akan terjadi atau kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali atau hampir tidak
mungkin terjadi (probabilitas terjadinya mendekati nol),
2. kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil
(”slight”), yaitu risiko-risiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat
dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil,
3. kerugian yang mungkin (”moderate”),
yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa
yang akan datang.
4. kerugian yang mungkin sekali (”definite”),
yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat
maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan
dengan pengukuran kerugian dari demensi frekuensi Manajer Risiko harus
memperhatikan pula :
1. beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa
suatu obyek,
2. beberapa jenis obyek yang dapat terkena suatu
jenis kerugian.
3. Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi
besarnya probabilitas kerugian potensiil.
5.1.3.
Pengukuran Kegawatan Kerugian
Pengukuran
kerugian potensul dan demensi kegawatan adalah untuk mengetahui berapa besarnya
nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi
perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dalam
mengukur kegawatan kerugian potensiil ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a. kemungkinan kerugian maksimum dari setiap
peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril,
b. probabilitas kerugian maksimum dari setiap
peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya
lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum,
c. keseluruhan (”aggregate”) kerugian maksimum
setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang
dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan
demensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensiil, yaitu :
1. kemungkinan kerugian yang wajar (”normal
loss expectancy”), yaitu kerugian-kerugian yang dapat dikelola sendiri oleh
perusahaan ataupun oleh umum (perusahaan asuransi),
2. probabilitas kerugian maksimum (”probable
maximum loss”), yaitu kerugian yang dapat terjadi bila alat pengaman
terhadap peril tidak dapat berfungsi,
3. kerugian maksimum yang dapat diduga (”maximum
foreseeable loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara
individual (tidak bisa ditangani sendiri); jadi penanganannya harus diserahkan
kepada umum (perusahaan asuransi),
4. kemungkinan kerugian maksimum (“maximum
possible loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diamankan, baik
secara individual maupun secara umum (oleh perusahaan asuransi).
Dalam
menentukan kegawatan kerugian Manajer Risiko harus hati-hati dalam memasukkan
semua kerugian yang mungkin bisa terjadi akibat suatu peristiwa tertentu dan
bagaimana dampak terakhir terhadap kondisi keuangan perusahaannya. Sebab sering
terjadi bahwa yang terlihat adalah kerugian yang tidak penting (kerugian
langsung), sedang kerugian yang lebih penting justru yang sering sukar untuk
diidentifikasi (kerugian tidak langsung).
5.2. KONSEP
PROBABILITAS
5.2.1.
Pengertian
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa pengukuran kerugian, baik dari demensi
frekuensi maupun demensi kegawatan, semuanya menyangkut kemungkinan (”probabilitas”)
dari kerugian potensial tersebut. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka
dalam lengukur risiko Manajer Risiko harus memahami konsep probabilitas
tersebut, sehingga strategi yang telah diputuskan dalam menangani risiko tidak
jauh menyimpang dari kenyataan yang betul-betul terjadi.
Masyarakat
awam cenderung mendefinisikan / memberikan batasan terhadap probabilitas
sebagai : ”kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian” atau ”kemungkinan
jangka panjang terjadinya sesuatu”. Dimana pengertian yang demikian ini
ternyata kurang bermanfaat untuk melakukan penganalisaan terhadap terjadinya
suatu peril / kerugian. Untuk dapat melakukan analisa terhadap kemungkinan dari
suatu kerugian potensiil kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari ”Teori
Probabilitas” (lihat statistik). Berikut akan dibahas beberapa prinsip
tersebut, terutama yang berkaitan dengan penganalisaan terhadap kerugian
potensiil.
5.2.2. Konsep “Sample
Space” dan “Event”
Untuk mempelajari konsep
probabilitas perlu diawali dengan memahami konsep mengenai “sample space”
dan “event”.
Sample space, yang
selanjutnya disingkat “Set S” merupakan suatu set dari kejadian tertentu
yang diamati. Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu (Kota Madya
Surabaya) selama suatu periode tertentu (selama tahun 1995).
Suatu sample space biasanya
terdiri dari beberapa segmen, yang disebut “sub set” atau “event”, yang
selanjutnya disingkat “Set E”, yang merupakan bagian dari “set S”. Misalnya :
jumlah kecelakaan mobil di atas terdiri dari segmen mobil pribadi dan mobil
penumpang umum.
Untuk menghitung secara
cermat probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut masing-masing event (set E)
perlu diberi bobot. Pembobotan mana biasanya didasarkan pada bukti empiris dari
pengalaman masa lalu. Dimana masing-masing event mempunyai karakteristik yang
berbeda, sehingga mempunyai probabilitas yang berbeda.
Misalnya : untuk mobil pribadi diberi bobot 2, sedang
untuk mobil penumpang umum diberi bobot 1, maka probabilitas dari kecelakaan
mobil tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a. bila tanpa dibobot : p (E) =
b. bila dengan dibobot : p (E) =
Dimana : p (E) = probabilitas terjadinya event,
E = sub
set atau event,
S = sample space atau set,
w = bobot dari masing-masing event.
Contoh : Dari catatan polisi diketahui bahwa jumlah
kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya selama tahun 1995 sebanyak 10.000 kali,
dimana dari jumlah tersebut yang 1.000 menimpa mobil pribadi dan yang 9.000
menimpa mobil penumpang umum.
Dengan demikian.
probabilitas terjadinya kecelakaan mobil pribadi adalah :
a. tanpa dibobot p (E) = = = 10 %
b. dengan dibobot p (E) =
=
= 18,18 %
Dari
hasil perhitungan di atas terlihat bahwa besarnya probabilitas yang dibobot
(18,18 %) berbeda dengan yang tanpa bobot (10 %) dan nilai perbedaannya cukup
besar (8.18 %).
5.2.3.
Asumsi dalam Probabilitas
Dalam
definisi probabilitas ada beberapa asumsi, antara lain :
a. Bahwa kejadian atau event tersebut akan
terjadi.
b. Bahwa kejadian-kejadian atau event-event
tersebut adalah saling pilah / “mutually exclusive”, artinya dua event
tersebut (kecelakaan mobil pribadi dan mobil penumpang umum) tidak akan terjadi
secara bersamaan.
Asumsi
ini membawa kita pada “hukum penambahan” / “additive rule” yang menyatakan
bahwa : total probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-masing yang
saling pilah adalah merupakan jumlah probabilitas dari masing-masing event yang
saling pilah tersebut.
Dari
contoh di atas maka probabilitas kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya .
tahun 1995 adalah :
1. tanpa bobot: p (S) = 1/10 + 9/10 =10/10 1 atau
10
%+ 90%= 100%
2. dengan bobot: p (S) = 2/11
+ 9/11 = 11/11 1 atau
18,18%
+ 81,82% = 100%
c. Bahwa pemberian bobot pada
masing-masing event dalam set adalah positif, sebab besarnya
probabilitas akan berkisar antara 1 dan 0, dimana event yang pasti terjadi probabilitasnya
1, sedang event yang pasti tidak terjadi probabilitasnya 0.
5.2.4.
Aksioma Definisi Probabilitas
Berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut di atas, maka ada 3 aksioma yang mendasari definisi probabilitas,
yaitu :
1. Probabilitas adalah suatu nilai/angka yang
besarnya terletak antara 0 dan 1, yang diberikan pada masing-masing event.
2. Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas
dari event-event (“set E”) yang saling pilah dalam sample space (“set S”)
adalah 1.
3. Probabilitas suatu event yang terdiri dari
sekelompok event yang saling pilah dalam suatu set (sample space) adalah
merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing probabilitas yang terpisah.
5.2.5. Sifat Probabilitas
Probabilitas
adalah merupakan “aproksimasi”. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau
bahkan tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara mutlak
(pasti sama dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu perkiraan,
yang mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Jadi
apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan berdasarkan
definisi probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu sebagai prosentase total
exposure dalam rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Maka dari
itu probabilitas dari sudut empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya
event dalam jangka panjang, yang dinyatakan dalam prosentase.
Misalnya
: apabila suatu event telah terjadi X kali dari jumlah n kasus dari kemungkinan
terjadinya event tersebut, maka probabilitas empirisnya adalah : X/n. Namun
probabilitas tersebut adalah menggambarkan data historis (apa yang telah terjadi).
Sedang kegunaannya untuk meramalkan kejadian / event yang akan datang merupakan
approksimasi / perkiraan saja; kecuali bila event tersebut akan dengan
sendirinya berulang persis seperti masa lalu. Suatu situasi yang tampaknya
sangat mustahil.
Selanjutnya
perlu disadari bahwa untuk probabilitas, misalnya 2/5, tidaklah berarti bahwa
kejadiannya adalah sama apabila kasus atau jumlah exposures / percobaannya
kecil. Hal itu hanya akan terjadi apabila n nya sangat besar sekali atau
mendekati tak terhingga (hukum bilangan besar), dimana X/n akan dapat
menghasilkan probabilitas empiris yang hampir tepat.
5.2.6.
Event yang Independent dan Acak
Suatu
konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam asuransi
adalah berkenaan kejadian / event yang sifatnya berdiri sendiri atau
independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok kemungkinan event
tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas dari event yang lain.
Hal
itu berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah percobaannya juga
dapat dianggap independent. Dalam kasus ini “sample space”-nya adalah
serangkaian percobaan (“succesive trials”) dan hasilnya merupakan akibat yang
dapat terjadi pada masing-masing percobaan.
Di
samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak, artinya
masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama.
Prinsip keacakan dan
ketidak-tergantungan (independent) event mempunyai peranan yang sangat penting
dalam asuransi, sebab :
1.
Underwriter
/ perusahaan asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-unit exposures
ke dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian / kerugian dapat dianggap sebagai
event yang independent. Dimana dengan cara ini maka jumlah pembebanan yang sama
kepada masing-masing anggota kelompok dapat dijustifikasi karena masing-masing
kelompok menyadari bahwa besarnya kemungkinan terjadinya kerugian adalah sama,
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
2.
Suatu jenis
kerugian mungkin dapat diderita dua kali atau lebih oleh individu yang sama.
5.2.7. Event yang Berulang
Apabila kita mengetahui
bahwa probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu kali percobaan adalah “p”
dan probabilitas tidak terjadinya sesuatu adalah “q”, yang besarnya sama
dengan 1-p. (q = 1-p). Berdasarkan prinsip ini maka kita dapat
menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu event selama r kali
dalam n kali percobaan, dengan menggunakan formula binomial. Dimana
formula binomial menggunakan konsep compound probability dan addative rule.
Dengan menggunakan formula ini kita akan dapat menghitung distribusi binomial
(lihat statistik).
Distribusi binomial adalah
merupakan salah satu dari teori probabilitas yang digunakan dalam asuransi dan
merupakan salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi
binomial digunakan 3 asumsi :
1.
Ada suatu
event atau hasil yang bersifat saling pilah.
2.
Probabilitas
dari masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi.
3.
Karena
masing-masing event berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan berubah
dari percobaan yang satu ke percobaan yang lainnya, tetapi tetap konstan,
karena probabilitas terjadinya event sudah diketahui dan hanya terdapat dua
event, maka probabilitas tidak terjadinya event adalah : 1 - probabilitas
terjadinya event (q = 1 - p).
5.2.8. NIlai Harapan
(Expected Value)
Expected value dari suatu
event dapat ditentukan dengan membuat tabel (label binomial) untuk hasil-hasil
yang mungkin diperoleh dari menilai masing-masing hasil tersebut berdasarkan
probabilitasnya. Dengan menjumlahkan hasil dari masing-masing event tersebut
akan diperoleh expected valuenya.
Contoh : Diketahui bahwa dari 100 buah rumah
kemungkinan terbakarnya satu rumah adalah 37 % (tabel binomial) dan rata-rata
kerugian untuk setiap kebakaran adalah Rp. 100.000.000,, maka expected value kerugiannya
: Rp. 37.000.000 (37 %xRp. 100.000.000,-).
Apabila
terjadi peril, maka pihak asuransi harus membayar santunan sebesar Rp.
100.000.000,-. Karena pihak asuransi tidak merasa pasti bahwa peril tersebut
terjadi, maka pihak asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian
seandainya asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya betul
terjadi serta menilainya pada tingkat expected loss sebesar Rp. 37.000.000,-.
Selanjutnya
bila kemungkinan terbakarnya dua rumah adalah sebesar 19%, maka expected
lossnya : Rp. 38.000.000,- (19% x 2 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected
loss untuk satu rumah sebesar Rp. 19.000.000,-.
Kemudian
bila kemungkinan terbakarnya sepuluh rumah adalah sebesar 1 %, expected lossnya : Rp. 10.000.000,- (1 %
x 10 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp.
1.000.000,-.
Perhitungan seperti tersebut
diataslah yang digunakan oleh perusahaan asuransi dalam mengestimasi total
kerugian dan menentukan provisi untuk menetapkan besarnya premi yang tepat bagi
masing-masing tertanggung.
Dalam distribusi binomial
jumlah keseluruhan expected loss adalah jumlah percobaan atau event dikalikan
dengan expected long frequency (frekuensi kerugian yang diperkirakan dalam
jangka panjang) dan selanjutnya dikalikan dengan besarnya nilai kerugian (Rp)
untuk setiap kerugian.
Konsep expected value juga
sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis.
Contoh : Seorang kontraktor diminta untuk membangun
sebuah gedung dimana apabila segala sesuatu berjalan baik ia akan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 10.000.000,-. Karena menyadari selalu adanya hal-hal
yang tidak terduga, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut,
maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut diperkirakan hanya 80
%, dimana yang 20 % adalah pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Jadi
expected value dari pekerjaan tersebut sebesar Rp. 6.000.000,-.
Dengan
data itu pihak kontraktor dapat mempertimbangkan untuk membangun gedung
tersebut, dengan tidak lupa mempertimbangkan kesempatan-kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan
lain sehubungan dengan perputaran misalnya. Mungkin pula untuk mengamankan
terhadap risiko tersebut kontraktor mengalihkan risiko tersebut kepada pihak
lain yang mau menerima (perusahaan asuransi).
Yang perhitungannya dapat digambarkan sebagai
berikut :
Expected Value of Contract :
Probabilitas:
|
H a s i
I:
|
Expected
Value:
|
80%
|
+ Rp.
10.000.000,-
|
Rp.
8.000.000,-
|
20%
|
- Rp.
10.000.000,-
|
Rp.
2.000.000.-
|
100%
|
Rp.
6.000.000,-
|
5.2.9. Penafsiran Tentang Probabilitas
Bila seorang Manajer Risiko
menyatakan bahwa probabilitas akan terbakarnya sebuah gedung tertentu adalah
1/10, hal itu menunjukkan kemungkinan relatif akan terjadinya peristiwa
tersebut. Karena probabilitas bervariasi antara 0 dan 1, maka
akan timbul dua penafsiran tentang probabilitas 1/10 tersebut, yaitu :
1.
Bahwa 1/10
dari seluruh gedung yang menghadapi risiko yang sama di seluruh dunia diperkirakan
akan terbakar.
Penafsiran ini
didasarkan pada hukum bilangan besar.
2.
Jika gedung
tersebut dihadapkan pada kerugian karena kebakaran selama jangka waktu panjang,
maka kebakaran yang akan terjadi kira-kira 1/10 dari jumlah exposure.
Penafsiran yang kedua
tersebut sangat berfaedah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tindakan
apa yang akan diambil berkenaan dengan pengelolaan exposure tersebut.
Untuk itu ada beberapa
pengertian yang perlu dipahami, antara lain :
1.
Peristiwa
yang saling pilah (mutually exclusive
event)
Dua peristiwa dikatakan
saling pilah apabila terjadinya peristiwa yang satu menyebabkan tidak
terjadinya peristiwa yang lain. Dimana menurut aturan probabilitas terjadinya
salah satu peristiwa adalah merupakan jumlah probabilitas masing-masing
perisriwa. Bila peristiwanya A dan B, maka probabilitas terjadinya peristiwa A
atau B dapat dinyatakan sebagai berikut :
p (A atau B) = p (A) + p (B)
Contoh : Probabilitas terjadinya kerugian peristiwa A
sebesar Rp. 1.000.000,- adalah 1/10 dan kerugian peristiwa B sebesar Rp.
2.500.000,- adalah 1/20, maka probabilitas akan terjadinya kerugian Rp.
1.000.000,- atau Rp. 2.500.000,-adalahl/10 + 1/20 = 3/20
Sedang
jumlah probabilitas dari semua peristiwa yang mungkin dalam suatu seri
peristiwa (yang mutually exclusive) sama dengan 1, sebab salah satu dari
peristiwa-peristiwa tersebut pasti akan terjadi.
2. Compound events
Compound
events adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang
sama.
Metode
untuk menentukan probabilitas suatu compound events tergantung pada sifat
events yang terpisah, apakah merupakan peristiwa bebas atau peristiwa
bersyarat.
2.1.
Compound
events yang bebas (independent):
Dua event adalah bebas
terhadap satu sama lain, jika terjadinya salah satu tidak ada hubungannya
dengan peristiwa yang lain. Dimana probabilitas terjadinya peristiwa itu
serentak (dalam waktu yang sama) adalah sama dengan hasil perkalian
probabilitas masing-masing peristiwa.
Contoh : Perusahaan X mempunyai dua gudang A dan B,
dimana gudang A terletak di Surabaya dan gudang B terletak di Sidoarjo. Dimana
probabilitas terbakarnya gudang A tidak mempengaruhi / dipengaruhi oleh
terbakarnya gudang B.
Bila
probabilitas terbakarnya gudang A adalah 1/20 dan probabilitas terbakarnya
gudang B adalah 1/40, maka probabilitas terbakarnya gudang A dan B : (1/20) x
(1/40) = 1/800.
Aturan (theorema)
tentang compound probability dapat digabungkan dengan aturan tentang mutually
exclusive probability dalam rangka menghitung probability dari semua kemungkinan,
yaitu sebagai berikut :
1. Kemungkinan I : Terbakarnya gudang A dan
tidak
terbakarnya gudang B : (1/20) x (1 -1/40) = 39/800
2. Kemungkinan II: Tidak terbakarnya gudang A
dan
terbakarnya gudang B: (1 -1/20) x (1/40) = 19/800
3. Kemungkinan III: Tidak terbakarnya gudang A
dan
gudang B: (1 -1/20) x (1 -1/40) = 741/800
4. 4. Kemungkinan IV : Terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1/20) x (1/40) = 1/800
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan = 1
2.2.
Compound
events bersyarat (Conditional compound events):
Compound events
bersyarat adalah dua peristiwa atau lebih dimana terjadinya peristiwa yang satu
akan mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain. Probabilitas dari compound
events bersyarat dapat dihitung dengan rumus :
p (A dan B) = p (A) x p (B/A) atau
p (BdanA) = p (A) x p (A/B)
Dimana
p (A dan B) notasi untuk probabilitas bersyarat yang terjadinya peristiwa B
sesudah terjadinya peristiwa A, sedang p (B dan A) bila sebaliknya.
Contoh : Penggunaan uang oleh perusahaan untuk
memasang iklan (sebagai peristiwa A) dan peningkatan penjualan produk (sebagai
peristiwa B) setelah terjadinya pemasangan iklan. Dimana p (A) adalah 1/40 dan
p (B) adalah 1/40, sedang p (B/A) adalah 1/3, maka probabilitasnya dapat
dihitung sebagai berikut :
1. Kemungkinan I: ada pemasangan iklan dan
ada kenaikan penjualan : 1/40x1/3 = 1/120
2. Kemungkinan II: ada pemasangan iklan dan
tidak ada kenaikan penjualan (1/40) x (1 -1/3) = 2/120
3. Kemungkinan III: tidak ada pemasangan iklan
ada kenaikan penjualan: (1 -1/3) x (1/40) = 2/120
4. Kemungkinan IV: tidak ada pemasangan iklan
dan
tidak ada kenaikan penjualan:
(-1-1/120) -2/120 -2/120 = 115/120
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan = 120/120
atau 1
3. Peristiwa yang inklusif :
Peristiwa
inklusif adalah dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai hubungan saling
pilah dimana kita ingin mengetahui probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa
diantara dua atau lebih peristiwa tersebut.
Jika
peristiwa A dan peristiwa B merupakan peristiwa yang terpisah (tidak saling
pilah), maka probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa adalah
Jumlah kedua probabilitas dikurangi dengan probabilitas terjadinya kedua
peristiwa tersebut, yang dapat digambarkan dengan rumus :
p
(A atau B) = p (A) + p (B) - p (A dan B)
Kata ”atau”
dalam p (A atau B) dinamaka ”atau inklusif”, yang berarti A, B atau keduanya
terjadi. Dengan kata lain paling sedikit salah satu dari kedua peristiwa tersebut
terjadi.
Contoh : Terbakarnya gudang A dan gudang B tidak
mempunyai hubungan saling pilah (terpisah), dimana probabilitas terbakarnya
gudang A adalah 1/40 dan gudang B juga 1/40, maka probabilitas dari kedua
peristiwa tersebut sebesar :
p
(A atau B) = 1/40 + 1/40 -1/40 x 1/40 = 79/1600
Probabilitas
tersebut dapat pula dihitung dengan cara
Terbakarnya
gudang A dan B :
(1/40) x (1/40) = 1/1600
Gudang
A terbakar, gudang B tidak :
(1/40)
x (1 -1/40) = 39/1600
Gudang
B terbakar, gudang A tidak :
(1/40) x (1 -1/40) = 39/1600
Probabilitas
(A dan B) yang terbakar = 79/1600
BAB 6
PENANGGULANGAN RISIKO
6.1. PENANGGULANGAN
RISIKO
Pada
pokoknya ada dua pendekatan / cara yang digunakan oleh seorang Manajer Risiko
dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :
1.
Penanganan
risiko (Risk control).
2.
Pembiayaan
risiko (Risk financing).
Selanjutnya dalam
masing-masing pendekatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk
menanggulangi risiko yang dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer Risiko dalam
menggunakan alat-alat tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau lebih,
agar upaya penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam pendekatan dengan
penanganan risiko (risk control) ada beberapa alat / metode yang dapat
digunakan, antara lain :
1.
Menghindarinya.
2.
Mengendalikan.
3.
Memisahkan.
4.
Melakukan
kombinasi atau pooling.
5.
Memindahkan.
Sedang dalam penanggulangan
risiko dengan membiayai risiko, (risk financing) ada dua cara / metode yang
dapat digunakan, yaitu :
1. Pemindahan risiko melalui asuransi.
2. Melakukan retensi.
6.1.1.
Menghindari
Menghindari
suatu risiko (murni) adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari
exposure, dengan cara antara lain :
1. Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan
kegiatan yang mengandung risiko, walaupun hanya untuk sementara.
Contoh : tidak menggunakan teknologi yang berisiko
tinggi (PUN); tidak mau menerima pengemudi yang suka mabuk; tidak menjual
barang secara kredit untuk menghindari risiko: radiasi nucklear, kecelakaan,
kredit macet.
2. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur
diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko.
Contoh : membatalkan membeli barang-barang yang
berharga murah, setelah mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang
selundupan.
Ada
beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan
penghindaran risiko, antara lain :
a. Keadaan yang mengakibatkan tidak adanya
kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin luas pengertian risiko yang
dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan untuk menghindari.
Contoh : kalau ingin menghindari semua risiko
tanggung jawab, maka semua kegiatan harus dihentikan (tidak usah melakukan
kegiatan apapun).
b. Faedah atau laba potensiil yang akan diterima
dari pemilikan harta, mempekerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu
kegiatan akan hilang bila kita menghindari risiko dari kepemilikan,
mempekerjakan atau kegiatan tersebut.
Contoh : - menghindari
risiko akibat naik-turunnya kurs saham orang tidak akan mendapatkan ”capital
gain”,
-
menghindari risiko membayar honorarium
yang tinggi orang tidak akan dapat menikmati jasa konsultan,
- menghindari risiko akibat kecelakaan
lalu-lintas, orang tidak akan dapat menikmati keuntungan dari usaha di bidang
transportasi.
c. Makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan
semakin besar kemungkinan akan terciptanya risiko yang baru.
Contoh : menghindari risiko perjalanan dengan pesawat
terbang dan menggantinya dengan menggunakan mobil, akan muncul risiko
kecelakaan lalu-lintas.
Untuk
mengimplementasikan keputusan penanggulangan risiko dengan penghindaran, harus
ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi
risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak
Manajemen Puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan policy dan
prosedur tertentu yang harus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
Contoh : Jika tujuan penanggulangan untuk menghindari
risiko sehubungan dengan pengangkutan udara, maka semua departemen, karyawan
diinstruksikan untuk menggunakan alat angkut di luar pesawat terbang (kapal, truk,
dan sebagainya).
Penghindaran
dikatakan berhasil jika ternyata tidak terjadi kerugian yang diakibatkan oleh
risiko yang ingin dihidari dan sesungguhnya bisa terjadi bahwa metode ini tidak
diimplementasikan sebagaimana semestinya, jika ternyata larangan-larangan /
prosedure yang telah diinstruksikan dilanggar, walaupun kebetulan tidak terjadi
kerugian.
6.1.2. Mengendalikan Kerugian (Loss Control)
Pengendalian
kerugian bertujuan untuk :
1. Memperkecil kans / kemungkinan / kesempatan
terjadinya kerugian.
2. Mengurangi keparahan bila suatu risiko
kerugian memang terjadi.
Dimana
tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain :
a. Melakukan tindakan pencegahan dan pengurangan
kerugian :
Dengan
program pencegahan kerugian adalah berusaha untuk mengurangi atau kalau bisa
menghilangkan kans / kesempatan terjadinya kerugian. Sedang program pengurangan
kerugian bertujuan untuk mengurangi keparahan potensiil dari suatu kerugian.
Program
pengendalian kerugian kebanyakan merupakan gabungan antara program pengurangan
kerugian dan program pencegahan kerugian.
Contoh : - kans
kerugian karena kebakaran dapat dikurangi dengan konstruksi yang memakai
bahan-bahan tahan api,
- kans kerugian karena tanggung gugat karena
produk dapat dikurangi dengan memperketat pengawasan mutu, memonitor
pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh salesman / bagian iklan, memilih
penyalur dengan hati-hati,
- kans kecelakaan kerja dapat dikurangi dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas keselamatan kerja, mengharuskan
karyawan memakai perlengkapan keselamatan kerja (masker, kaca mata las, dan
sebagainya).
Program
pengurangan kerugian dapat pula dibedakan ke dalam :
1. Program minimisasi (Minimization program) :
Program
yang dijalankan sebelum kerugian terjadi atau selama kerugian sedang terjadi,
dengan tujuan membatasi besarnya kerugian.
Contoh :
tindakan memadamkan kebakaran.
2. Program penyelamatan (Salvage program) :
Program
penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
Contoh : Menyelamatkan harta yang tertinggal (tidak
ikut terbakar) sesudah terjadi kebakaran, mengangkat kembali kapal yang karam.
b. Program pengendalian kerugian berdasar
sebab-sebab terjadinya :
Ada
dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu :
1. Pendekatan engineering : program
pengendalian yang menekankan pada pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik
dan mekanis.
Contoh : - memperbaiki
kabel-kabel listrik yang tidak memenuhi syarat, untuk mencegah kebakaran karena
arus pendek,
- pemeriksaan bahan-bahan untuk mencegah
terjadinya konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang
berkualitas jelek.
2. Pendekatan hubungan kemanusiaan (human
relation) : menekankan pada pencegahan terjadinya kecelakaan karena faktor
manusia, seperti: kelengahan, suka menantang bahaya, tidak memakai alat-alat
keselamatan dan lain-lain faktor psikologis; yang antara lain dilakukan dengan :
memberi nasehat secara sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
Kedua
pendekatan tersebut dalam praktek biasanya dilakukan secara simultan.
DR.
William Haddon menganjurkan cara yang lebih konprehensif dalam
mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya kerugian. Sebab musibah merupakan
hasil dari perpindahan energi dalam jumlah dan pada kecepatan dengan cara
sedemikian rupa, sehingga menghancurkan struktur yang dilandanya. Dengan
demikian musibah dapat dicegah dengan jalan menguasai / mengendalikan energi
tersebut atau mengubah struktur obyeknya dengan struktur yang tahan terhadap
energi tersebut.
Untuk
itu W. Haddon mengemukakan 10 strategi, yaitu :
1. Mencegah lahirnya hazard pada kesempatan
pertama.
2. Mengurangi jumlah atau besarnya hazard.
Contoh
: mengurangi kecepatan mobil untuk menghindari kecelakaan.
3. Mencegah keluarnya hazard jika hazard
terbentuk atau kalau hazard memang sudah
ada sebelumnya.
Contoh : mensterilkan susu sebelum diminum untuk
mencegah infeksi melalui susu.
4. Mengubah kecepatan atau kekuatan keluarnya
hazard dari sumbernya.
Contoh : membagi aliran sungai menjadi beberapa
sungai untuk mengurangi derasnya aliran sungai, guna mencegah terjadinya
pengikisan tepian sungai.
5. Memisahkan obyek dari sumber yang dapat
menghancurkannya. Pemisahan
dalam arti pemisahan tempat maupun waktu.
Contoh : membuat tanggul sungai untuk menghindari
banjir.
6. Memisahkan hazard dari obyek yang harus
dilindungi dengan suatu sekat pemisah.
Contoh : - karyawan
harus memakai sarung tangan karet untuk mencegah tertular dengan bibit
penyakit,
- makanan dibungkus, dimasukkan dalam kaleng
untuk menghindari pencemaran.
7. Mengubah kualitas dasar yang relevan dari
hazard.
Contoh : jalan diberi jalur pemisah antara jalur yang
berlawanan arah untuk mengurangi bahaya tabrakan.
8. Menjadikan obyek lebih tahan terhadap hazard
yang akan merusaknya.
Contoh : imunisasi untuk memperkuat daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit.
9. Melakukan tindakan kontra untuk menahan
bertambah parahnya kerusakan.
Contoh : memasang tanggul penahan gelombang untuk
mencegah kerusakan pantai dari abrasi.
10. Menstabilkan, mereparasi dan merehabilitas
obyek yang terkena peril.
Contoh : Memperbaiki mesin yang terkena peril untuk
mencegah kerusakan / cacadnya produk
yang dihasilkan.
c. Pengendalian kerugian menurut lokasi :
Menurut
W. Haddon kemungkinan dan keparahan kerugian dari kecelakaan lalu lintas tergantung
pada kondisi dari :
1. Orangyang menggunakan jalan.
2. Kendaraan.
3. Lingkungan umum jalan yang meliputi
faktor-faktor seperti : desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas dan
rambu-rambu.
Dengan
memperbaiki faktor lingkungan umum (lokasi) kemungkinan dan keparahan kerugian
karena kecelakaan lalu lintas di tempat tersebut akan dikurangi/dihindarkan.
Contoh
lain :
|
Kerugian
Kerusakan/kebakaran terhadap bangunan.
Tanggung-gugat produk.
|
Lokasi
Orang
yang menggunakan bangunan itu, masyarakat sekitanya.
Pemakai
produk, pembuat produk, lingkungan hukum.
|
d. Pengendalian menurut timing :
Pendekatan
ini berkaitan dengan masalah kapan metode pencegahan / pengendalian itu
digunakan, yang dapat :
1. Sebelum terjadinya peril.
2. Selama peril terjadi.
3. Sesudah peril terjadi.
Di
samping itu dapat pula diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode
pengendalian / pencegahan pada:
1. Phase perencanaan, segala perubahan-perubahan
yang mendasar dalam operasi perusahaan, seperti pembelian mesin baru,
penambahan bangunan dan sebagainya harus didahului dengan perencanaan
pengendalian kerugian akibat perubahan-perubahan tersebut.
2. Phase pengamanan-perawatan, yaitu program
untuk memeriksa pelaksanaan dan mengusulkan perubahan bila perlu.
Contoh : Kualitas jasa penjagaan dan sistim alat
pengamanan apakah sudah memadai dan sebagainya.
3. Phase darurat, meliputi program-program yang
menjadi efektif dalam keadaan darurat.
Contoh : Pengadaan fasilitas pemadam kebakaran.
6.1.2.1.
Analisis Kerugian dan Analisis Hazard
Langkah
awal dalam pengendalian risiko adalah melakukan identifikasi dan analisa
terhadap :
1. Kerugian-kerugian yang telah terjadi.
2. Hazard yang menyebabkan suatu kerugian atau
yang mungkin menyebabkannya di masa mendatang.
Agar langkah
tersebut dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan adanya :
1. Suatu sistim pelaporan yang komprehensif,
2. Inspeksi secara berkala.
6.1.2.1.1.
Analisis Kerugian
Untuk
bisa mendapatkan informasi yang memadai atas kerugian, maka Manajer Risiko
perlu membangun suatu :
a. Jaringan pemberi informasi.
b. Formulir untuk melaporkan kerugian.
Pemberi
informasi yang utama adalah para supervisor lini yang bertanggung jawab
terhadap operasi dimana peril itu terjadi. Karena merekalah yang dapat
menyediakan informasi terinci mengenai peril yang telah terjadi dan dengan
mengisi formulir pelaporan dengan sempurna mereka akan lebih waspada terhadap
apa yang menyebabkan terjadinya peril dan tentang pentingnya mengendalikan
sebab-sebab tersebut.
Informasi
dari laporan supervisor lini mempunyai berbagai manfaat, antara lain :
a. Menilai performance pada manajer lini.
b. Mengevaluasi operasi perusahaan, sehingga
dapat menetapkan operasi mana yang perlu dibetulkan.
c. Mengidentifikasi hazard yang bersangkut-paut
dengan peril.
d. Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan
untuk memotivasi manajer dan karyawan agar menaruh perhatian besar terhadap
pengendalian kerugian.
Informasi
dapat pula diperoleh dari data-data statistik, yang dari data mana dapat
diperoleh :
1. Perbandingan antara pengalaman perusahaan
sendiri dengan perusahaan lain atau perusahaan secara umum.
2. Pengetahuan tentang karakteristik setiap
peril, sifat peril, sifat dan luasnya kerugian, bulan - hari - jam terjadinya
peril, karyawan / supervisor yang tersangkut, hazard atau peristiwa yang
melatar belakangi peril.
Catatan-catatan
mengenai peril seharusnya dapat mengikhtisarkan karakteristik-karakteristik
tersebut, terutama untuk selama periode yang paling akhir dan juga dapat
menggambarkan bagaimana karakteristik itu berubah sepanjang waktu. Dimana perhatian terutama harus ditujukan
kepada karakteristik yang kemunculannya melebihi frekuensi yang normal.
6.1.2.1.2
Analisis Hazard
Analisis
hazard harus tidak dibatasi hanya pada hazard yang telah mengakibatkan
terjadinya peril di perusahaannya saja. Perlu pula menyelidiki hazard yang
mungkin akan muncul, hazard dari pengalaman perusahaan lain atau pengalaman
dari perusahaan asuransi.
Alat-alat
yang dapat digunakan dalam menemukan hazard melalui inspeksi antara lain:
a.
checklist,
b.
fault tree
analysis.
6.1.2.1.3. Menentukan Kelayakan Ekonomis
Dalam upaya pencegahan
terhadap segala risiko harus selalu ditinjau pula dari sudut manfaat dan
biayanya, artinya upaya yang digunakan harus ”economical feasible”. Oleh karena itu perlu pula dilakukan analisa
terhadap :
a. Kerugian yang timbul karena peril:
Kerugian
yang timbul karena peril yang sering diperhitungkan / dialokasikan lebih rendah
dari jumlah yang mungkin terjadi. Hal ini terjadi karena adanya kerugian-kerugian
lain yang tersembunyi, yang tidak terlihat secara langsung pada saat terjadinya
peril (umumnya dikategorikan ”kerugian tidak langsung”). Kerugian-kerugian
tersebut antara lain :
1. Kerugian karena hilangnya waktu kerja dari
karyawan yang cedera karena terjadinya peril.
2. Kerugian karena hilangnya waktu kerka bagi
karyawan lain, yang menolong karyawan yang terkena peril.
3. Kerugian dari waktu yang terpakai supervisor
untuk menyiapkan laporan peril dan melatih karyawan lain untuk mengganti
karyawan yang terkena peril.
4. Kerugian yang berkenaan dengan rusaknya
mesin, peralatan harta yang lain, yang tidak langsung diakibatkan oleh peril.
Contoh
: mesin rusak, karena gardu listrik terkena peril.
5. Kerugian berkenaan dengan pembayaran penuh
upah / gaji karyawan yang telah pulih dari cederanya, tetapi kemampuannya
menurun.
6. Kerugian karena hilangnya waktu produksi,
terutama selama rehabilitasi terhadap mesin / peralatan yang terkena peril.
b. Biaya Pengendalian Risiko :
Biaya
pengadaan, pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian risiko pada pokoknya
dapat dibagi dalam tiga kategori :
1. Pengeluaran modal / investasi dan depresiasi
untuk alat pencegah peril, seperti: masker, pemadam kebakaran dan sebagainya.
2. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk regu
pemadam kebakaran, konsultan dan sebagainya.
3. Biaya untuk menjalankan program pencegahan,
seperti upah karyawan pelaksana pencegahan, inspeksi, perawatan preventif dan
sebagainya.
Besarnya
kemungkinan kerugian dan biaya pengendalian itu yang biasanya digunakan untuk
membandingkan manfaat dari pengendalian risiko dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengendalian tersebut. Pekerjaan ini menghadapi dua persoalan
:
1. karena manfaatnya biasanya tidak pasti, maka
manfaat tersebut harus dikalikan dengan probabilitas diraihnya manfaat,
2. baik manfaat maupun biaya dapat disebarkan
pada biaya untuk beberapa tahun, maka dalam menghitung harus membandingkan
antara “present value” dan ”expected cost”.
Usaha
pengendalian risiko apakah bermanfaat atau tidak dapat dievaluasi dengan menetapkan
:
1. Apakah kerugian akibat terjadinya peril dapat
dikurangi dengan adanya upaya pengendalian.
2. Apakah kebijaksanaan keselamatan (safety
policy) dan prosedure yang dianjurkan oleh Manajer Risiko dijalankan.
3. Mengukur perubahan-perubahan dalam kerugian
dan biaya untuk pencegahan, misalnya : premi asuransi, biaya-biaya karena
peril, frekuensi peril, keparahan kerugian, yang harus dianalisis secara
aggregate berdasarkan departemen dan berdasarkan exposure.
6.1.3.
Pemisahan
Pemisahan
artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko yang sama. Jadi
dengan cara menambah banyaknya ”independent exposure unit”, sehingga
probabilitas kerugiannya dapat diperkecil. Maksud dari pemisahan adalah untuk
mengurangi jumlah kerugian akibat suatu peril.
Contoh : Perusahaan yang mempunyai banyak truck, maka
untuk memperkecil kerugian karena kebakaran, trucknya disimpan dalam beberapa
pool.
6.1.4.
Kombinasi atau Pooling
Kombinasi
atau pooling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali
perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan dialami
lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil.
Untuk
ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan pengembangan
internal.
Contoh : - Perusahaan
transport memperbanyak armada trucknya, agar probabilitas terjadinya kecelakaan
diperkecil.
- Perusahaan asuransi mengkombinasikan risiko
murni dari banyak tertanggung.
6.1.5.
Pemindahan Risiko
Pemindahan
risiko dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Harta milik atau kegiatan yang menghadapi
risiko dipindahkan kepada pihak lain, yang dinyatakan dengan tegas dengan
berbagai transaksi atau kontrak.
Contoh:
Perusahaan yang menyerahkan pengangkutan produknya kepada perusahaan transport,
bertujuan untuk memindahkan risiko dalam pengangkutan kepada perusahaan
transport.
2. Risikonya sendiri yang dipindahkan.
Contoh.:
Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, biasanya pemilik rumah, memindahkan risiko
kerusakan kepada penyewa, yang biasanya terhadap kerusakan karena kelalaian
penyewa.
6.2.
PEMBIAYAAN RISIKO
Penanggulangan
risiko dapat pula dilakukan dengan menyediakan / mengeluarkan dana yang berhubungan
dengan cara-cara pengadaan dana untuk menanggulangi kerugian. Cara-cara yang
dapat digunakan yaitu:
1.
Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
2.
Menangani sendiri risiko yang dihadapi, dengan meretensi.
6.2.1. Risk Financing Transfers
Pemindahan
risiko melalui risk financing berarti transferor/penanggung harus mencari dana
eksternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh tertanggung, yang
benar-benar terjadi, yang dikarenakan oleh peril yang dipindahkan. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan
cara-cara:
1. Transfer risiko kepada perusahaan asuransi
(mengasuransikan). Akan dibahas dalam bagian II.
2. Transfer risiko kepada perusahaan yang bukan
perusahaan asuransi (noninsurance transfer).
6.2.1.1.
Noninsurance Transfer
Pemindahan
risiko kepada pihak noninsurance biasanya dilakukan melalui kontrak-kontrak
bisnis biasa atau melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Isi kontrak
adalah berkenaan dengan pemindahan tanggung jawab atas kerugian terhadap:
a. Harta kekayaan
b. Net Income.
c. Personil.
d. Tanggung jawab (liabilities) kepada pihak
ketiga.
Pemindahan
ini dapat dibeda-bedakan berdasarkan scope dari tanggung jawab yang
dipindahkan; mulai dari ekstrim; transferer/penanggung hanya memindahkan
tanggung jawab keuangan untuk kerugian akibat tindakan yang tidak disengaja
oleh transferee/ tertanggung, sampai pada ekstrim; tertanggung akan menerima
ganti-rugi berkenaan dengan peril yang disebutkan dalam kontrak dan tidak
peduli apa penyebab dari kerugian tersebut.
Ada
beberapa ”keterbatasan” dari noninsurance transfer, antara lain :
1. Kontrak mungkin hanya memindahkan sebagian
dari risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko harus dipindahkan ke pihak
lain. Oleh sebab itu Manajer Risiko harus mempelajari dengan cermat isi kontrak
pemindahan.
2. Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah
"Bahasa Hukum", sehingga kadang-kadang sukar dipahami oleh orang awam
(termasuk Manajer Risiko), sehingga mudah menimbulkan salah pengertian.
3. Kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan bila
isinya bertentangan dengan undang-undang, peraturan Pemerintah, kebijaksanaan
Pemerintah atau dianggap tidak wajar bagi tertanggung.
Contoh : - Melalui
perjanjian leasing, pihak lessor dapat memindahkan tanggung jawab keuangan
kepada penyewa untuk kerusakan harta, tanggung jawab kepada pihak ketiga,
tanggung jawab mana sebelum ada kontrak berada pada lessor.
- Melalui leasing, leassee (penyewa) juga dapat
memindah kerugian potensiilnya kepada lessor.
- Dengan leasing berarti leassee bebas dari
risiko turunnya harga barang yang disewa, risiko keusangan ekonomis, risiko
keusangan teknis. Risiko mana akan ditanggung bila barang itu milik sendiri.
- Melalui kontrak-kontrak pengiriman barang,
penyimpanan barang, pembuatan bangunan yang di dalamnya dicantumkan adanya
pembayaran premi risiko.
- Bonding (Surety bond), dimana surety
(penjamin) memberikan jaminan kepada obligee (yang diberi jaminan) atas
pemenuhan kewajiban dari prinsipal (yang dijamin).
6.2.2. Meretensi (Risk Retention)
Meretensi
artinya perusahaan menanggung sendiri risiko finansiil dari suatu peril dan ini
adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling banyak/umum. Dimana sumber
dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggulangan
semacam ini dapat bersifat atau tidak direncanakan (”unplanned retention”) dapat
pula bersifat ”aktif” atau direncanakan (”planned retention”).
Retensi
bersifat aktif bila Manajer Risiko telah mempertimbangkan metode-metode lain
untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak
memindahkan kerugian potensiil tersebut, sehingga bila terjadi peril
kerugiannya akan diperhitungkan sebagai ”biaya yang tak terduga”.
6.2.2.1
. Alasan melakukan Retensi
Ada
beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan retensi dalam menanggulangi
risiko, antara lain:
1. Merupakan keharusan, karena tidak ada
alternatif lain.
Contoh:
kerugian-kerugian karena tindakan kriminal, bencana alam, keusangan dan
sebagainya, dimana perusahaan asuransi tidak akan mau menanggungnya.
2. Berdasarkan pertimbangan biaya, dimana
memindahkan risiko biayanya lebih mahal (loss allowance/premi asuransi,
loading/biaya pemindahan/profit margin) dibandingkan dengan kemungkinan
besarnya kerugian.
3. Bila perkiraan expected loss dari Manajer
Risiko lebih rendah daripada perkiraan perusahaan asuransi.
4. Berdasarkan prinsip ”opportunity cost”,
dimana Manajer Risiko berpendapat bahwa penggunaan dana untuk kepentingan
investasi adalah lebih menguntungkan daripada untuk membayar premi.
5. Kualitas servis dari penanggung dianggap
kurang memuaskan, dibandingkan dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.
6.2.2.2. Hal-hal yang Mendorong Penggunaan
Retensi
Hal-hal
yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam penanggulangan risiko antara lain:
1. Jika biayanya lebih rendah dibandingkan
dengan yang akan dibebankan oleh perusahaan asuransi.
2. Jika expected lossnya lebih rendah dari pada
yang diperkirakan perusahaan asuransi.
3. Jika unit yang menghadapi risiko yang sama
banyak jumlahnya, sehingga risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat
diperhitungkan dengan lebih akurat.
4. Tujuan manajemen risiko meneriman variasi
yang besar dalam kerugian tahunan.
5. Jika pembiayaan untuk memindahkan kerugian
membengkak selama jangka waktu yang cukup panjang, sehingga menghasilkan
opportunity cost yang lebih besar.
6. Adanya peluang yang kuat untuk melakukan
investasi, sehingga memperbesar opportunity cost.
7. Keuntungan pelayanan internal (”noninsurer
servicing”).
6.2.2.3.
Kelemahan Penggunaan Retensi
Ada
beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik untuk menangani
risiko, antara lain :
1. Sering biaya yang dikeluarkan dengan
meretensi lebih besar dari pada biaya yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2. Expected lossesnya lebih besar dari pada yang
diperkirakan oleh perusahaan asuransi.
3. Exposure unitnya sedikit, yang berarti bahwa
risikonya tinggi, sehingga perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup
meramalkan besarnya kerugian secara memuaskan.
4. Ketidak-mampuan keuangan perusahaan untuk
menopang maximum possible losses atau maximum probable losses dalam jangka
pendek (short run).
5. Tujuan manajemen risiko ditekankan pada
”ketenangan pikiran” dan ”variasi laba tahunan yang kecil” (relatif stabil).
6. Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama
jangka waktu pendek, sehingga mengurangi opportunity cost.
7. Peluang investasi yang terbatas dengan
tingkat pengembalian (return) yang rendah.
8. Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan
bila risiko diasuransikan (biaya pemindahan termasuk biaya).
6.2.2.4.
Penyediaan Dana untuk Retensi
Ada beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk melaksanakan program
retensi, antara lain:
1. Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
Dalam
hal ini perusahaan tidak menyediakan dana khusus untuk meretensi risiko. Bila
terjadi peril, kerugiannya diperhitungkan sebagai biaya. Jadi langsung
mengurangi keuntungan.
2. Dengan membentuk dana cadangan.
Membentuk
dana cadangan dari bagian laba yang disisihkan, sehingga bila terjadi peril
akan mengurangi besarnya dana cadangan. Cara ini mengandung kelemahan, antara
lain:
a. Pembentukan dana cadangan adalah
pemindah-bukuan secara akunting. Jadi tidak berupa uang tunai, sehingga bila
terjadi peril yang harus dibiayai secara tunaiperusahaan akan mengalami
kesulitan.
b. Penaksiran besarnya expected loss jarang yang
tepat.
c. Apakah pembentukan dana semacam ini dapat
diijinkan oleh Pemerintah ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan Asuransi sendiri (“self-insurance”).
Perusahaan
membentuk organisasi asuransi sendiri ("Self-Insurer"), yang
bertugas
mengelola
dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko. Badan ini merupakan badan
otonom, yang berhak menginvestasikan dana cadangan yang sedang nganggur, tetapi
badan itu bukan perusahaan asuransi.
4. Dengan "Captive Insurer".
Dimana
perusahaan membentuk sebuah perusahaan asuransi, dimana nasabahnya seluruhnya
atau sebagian besar perusahaan pendiri itu sendiri. Keuntungan cara ini adalah
bahwa Captive-Insurer dapat melakukan re-asuransi.
Tulisannya di blok gelap,tolong pencerahan apa yang harus saya lakukan untuk membaca dan mendownload semua materi?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMateri sangat bagus
BalasHapusini gabisa di copy kah?
BalasHapusuntuk komentar tidak pernah dibalas yah oleh penulis sepertinya?
BalasHapusJadi bagaimana jika kita ingin copy materinya?