Pelatihan dan Pengembangan Manajemen



PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN
2.1   Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1   Definisi Pelatihan dan Pengembangan
2.1.1.1   Definisi Pelatihan
1.    Willian G. Scott
            “Training in the behavioral is an activity of line and staff which he has its goal executive developement to achieve greater individual job effectiveness, improved interpersonal relationships in the organization, and ennhanced executive adjustment to the context of his total environment”.

Pelatihan dalam ilmu pengetahuan perilaku adalah suatu kegiatan  yang bertujuan untuk mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan perorangan yang lebih besar, hubungan antara pribadi dalam dalam organisasi yang lebih baik dan menyesuaikan pemimpin kepada konteks seluruh lingkungannya.
2.    John H. Proctor and william M. Thronton
“Trainning is the intentional act of providing means for learning to take place.”

Pelatihan adalah tindakan yang disengaja memberikan alat agar pembelajaran dapat dilaksanakan.
3.    Andrew E. Sikula
“Training is shot-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non managerial personnal learn tecnical knowledge and skills for definite purpose”

Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, di mana personal non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu.
4.    Keith Davis and William B. Werther,Jr
“Training prepares people to do their present job and development prepares employees needed knowledge, skill and attitude”

Pelatihan adalah mempersiapkan orang untuk melakukan pekerjaan mereka sekarang dan pengembangan mempersiapkan pagawai yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
5.    Edwin B. Flippo
Pelatihan adalah proses membantu pegawai memperoleh efektivitas dalam pekerjaan sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan, fikiran, dan tindakan, kecelakan, pengetahuan dan sikap
6.    Intruksi Presiden No. 15 tahun 1974
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori.
7.    SK Menpan No. 01/kep/M.Pan/2001
Di lingkungan PNS, yang dimaksud pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningkatkan dalam satu atau berbagai jenis kerampilan.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan mempelajari kemampuan dan pengetahuan dalam bidang tertentu yang dengan sengaja diberikan melalui prosedur sistematis dan terorganisir untuk mencapai kerja yang efektif.
2.1.1.2   Definisi Pengembangan
1.    Menurut H.Malayu.S.P Hasibuan:
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
2.    Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan (2009)
Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a systematic and organized procedured by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purposes.”

Pengembangan yang mengacu pada masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi sehingga manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan.

2.1.1.3   Persamaan dan Perbedaan  Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan, keduanya memberi pengajaran dalam penambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Berdasarkan beberapa pengertian pelatihan dan pengembangan tersebut, berikut ini perbedaan antara pengertian pelatihan dengan pengembangan.
1.    Pelatihan bertujuan mempersiapkan karyawan yang akan segera diberi tugas mengerjakan pekerjaan yang telah ada dalam lembaga ( proses pendidikan jangka pendek )
2.    Pengembangan diperlukan untuk mempersiapkan karyawan mengerjakan pekerjaan di masa yang akan datang ( proses pendididkan jangka panjang)
DIMENSI BELAJAR
PELATIHAN
PENGEMBANGAN
Siapa
Non pimpinan
Pimpinan
Apa
Keterampilan Teknis
Kemampuan teori dan konsepsi
Mengapa
Tujuan khusus berhubungan jabatan
Tujuan Umum
Waktu
Jangka pendek
Jangka panjang
Tabel 1. Perbedaan pelatihan dengan pengembangan berdasarkan dimensi belajar
Robert L. Kalts, Mengutarakan perbedaan antara pelatihan dan pengembangan terletak pada bobot materi program. Berdasarkan asumsi, bahwa dalam organisai terdapat tiga kemampuan yang harus dimiliki karyawan, yaitu kemampuan teknis, kemampuan untuk melakukan interaksi dengan orang lain, dan kemampuan teori atau konsepsi. Dengan demikian dalam setiap program pelatihan dan pengembangan, materi yang diberikan akan meliputi ketiga kemampuan dengan tingkat intensitas bobot berbeda.
2.1.2   Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan umum pelatihan dan pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi. Tujuan pelatihan dan pengembangan merupakan langkah untuk meningkatkan produktivitas organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain:
1.    Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
2.    Mengembangkan keterampilan atau keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif.
2.1.2.1   Tujuan pelatihan :
1.    Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2.    Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3.    Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
4.    Untuk membantu masalah operasional.
5.    Memberi wawasan kepada para  karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.
6.    Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.
7.    Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.
8.    Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan.
9.    Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan.
2.1.2.2   Tujuan pengembangan :
1.    Mewujudkan hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.
2.    Menyiapkan para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior (promosi  jabatan).
3.    Untuk membantu mengisi lowongan jabatan tertentu.
4.     Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.
5.    Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajerial yang partisipatif.
6.    Meningkatkan kepuasan kerja.
7.    Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya.
8.    Mengembangkan atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama karyawan dan manajemen ( pimpinan ).
2.1.2.3   Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Adapun manfaat dari pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat dalam dua sisi diantaranya:
a)    Dari sisi individu pegawai:
1.    Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
2.    Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama.
3.    Merubah sikap.
4.    Memperbaiki atau menambah imbalan atau balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.
b)   Dari sisi organisasi:
1.    Menaikkan produktivitas pegawai.
2.    Menurunkan biaya.
3.    Mengurangi turn over pegawai.
4.    Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya kedua manfaat tersebut terlebih dahulu.
2.3.1   Proses Pelatihan dan Pengembangan
2.3.1.1   Proses Pelatihan
Pelatihan merupakan sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasional. Pelatihan memberikan pengetahuan, keterampilan serta mengubah sikap yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka dalam organisasi (Mathis-Jackson:2006). Dengan adanya pengetahuan dan ketrampilan diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan sumber daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi.
Program pelatihan harus mencakup sebuah pengalaman belajar dan merupakan kegiatan organisasional yang dirancang dan dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor utama, yaitu tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi pelatihan.
PENILAIAN:
-       menganalisis kebutuhan pelatihan
-       mengidentifikasi tujuan dan kriteria pelatihan
EVALUASI:
-       mengukur hasil pelatihan
-       membandingkan hasil pada tujuan/kriteria
PERANCANGAN:
-       menguji peserta pelatihan sebelumnya
-       memilih metode pelatihan
-       merencanakan isi pelatihan
PENYAMPAIAN:
-       menjadwalkan pelatihan
-       melaksanakan pelatihan
-       memantau pelatihan
Terdapat empat tahap pada proses pelatihan yaitu; penilaian, perancangan, penyampaian, dan evaluasi. Penggunaan dari proses tersebut akan mengurangi terjadinya usaha-usaha pelatihan yang tidak terencana, tidak terkoordinasi, dan serampangan. (Mathis, 2006).



Berikut penjelasan dari gambar di atas:
1.    Proses pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri dari analisis kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan. Penilaian dilakukan di awal sebelum melakukan pelatihan untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka menunjang kebutuhan organisai. Setelah mengidentifikasi pelatihan apa saja yang diperlukan karyawan, selanjutnya adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan yang akan dilakukan.
2.    Setelah melakukan penilaian, proses pelatihan yang kedua adalah perancangan yang terdiri dari pemilihan metode pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini menentukan metode dan isi pelatihan seperti apa yang akan diadakan dan  disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.
3.    Selanjutnya proses yang ketiga adalah penyampaian yang terdiri dari jadwal, pelaksanaan dan pemantauan pelatihan. Tahap ini merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan program pelatihan yang sesuai dengan hasil perancangan dan ada pemantauan terhadap jalannya pelatihan.
4.    Proses pelatihan yang terakhir adalah evaluasi yaitu mengukur hasil pelatihan dan membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan berjalan dengan sukses dan sesuai tujuan yang ingin dicapai atau tidak.


2.3.1.2   Proses Pengembangan
Di bawah ini merupakan gambar yang menunjukkan pengembangan
Perencanaan Sumber Daya Manusia

Perencanaan Suksesi

Kemampuan dan kapasitas yang diperlukan untuk menjalankan rencana tersebut

Evaluasi Keberhasilan Pengembangan
Penilaian Kebutuhan Pengembangan
Perencanaan Pengembangan
Metode Pengembangan



Berikut merupakan  penjelasan dari gambar di atas:
1.    Perencanaan Sumber Daya Manusia
Pengembangan dimulai dengan membuat rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalisis, meramalkan dan menyebutkan kebutuhan organisasional, sumber daya manusia pada saat ini dan pada masa yang akan datang.
2.    Kemampuan dan Kapasitas yang Diperlukan untuk Menjalankan Rencana
Setelah merencanakan SDM, sebuah organisasi kemudian menentukan kemampuan serta kapasitas yang dibutuhkan untuk setiap jabatan baik pada tingkat fungsional maupun manajerial. Kemampuan yang diharapkan dapat berupa hard competencies maupun soft competencies sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ada di organisasi tersebut. Kemampuan dan kapasitas diperlukan dalam menjalankan rencana pengembangan SDM terutama dalam pengambilan keputusan yang berkualitas, syarat dengan nilai etika, ketrampilan teknis dan lain-lain.
3.    Perencanaan Suksesi
Dalam tahap ini, organisasi menentukan rencana penggantian jabatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, karena adanya kemungkinan pensiun, rotasi, promosi, keluar, meninggal, dan sebagainya.

4.   Penilaian Kebutuhan Pengembangan
Dalam tahap ini, organisasi dapat melakukannya melalui Training need assessment (TNA) yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
5.    Perencanaan Pengembangan
Melakukan rencana pengembangan baik pengembangan secara organisasional maupun pengembangan terhadap SDM secara individual. Hal ini akan berjalan dengan baik setelah kita menganalisa kebutuhan apa saja untuk melakukan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.
6.    Metode Pengembangan
Pada dasarnya ada 2 pendekatan untuk mengembangkan SDM yaitu pengembangan pada pekerjaan (on-the-job development) dan pengembangan di luar pekerjaan (off-the-job  development). Untuk lebih jelasnya akan dibahas  selanjutnya.
7.    Evaluasi Keberhasilan Pengembangan
Pada tahap ini perusahaan mengevaluasi program pengembangan SDM yang telah dilaksanakan. Hasil penilaian program pengembangan SDM akan menjadi suatu acuan di masa yang akan datang agar perusahaan senantiasa mengalami peningkatan dalam kinerjanya.
2.2   Perencanaan Pelatihan dan Pengembangan
Baik dalam proses pelatihan maupun pengembangan, perencanaan sangat penting untuk menjalankan kegiatan pelatihan dan pengembangan. Sebelum melakukan perencanaan pelatihan dan pengembangan hal yang harus dilakukan adalah menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Analisis kebutuhan tersebut dinamakan Training Need Assessment (TNA).
2.2.1   Training Need Assessment (TNA)
2.2.1.1   Pengertian Training Need Assessment
Training Needs Assessment (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan adalah suatu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pelatihan dan merupakan bagian terpadu dalam merancang pelatihan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang materi, alokasi waktu tiap materi, dan strategi pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam penyelenggaraan pelatihan agar pelatihan bermanfaat bagi peserta pelatihan. Dari analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga di masa yang akan datang.  Organisasi  tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja tanpa menganalisis dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai. Penilaian kebutuhan merupakan road map untuk mencapai tujuan organsasi.
2.2.1.2   Pentingnya Training Needs Assessment
Kebutuhan menurut Briggs (dalam AKD LAN 2005) adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya. Gilley dan Eggland (AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Kebutuhan pelatihan dapat diketahui sekiranya terjadi ketimpangan antara kondisi (pengetahuan, keahlian dan perilaku) yang senyatanya ada dengan tujuan yang diharapkan tercipta pada suatu organisasi. Kebutuhan pendidikan (education needs) atau kebutuhan pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara hasil yang ada sekarang dan hasil yang diinginkan atau dipersyaratkan. Tidak semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk segera dipenuhi. Maka antara kebutuhan yang dipilih dengan kepentingan untuk dipenuhi kadang terjadi masalah atau selected gap.
Analisis Kebutuhan Pelatihan menurut Rosset dan Arwady menyebutkan bahwa Training Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru.
Analisis kebutuhan pelatihan memegang peran penting dalam setiap program pelatihan, sebab dari analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga dimasa yang akan datang, yang berarti dalam tahap analisis kebutuhan pelatihan ini dapat diidentifikasi jenis pelatihan apa saja yang dibutuhkan oleh pegawai dalam pengemban kewajibannya.
Fungsi Training Need Assessment :
1.    Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja.
2.    Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context.
3.    Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional.
4.    Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan.
5.    Memberi data untuk keperluan perencanaan.
2.2.1.3   Pendekatan Training Need Assessment
Ada beberapa pendekatan dalam melakukan TNA, diantara yang paling populer adalah :
1.    Makro
TNA yang didasarkan kepada kebutuhan organisasi / perusahaan secara umum, sehingga hasil TNA-nya berlaku untuk semua orang yang ada di dalamnya. Maka dari itu, seringkali disebut Organization-Based Analysis.
TNA Makro dapat menggunakan sumber data diantaranya :
a.    Visi, misi, strategic objective dan target perusahaan.
b.    Keadaan ekonomi dan finansial perusahaan.
c.    Perubahan budaya.
d.   Perubahan teknologi.
e.    Tema perusahaan, seperti Pengurangan Biaya, Peningkatan Kualitas, dst.
2.    Mikro.
TNA yang didasarkan kepada kebutuhan kelompok tertentu.                             
Terdiri dari 2, yaitu :
a.    Task-Based Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah standar keterampilan yang dibutuhkan pada sebuah pekerjaan sudah dimiliki oleh si pemegang jabatan atau belum.
b.    Person-Based Analysis.
Fokus utamanya adalah apakah karyawan sudah dapat melakukan pekerjaan sesuai tuntutan atau belum.
TNA Mikro dapat menggunakan sumber data diantaranya :
1.    Job Description
2.    Performance Standar
3.    Performance evaluation
4.    Observasi kerja
5.    Interview
6.    Kuesioner
7.    Checklist
Baik Task-Based maupun Person-Based sama-sama memiliki acuan standar pekerjaan, sehingga saling melengkapi.
2.2.1.4   Tahap Training Needs Assessment
1.    Analisis organisasi
Analisis organisasi menentukan di mana pelatihan dapat dilakukan dan di mana seharusnya dilakukan. Analisis ini memfokuskan pada organisasi secara keseluruhan mencakup analisis tujuan organisasi, sumber daya, iklim organisasi, serta analisis lingkungan eksternal dan internal organisasi. Analisis ini bertujuan memperoleh informasi tentang organisasi yang digunakan untuk menentukan tujuan pelatihan yang hendak dicapai. Sebagai tahap awal perlu adanya upaya mengkaitkan penilaian kebutuhan pelatihan dengan pencapaian tujuan organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan pelatihan akan dapat diidentifikasi.
2.  Analisis tugas
Analisis tugas mengidentifikasi pelatihan apa saja yang harus diberikan kepada karyawan terkait dengan pekerjaannya. Tujuan analisis ini adalah mengetahui tentang tugas yang harus dilakukan karyawan, penentuan standar kinerja untuk suatu pekerjaan, penentuan pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan dalam suatu pekerjaan.
3.  Analisis individu
Analisis individu mengidentifikasi siapa atau karyawan mana yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa saja yang perlu diberikan. Untuk itu perlu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki tiap karyawan yang meliputi:
a.    Penentuan metode pengukuran kemampuan
b.    Penyusunan instrumen pengukuran kemampuan
c.    Pengukuran kemampuan di lapangan
d.   Pengolahan hasil pengukuran kemampuan
e.    Gambaran hasil pengukuran kemampuan
Setelah dilakukan pengukuran kemampuan, maka akan diperoleh gambaran kemampuan karyawan saat ini. Adapun beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:

1)   Survei
Survei merupakan metode yang sering digunakan untuk mengumpulkan data. Pertanyaan survei harus benar agar tidak terjadi interpretasi yang keliru dari responden. Keuntungan metode survei adalah dapat diterapkan pada populasi yang besar dan mudah dalam memperoleh feed back.
2)   Observasi
Observasi sangat baik digunakan jika populasinya sangat besar dan kompleks. Observasi dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi dan mengenal proses yang diobservasi.
3)   Wawancara individu
Wawancara individu biasanya digunakan bersamaan dengan survei tertulis, tetapi dapat juga dilakukan secara independen. Wawancara individu digunakan untuk mengetahui kevalidan data yang diperoleh saat survei. Keuntungan menggunakan wawancara adalah kesempatan untuk mengadakan interaksi secara langsung dengan karyawan dan merupakan cara paling efektif untuk mengumpulkan data yang lengkap.
4)   Focus Groups
Dalam metode ini ada pembentukan kelompok yang melakukan brainstorming mengenai hal tertentu. Data yang diperoleh berupa data kualitatif.
5)   Performance Appraisal
Hasil studi menunjukkan bahwa laporan penilaian kinerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan. Yang perlu diperhatikan jika menggunakan laporan kinerja adalah form penilaian harus terstruktur dan pimpinan harus terampil dalam proses penilaian kinerja.
4.    Penentuan kesenjangan kemampuan
Gambaran kemampuan karyawan yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui  adanya kesenjangan antara standar dengan kondisi aktual saat ini.
5.    Rekomendasi
Setelah mengetahui bentuk kesenjangan yang ada dan faktor apa yang mempengaruhi, kemudian dapat ditentukan pelatihan apa yang perlu diberikan. Sehingga bisa merencanakan pelatihan dan pengembangan sebelum melaksanakannya.
2.3   Pelaksanaan Pelatihan dan Pengembangan
Setelah melakukan analisis serta perencanaan, maka tahap selanjutnya dari pelatihan dan pengembangan adalah melaksanakannya. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut.

2.3.1   Metode Pelatihan dan Pengembangan
Metode Pelatihan dan Pengembangan
On The Job
Off The Job
Rotasi Kerja
Simulasi
Bimbingan dan Penyuluhan
 - Studi Kasus
Magang
 - Bermain Peran
Demonstrasi dan Pemberian Contoh
 - Business Game

 - Vestibule Training

 - Laboratory training

Pelatihan Sensitivitas

Pelatihan Alam Terbuka

Presentasi Informasi

 - Lecture

 - Konferensi

 - Transactional Analysis

 - Video Presentation

Kursus Formal
Tabel 2. Klasifikasi Metode Pelatihan dan Pengembangan

Metode Pelatihan
Metode Pengembangan
Vestibule Training
Semua metode pelatihan
Magang
Rotasi Kerja
Demonstrasi dan Pemberian Contoh
Bimbingan dan Penyuluhan
Simulasi
Pelatihan Sensitivitas
Presentasi Informasi
Pelatihan Alam Terbuka
Kursus Formal
Tabel 3. Kategori Metode Pelatihan dan Pengembangan
Berdasarkan klasifikasi metode pelatihan dan pengembangan tersebut, rincian metode pelatihan dan pengembangan menjadi sebagai berikut :
2.3.1.1   On The Job
On the job adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Kategori metode on the job terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.    Informal on the job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri.
2.    Formal on the job
Peserta mempunyai pembimbing khusus. Pembimbing tersebut sambil melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjanya.
Berikut beberapa manfaat on the job :
a.    Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang disimulasikan.
b.    Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.
c.    Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
d.   Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e.    Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan pelatih.
f.     Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on the job adalah :
a)    Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang serius.
b)   Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.
c)    Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.
d)   Karyawan yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak negatif pada pekerjaan dan organisasional.
e)    Efektif biaya.
Kemudian macam dari on the job adalah sebagai berikut:
1.    Rotation of assignment / job rotation / planned progression / rotasi kerja
Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang peserta dalam bisnis. Karyawan berpindah dalam periode tertentu.
Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :
a.    Memberi latar belakang umum tentang organisasi, dan memberi sudut pandang bersifat organisasional.
b.   Mendorong kerja sama antar departemen.
c.    Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara periodik kepada berbagai unit.
d.   Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan sumber daya manusia yang fleksibel.
e.    Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara komparatif dengan lebih obyektif.
f.    Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.
2.    Coaching and counseling / bimbingan dan penyuluhan
Dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas dengan dibimbing oleh pejabat senior atau ahli. Penyuluhan efektif bila latihannya diindividualisasikan dan peserta belajar melakukan pekerjaan langsung.
3.    Apparenticeship / understudy / magang
Magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu, untuk mempelajari bagaimana cara melakukan sesuatu kegiatan.
4.    Demonstration and example / demonstrasi dan pemberian contoh
Pelatih harus memberi contoh/memperagakan cara melakukan pekerjaan/cara bekerja suatu alat/mesin. Sangat efektif karena peserta mendapat teori dan praktek secara langsung.
2.3.1.2   Off The Job
Off the job method adalah pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja terpisah/di luar tempat kerja dan di luar waktu regular:
1.    Simulation (simulasi)
Dilakukan dengan cara menggunakan alat/mesin dalam kondisi lingkungan yang dibuat sama dengan sebenarnya. Simulasi mengacu pada materi yang berupaya menciptakan lingkungan pengambilan keputusan yang realistik bagi pelatih. Adapun macam dari metode simulasi adalah:
a.    case study (studi kasus/telaah kasus)
Penyajian tertulis dan naratif serangkaian fakta dari permasalahan yang dinamis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan. Pelatih yang menggunakan metode ini hendaknya tidak mendominasi diskusi, memberi kesempatan pada beberapa peserta pelatihan untuk mendominasi diskusi dan mengarahkan diskusi ke arah solusi yang disukainya.
Studi kasus dilakukan dengan cara peserta diminta untuk membahas masalah/kasus tertentu dalam organisasi. Pembahasan bisa tertulis ataupun lisan. Pembahasan kasus biasanya diambil dari kasus nyata.

Sasaran yang ingin dicapai ialah:
1)   menemukan masalah dari suatu kasus.
2)   memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang penting dari yang tidak penting.
3)   menganalisis pokok masalah dan menggunakan logika untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam fakta.
4)   Menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah.
b.    Role playing (bermain peran)
Tujuan pokok bermain peran adalah menaganalisis masalah antar pribadi dan memupuk keahlian hubungan manusia. Bermain peran lazim digunakan untuk mengasah kecakapan wawancara, negosiasi, konseling, pekerjaan, pendisplinan, penilaian kinerja, penjualan dan tugas pekerjaan lain yang melibatkan komunikasi antar pribadi. Peserta diharapkan memiliki pemahaman pada situasi tertentu dan kondisi tertentu pula, melalui pengalihan dan pengalaman.
Cara menggali pengalaman/pengetahuan yang dapat dicapai dengan metode studi kasus, yaitu :
a.    Menguasai pengalaman/pengetahuan praktis.
b.   Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan cara meniru perilaku yang dikehendaki.
c.    Menguasai pengalaman/pengetahuan dengan observasi dan umpan balik.
d.   Menguasai pengalaman/pengetahuan melalui analisis dan konseptual.
c.    Business game (permainan peran dalam bisnis)
Permainan dalam bisnis adalah bentuk latihan simulasi yang dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya dilakukan dengan membagi peserta dalam tim yang bertugas secara kompetitif memecahkan masalah tertentu dari suatu organisasi tiruan. Dengan membandingkan kualitas keputusan pemecahan masalah dan kualitas diskusi yang berlangsung. Sasaran yang ingin dicapai dari metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau keputusan yang integral.
d.   Vestibule Training (pelatihan beranda)
Pelatihan beranda adalah metode pelatihan yang digunakan untuk menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruang kelas bagi pekerjaan klerikal atau semi ahli. Metode ini tepat untuk keadaan dimana karyawan yang dilatih banyak (untuk jenis pekerjaan yang sama). Penekanan metode ini cenderung pada belajar dibandingkan dengan produksi. Pelatihan ini biasanya dipakai untuk melatih klerk, teller bank, operator mesin, juru ketik dan pekerja sejenis. Peserta bisa menggunakan alat/mesin yang digunakan di tempat kerjanya nanti dengan dibimbing oleh pelatih khusus.
Dengan metode ini, organisasi bisa menghindar dari kerugian karena terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh peserta. Peserta juga terhindar dari tekanan dan kebingungan dealam bekerja sehingga berkosentrasi pada materi, sehingga diharapkan organisasi dapat memperoleh tingkat kemahiran tertentu dengan lebih cepat.
e.    Laboratory training (pelatihan dengan peralatan laboratorium)
Metode pelatihan dengan peralatan laboratorium dilaksanakan dengan cara peserta dibawa ke dalam situasi yang dapat menyaksikan, mearasakan dan mencoba sendiri tentang suatu keadaan/peran sehingga pelatihan dapat lebih mantap dan lebih berkesan.
2.    Sensitivity Training (pelatihan sensitivitas)
Metode pelatihan sensitivitas adalah metode pelatihan untuk meningkatkan sensitivitas antar pribadi dengan menuntut diskusi yang terbuka dan jujur tentang perasaan, sikap dan perilaku peserta pelatihan. Pastisipasi dalam pelatihan ini didorong agar memberitahukan kepada peserta lainnya secara jujur bagaimana perilakunya di mata orang lain dan pearasaan orang lain terhadap perilakunya.
Tujuan pelatihan sensitivitas ialah :
a.    Menjadi kompeten dalam hubungan pribadi seseorang.
b.    Mempelajari lebih banyak tentang dirinya sebagai pribadi.
c.    Mempelajari bagaimana orang lain bereaksi terhadap perilaku seseorang.
d.   Mempelajari tentang dinamika formasi kelompok.
Sasaran pokok pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap pola tingkah laku pribadinya dan orang lain. Sasaran tersebut dapat dicapai melalui beberapa sasaran antara lain :
1)   Peningkatan keterbukaan terhadap orang lain.
2)   Perhatian yang lebih besar kepada orang lain.
3)   Peningkatan toleransi atas perbedaan individual.
4)   Pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik.
5)   Pemahaman atas proses kelompok.
6)   Peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang lain.
7)   Peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan kepada orang lain.
Dalam pelaksanaanya, metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a)   T-grouping
Berisi tatacara pengorganisasian peserta pelatihan. Para peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 8-12 orang untuk melakukan pertemuan terus-menerus secara tatap muka selama kurang lebih 2 minggu.
b)   Exercises
Berisi teknik yang biasa digunakan dalam diskusi pada pertemuan yang dilakukan dalam T-group. Teknik tersebut antara lain :
1.   In basket.
2.   Panel discussion.
3.   Business game.
4.   Leaderless group.
5.   Intergroup competitive exercises
6.   Role playing.
7.   Case study.
c)    Theory session
Digunakan untuk menjelaskan secara teoritis dan konseptual apa yang terjadi selama kegiatan T-grouping dan exercise. Selama theory session kepada peserta dijelaskan konsep, prinsip dan teori perilaku manusia serta perilaku organisasi.
3.    Outbond / widerness (pelatihan alam terbuka)
Metode pelatihan alam terbuka adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung di alam terbuka yang meliputi pendakian gunung, pelayaran, berkano, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain. Tujuan pelatihan alam terbuka bukanlah pengembangan keahlian teknis namun lebih pada pengembangan dan pengasahan keahlian antar pribadi seperti : keyakinan diri, penghargaan diri, kerja tim, penetapan tujuan dan kepercayaan.
4.    Presentation information (presentasi informasi)
Merupakan metode pengembangan yang berupa penyampaian informasi terkait hal-hal yang akan dikembangkan, adapun macam penyampaian yang digunakan dalah sebagai berikut:
a.    Lecture (kuliah)
Kuliah adalah penyajian informasi secara lisan. Kuliah yaitu ceramah/pidato dari pelatih yang diucapkan secara ilmiah untuk tujuan pengajaran dan kuliah merupakan pelatihan yang paling umum. Bersifat teori dan dapat menampung peserta dalam jumlah yang besar.
b.    Conference (konferensi/seminar)
Konferensi dilakukan secara kelompok, berisi diskusi yang diawasi oleh evaluator. Setelah diskusi selesai, evaluator menilai dan mengukur keseluruhan diskusi yang telah dilakukan perserta.
c.    Transactional analysis (analisis transaksi)
Peserta dibimbing untuk menganalisis hubungan antar pribadi dan memahami tiga keadaan ego manusia, yaitu :
1)   Ego orang tua
2)   Ego anak
3)   Ego orang dewasa
Keadaan ego orang tua cenderung mempertimbangkan, merendahkan dan menghukum, keadaan ego anak, ada yang berjiwa bebas, kreatif, dan spontan, sangat pemberontak/sangat penurut. Ego orang dewasa berkaitan dengan kenyataan yang sedang dihadapi, mendengar pikiran terbuka dan menyatakan opini secara singkat, aktif terlibat memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi, serta pengambilan keputusan rasional.
d.   Video presentation (presentasi video)
Penyampaian informasi melalui video interaktif dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat melihat kembali apa yang telah dilakukannya, untuk dijadikan bahan pelajaran/penyempurnaan.
e.    Programmed instruction (instruksi terprogram)
Adalah presentasi informasi yang sudah menggunakan pola terprogram.
5.    Kursus Formal
Metode off the job dengan cara karyawan mengikuti kursus di luar agar mampu menambah keahliannya. Metode ini tidak selalu berhasil karena tergantung dari karyawan itu sendiri.
2.3.2   Kelebihan dan Kekurangan Metode Peatihan dan Pengembangan
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, berikut tabel yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan setiap metode pelatihan dan pengembangan.
Jenis Metode
Kelebihan
Kekurangan
Rotasi Kerja
- Memberi eksplosur kepada banyak pekerjaan
- Tidak memberi tanggung jawab penuh

- Mengijinkan belajar nyata
- Waktu kerja singkat
Bimbingan dan Penyuluhan
- Memudahkan transfer belajar
- Bukan pekerjaan penuh sesungguhnya

- Memberi eksplosur kepada pekerja nyata
- Memberi ajaran seolah dialami diri sendiri
Magang
- Tidak turut campur dalam pekerjaan nyata
- Butuh waktu lama

- Memberi latihan ekstensif
- Biaya mahal


- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
Demonstrasi dan Pemberian Contoh
- Memudahkan transfer belajar
- Turut campur dengan kinerja

- Tidak butuh fasilitas terpisah
- Merusak peralatan
Simulasi
- Membantu transfer belajar
Menduplikasi situasi nyata

- Menciptakan situasi hidup

Pelatihan Sensitivitas
- Baik untuk kepercayaan diri
- Mungkin tidak mentransfer ke tempat kerja

- Memberi pandangan kepada diri orang lain
- Mungkin tidak berhubungan dengan pekerjaan
Pelatihan Alam Terbuka
- Membentuk tim
- Mahal untuk dilaksanakan

- Membangun harga diri
- Secara fisik menantang
Presentasi Informasi
- Tidak mengganggu pekerjaan
- Keterbatasan media

- Dapat dilakukan dalam jumlah besar
- Tergantung dari peserta
Kursus Formal
- Tidak mahal
- Menuntut keterampilan lisan

- Tidak mengganggu pekerjaan
- Menghambat transfer belajar


- Tidak selalu berhasil
Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pelatihan dan Pengembangan


2.4   Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Evaluasi pelatihan dan pengembangan secara khusus mencermati masalah yang terkait dengan aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, biaya dan efektifitas pelatihan serta pengembangan yang diberikan (Rae, 2005). Oleh karena itu untuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia sendiri ada metode tertentu dalam mengevaluasi proses pelatihan dan pengembangan.
2.4.1   Metode Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Ada banyak metode evaluasi pelatihan dan pengembangan yang dikemukakan oleh para ahli, menurut Kirkpatrick (1994), mengemukakan beberapa alasan perlunya diadakan suatu evaluasi terhadap pelatihan, diantaranya adalah :
1.    Mempertanggungjawabkan keberadaan bagian diklat dengan menunjukkan bagaimana bagian ini berkontribusi terhadap tujuan dan cita – cita organisasi.
2.    Membuat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan program pelatihan.
3.    Mendapatkan informasi bagaimana mengembangkan program pelatihan selanjutnya.
Kirkpatrick juga mengatakan bahwa untuk melakukan evaluasi pelatihan teradapat empat tahap proses yang dikenal dengan The four level evaluation.
Tahapan itu merupakan serangkaian proses yang dinamis. Meskipun evaluasi pada tahap yang lebih tinggi akan memakan waktu yang lebih lama dan sulit, namun dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang program pelatihan yang dievaluasi.
Empat tahap evaluasi pelatihan dan pengembangan itu adalah :
1.    Reaction
Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan.
2.    Learning
Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta materi yang diberikan dalam pelatihan.
3.    Behavior
Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.
4.    Result
Merupakan evaluasi jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga yang terjadi akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan. Evaluasi ini dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.


Contoh Aplikatif dan Analisis
Training Need Assessment Tenaga Sanitasi Rumah Sakit
(Pengelola Ipal, Sampah Dan House Keeping)
Bapelkes  Lemahabang  melalui  DIPA  2010 telah  melaksanakan  TNA  bagi  Sanitarian  di  beberapa  RS.
3.1   Ruang Lingkup TNA
Sesuai  dengan  Lampiran  I  Kep  Menkes  RI  No.1204/2004  tentang  Persyaratan Kesehatan  Lingkungan  RS,  maka  upaya  penyehatan  RS  dapat  dirinci  sebagai berikut :
1.  Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS
2.  Penyehatan higiene dan sanitasi makanan minuman
3.  Penyehatan air
4.  Pengelolaan limbah
5.  Pengelolaan tempat cucian/ linen
6.  Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya
7.  Desinfeksi dan sterilisasi
8.  Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan
Upaya penyehatan RS ini melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah tenaga sanitasi RS, untuk itu agar lebih fokus pada kemampuan yang telah dimiliki  saat  ini  yang  paling  mempengaruhi  kesehatan  lingkungan  RS,  maka kedelapan  upaya  tersebut  dapat  dikelompokkan  menjadi  3  obyek  besar,  yakni pengelolaan limbah, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping yang dirasakan  sangat  dominan  mempengaruhi  status  kesehatan  lingkungan  RS.
Dengan demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada menilai kemampuan petugas pada pengelolaan ke tiga obyek  tersebut.
3.2   Tujuan TNA
Diperolehnya gambaran secara lengkap tentang kesenjangan (gap) yang terjadi antara  kenyataan  pelaksanaan  pengelolaan  limbah,  pengelolaan  sampah  dan pengelolaan house keeping rumah sakit dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Dari  kesenjangan  yang  terjadi  ini  akan  dapat  diketahui  sejauh  mana  faktor kemampuan petugas mempengaruhi kesenjangan itu. Disamping itu akan dapat diketahui pula faktor lain yang turut berkontribusi terhadap terjadinya kesenjangan itu.
3.3   Tahapan TNA
Tahapan TNA yang digunakan dengan pendekatan fokus kajian pada pelaksanaan ketiga obyek besar yang selama ini telah dilaksanakan, untuk itu tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut : 
1.    Penentuan bidang pekerjaan/ tugas terkait dengan 3 obyek besar sanitasi RS
2.    Penentuan standar kemampuan yang seharusnya untuk mengerjakan 3 obyek
3.    Penentuan pengukuran kemampuan dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan :
a.    Penentuan metoda pengukuran kemampuan
b.    Penyusunan instrumen pengukuran kemampuan
c.    Pengukuran kemampuan di lapangan
d.   Pengolahan hasil pengukuran kemampuan
4.   Gambaran hasil pengukuran kemampuan
5.   Penentuan kesenjangan kemampuan
6.   Rekomendasi 
TNA ini melibatkan 10 tim surveyor, masing terdiri dari 20 orang  yang dilakukan pada bulan November 2010.
3.3.1   Kerangka Alur Pikir  TNA
TNA ini menggunakan alur pikir yang dibangun berdasarkan penelusuran terhadap pelaksanaan  pekerjaan  pengelolaan  limbah,  sampah  dan  house  keeping  yang seharusnya dilaksanaklan dan menjadi tanggung jawab petugas sanitasi RS. Untuk mengetahuinya secara lengkap, maka pertanyaan yang dikembangkan adalah :
Apakah tugas pokok  itu sudah dikerjakan?
a.    Jika belum dikerjakan, Apa penyebabnya 
b.    Jika  sudah  dikerjakan,  Apakah  sudah  sesuai  dengan  standar  yang  telah ditentukan?
c.    Jika belum sesuai standar, Apa penyebabnya?
Secara lengkap alur pikir TNA ini dapat divisualisasikan sebagai berikut:


3.3.2     Penentuan Standar Kemampuan (minimal)
Penentuan  Standar  kemampuan  diawali  dengan  pertemuan  pra  TNA  yang melibatkan pengelola program kesehatan lingkungan (sanitarian) RS  di beberapa Rumah   Sakit.   Agenda   utama   dari   pertemuan   ini   adalah   membahas   dan menghasilkan  tugas  pokok  pengelola  program  kesehatan  (Sanitarian)  RS  yang “seharusnya” dilakukan sesuai dengan lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.  Lampiran I Kep Menkes RI No.1204/2004 adalah sebagai berikut :
1.    Penyehatan ruang bangunan dan halaman RS
2.    Penyehatan higiene dan sanitasi makanan minuman
3.    Penyehatan air
4.    Pengelolaan limbah
5.    Pengelolaan tempat cucian/ linen
6.    Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggagu lainnya
7.    Desinfeksi dan sterilisasi
8.    Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan
Upaya penyehatan RS ini melibatkan banyak komponen salah satu diantaranya adalah  tenaga  sanitasi  RS,  untuk  itu  seperti  telah  diungkapkan  pada  sub  bab ruang  lingkup  di  atas,  maka  kedelapan  upaya  tersebut  dapat  dikelompokkan menjadi   3   obyek,   yakni   pengelolaan   limbah,   pengelolaan   sampah   dan pengelolaan house keeping. Dengan demikian fokus TNA kali ini di tujukan pada penilaian  kemampuan petugas terhadap ke tiga aspek  tersebut.
Karena  adanya  keterbatasan  waktu  dan  biaya,  maka  penentuan  standar  ini banyak   menggunakan   ukuran   kwalitatif,   dalam   arti   banyak   menggunakan justifikasi  (indikator  penyesuaian)  sehingga  didapatkan  kemampuan  standar minimal  yang  harus  dikuasai.  Walaupun  demikian  pihak  asesor  akan  tetap menjaga obyektifitas penilaian. Secara rinci analisis standar kemampuan (minimal) yang seharsunya dimiliki oleh petugas sanitasi RS dapat di gambarkan sebagai berikut : 


3.3.3   Analisis Standar Kemampuan Pelaksanaan Tugas
1.    Metode Pengukuran
Pengukuran tingkat kemampuan yang telah dikuasai meliputi aspek kognitif, sikap dan psikomotor.  Cara  pengukuran  aspek  kognitif  dilakukan  melalui  tes  pengetahuan secara  tertulis  sedangkan  aspek  sikap  dan  psikomotor  dilakukan  melalui  observasi tampilan kerja ketika yang bersangkutan sedang melaksanakan pekerjaannya (on the job).
Dalam kaitan ini karena terdapat keterbatasan anggaran dan waktu, maka untuk pengukuran aspek sikap dan psikomotor tidak selalu dapat dilakukan melalui observasi tampilan kerja ketika yang bersangkutan sedang melaksanakan pekerjaannya (on the job), jika hal ini terjadi, maka tampilan kerja diganti dengan observasi pergaan/ simulasi tampilan  kerja  disertai  wawancara  mendalam  dan  penelusuran  hasil  kerja  berupa obyek fisik dan dokumen. Secara visual metoda pengukuran kemampuan aspek sikap dan psikomotor dapat dijelaskan pada skema alur sebagai berikut :
2.    Penyusunan Instrumen Pengukuran Kemampuan (minimal)
Instrumen  pengukuran  kemampuan  disusun  berdasarkan  hasil  analisis  kemampuan yang menghasilkan “kriteria unjuk kerja”, merupakan rincian dari elemen kemampuan yang  dipersyaratkan  untuk  dapat  melakukan  3  unit  kemampuan,  yakni  pengelolaan limbah,  pengelolaan  sampah  dan  pengelolaan  house  keeping.  Agar  mudah  untuk diukur/ diamati, maka kriteria unjuk kerja ini dirinci lagi menjadi indikator – indikator yang  dapat  dianggap  sebagai  “petunjuk”  terhadap  setiap  kriteria  unjuk  kerja  yang seharusnya  dilakukan.
Cara  pengukuran  dilakukan  melalui  tes  pengetahuan  untuk mengetahui aspek kognitif, observasi tampilan kerja dan hasil kerja untuk mengetahui aspek  sikap  kerja  dan  aspek  psikomotor.  Dengan  demikian  bentuk  instrumen  yang disusun berupa (1) soal tes kognitif, (2) kuesioner isian &  wawancara  dan (3) daftar tilik tampilan kerja (observasi  lapangan) dan  obyek fisik hasil kerja & dokumen .
3.    Pengukuran Kemampuan di Lapangan
a.    Sasaran Pengukuran
 Sasaran  pengukuran  pada  TNA  ini  adalah  petugas  sanitasi  RS  beserta  kepala instalasinya,  khususnya  para  petugas  yang  mengelolan  IPAL,  sampah  dan  house keeping di 10 rumah sakit dengan rincian 1 RSU Pusat, 3  RSUD Propinsi dan 6 RSUD Kota/ Kabupaten sebagai berikut :
1)   RSUP Fatmawati Jakarta
2)   RSJ Jawa Barat
3)   RSUD Denpasar
4)   RSUD Banjarmasin
5)   RSUD Kota Batam
6)   RSUD Kab. Serang
7)   RSUD Kab. Cirebon
8)   RSUD Kab. Tasikmalaya
9)   RSUD Kab. Garut
10)    RSUD Kab. Cianjur

b.   Pengukuran Kemampuan
Pengumpulan  data  dilakukan  di  masing  masing  RS  selama  2  hari  dengan  urutan kegiatan (1) Tes kognitif tertulis, (2) Wawancara menggunakan panduan kuesioner dan (3)  Kunjungan  ke  lokasi  untuk  mengadakan  observasi  tampilan  kerj  atau  peragaan kerja dan observasi terhadap hasil kerja beserta dokumen yang menyertainya. 
4.    Pengolahan Data Hasil Pengukuran 
Pengolahan data hasil pengukuran kemampuan dilakukan dilakukan secara manual (rerkapitulasi) yang menghasilkan data kuantitatif dan kualitatif yang dipadukan untuk memudahkan  analisis  sesuai  kebutuhan  yang  menggambarkan  tingkat  kemampuan petugas sanitasi RS dalam melaksanakan sanitasi ditempat kerjanya.


3.3.4   Gambaran Hasil Pengukuran Dan Analisis Tingkat Kemampuan Petugas Sanitasi Rs Dalam Pelaksanaan Pekerjaannya
3.3.4.1   Gambaran Hasil Pengukuran Tingkat Kemampuan 
Berdasarkan  rekapitulasi  hasil  pengukuran  kemampuan  ini  dapat  digambarkan sebagai berikut :
a.    Gambaran Kemampuan Pengelola Limbah Cair Rumah Sakit 
Sesuai   dengan   standar   kemampuan   (minimal)   yang   telah   ditentukan sebelumnya,  maka  tingkat  kemampuan  pengelola  limbah  cair  RS  difokuskan pada operator  IPAL RS yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1)   Tingkat  Pengetahuan  petugas  tentang  Pengelolaan  Limbah  Cair  dengan menggunakan  IPAL . 
Tes  pengetahuan    dengan  10  butir  soal  tentang  Pengelolaan  Limbah  Cair termasuk operasionalisai  IPAL didapatkan hasil sbb :
2)   Hasil wawancara mendalam terhadap pekerjaan yang telah dilakukan sebagai Indikator  Kriteria  Unjuk  Kerja  (kemampuan)  petugas  dalam  pengelolaan Limbah Cair menggunakan IPAL :
Kendala yang dihadapi : 
2 RS tidak merasakan/ mejelaskan terdapat kendala, sedangkan 8 RS menjelaskan adanya  kendala sbb:
a)    Minimnya sarana dan prasarana pendukung operasional IPAL
b)   Keadaan mesin yang sudah tua, sering eror
c)    Bahan kimia sangat minim, sehingga hasil pengolahan tidak optimum
d)   Jika parameter melampui ambang batas tidak pernah ada solusi
e)    Koordinasi dan birokrasi yang sulit 
Seluruh   (10)   RS   menyatakan   ingin   mendapat   pelatihan   tentang pengelolaan IPAL, khususnya yang mengolah limbah RS Di  bawah  ini  adalah  nilai  yang  didapat  dari  hasil  wawancara  terhadap  poin pertanyaan no. 4 s/d no. 12 (9 poin)  pada matrik 1.b di atas.
3)   Hasil observasi terhadap tampilan kerja/ peragaan kerja dan dokumen hasil kerja  dalam pengelolaan limbah menggunakan IPAL 
3.1         Hasil observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL sebagai Indikator Kriteria Unjuk Kerja Pengelolaan Limbah Cair di RS :
Di bawah ini adalah nilai yang didapat dari hasil observasi terhadap tampilan kerja di lokasi IPAL no. 1 s/d no. 7 (7 poin)  pada matrik 1.c .1 di atas.
3.2         Hasil observasi terhadap Dokumen Hasil Kerja sebagai Indikator Kriteria Unjuk Kerja Pengelolaan Limbah Cair di RS
Di bawah ini adalah nilai yang didapat dari hasil observasi terhadap dokumen hasil  kerja pengelolaan IPAL no. 4 s/d no. 8 (5 poin)  pada matrik 1.c .2 di atas.
3.3.4.2   Analisis Hasil Pengukuran Tingkat Kemampuan 
Analisis  hasil  pengukuran  tingkat  kemampuan  petugas  sanitasi  RS  ini  dilakukan dengan  pendekatan  kwalitatif  untuk  menemukan  kesenjangan  antara  kemampuan (minimal)  yang  seharusnya  dimiliki  dengan  kemampuan  kenyataan  di  lapangan. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :
a.    Analisis Kemampuan Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
1)   Tingkat Pengetahuan 
Tingkat pengetahuan petugas dalam pengelolaan limbah cair / operator IPAL di 10 RS dapat dinilai CUKUP. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.a menunjukkan  bahwa  rata-rata nilai pengetahuan mencapai 6,8 dengan nilai terendah 6  di 4 RS dan 6 RS menunjukkan nilai >6. 
2)   Landasan Kerja Pengelola Limbah Cair (IPAL)
Landasan  kerja  ini  diperlukan  sebagai  panduan  dalam  melaksanakan  tugas/ pekerjaan  dalam  mengelola  Limbah  Cair  RS  yang  menjadi  tanggung  jawab petugas. Landasan kerja meliputi Tupoksi Unit kerja IPAL, Uraian tugas setiap karyawan IPAL, Instrumen kerja pengelolaan IPAL dan SOP Pengelolaan IPAL RS.  Komponen  landasan  kerja  dapat  digunakan  sebagai  standar  pekerjaan yang  seharusnya    dilakukan  oleh  petugas  pengelola  Limbah  Cair  RS  dan sekaligus  dapat  digunakan  sebagai  panduan  dalam  mengukur  kriteria  unjuk kerja petugas pengelola  limbah cair  (IPAL RS).
Hasil pengukuran didapatkan hasil sebagai berikut : Pada matrik 1.b terlihat bahwa dari 4 poin pernyataan yang dijadikan sebagai landasan  kerja  ternyata  belum  semua  RS  memiliki/  menggunakan,  bahkan pada  poin  3  tentang  “Menjelaskan  (lisan)  proses  IPAL”  4  RS  tidak  dapat melakukannya. 
3)   Kemampuan (skill)  Pengelola Limbah Cair (IPAL) RS
Hasil wawancara mendalam yang ditunjukkan pada matrik 1.b poin 4 s/d 12 menunjukkan  bahwa  hanya  poin  “Penjelasan  pekerjaan  yang  dilakukan sehari-hari sebagai pengelola limbah” dan “Melakukan pemantauan parameter air  limbah”  yang  telah  dilakukan  oleh  10  RS,  sedangkan  poin  lainnya  belum semua dilakukan (1 – 4 RS). Jika diberikan nilai seperti terlihat pada tabel 1.b rata – rata nilai yang didapat : 8,2. Hal ini menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah nilai rata-rata.
 Hasil pengamatan yang dilakukan di tempat kerja (IPAL) menunjukkan  bahwa  7 poin yang digunakan sebagai indikator kriteria unjuk kerja belum semua RS melakukannya terlebih pada poin “Peralatan pemantau debit harian di influent IPAL” baru 3 RS yang melakukannya. Sedangkan jika diberi nilai (tabel 1.c.1) nilai rata-rata : 7,3  menunjukkan 7 RS masih di bawah nilai rata-rata
 Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap dokumen hasil kerja  menunjukkan  bahwa  8  poin  yang  digunakan  sebagai  indikator  kriteria  unjuk  kerja  hanya  : “Dokumen Standar Operating Procedure (SOP) Operasional IPAL” ditemukan di  seluruh  (10)  RS,  sedangkan  yang  poin  lainnya  beberapa  RS  tidak  dapat menunjukkan. Khusus “Dokumen sertfikat kalibrasi peralatan lab”  hanya 2 RS yang  dapat  menunjukkan.  Jika  diberikan  nilai  (tabel  1.c.2)    dengan  nilai rata-rata 6,4 menunjukkan bahwa 6 RS masih di bawah rata-rata.
3.3.5   Penentuan kesenjangan kemampuan
3.3.5.1   Temuan Hasil TNA
Berdasarkan pada uraian analisis di atas, maka secara rinci dapat digambarkan temuan hasil TNA  sebagai berikut :
Tingkat pengetahuan petugas tentang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS rata-rata menunjukkan nilai cukup (nilai  rata-rata  >6).  Tingkat  kemampuan  dalam  pengelolaan  limbah  cair  RS, pengelolaan  sampah  dan  pengelolaan  house  keeping  RS    yang  diukur  melalui wawancara mendalam, observasi tempat kerja dan observasi terhadap dokumen hasil kerja menunjukkan rata-rata cukup, walaupun masih didapati beberapa poin  yang digunakan sebagai indikator kriteria unjuk kerja masih rendah.
Hal ini bukan disebabkan rendahnya tingkat kemampuan (skill) melainkan lebih mengarah pada faktor  lain  di  luar  domain  kemampuan  teknik  seperti  yang  diutarakan  dalam menuliskan kendala yang mereka hadapi selama ini. Apa lagi 6 RS menyerahkan pengelolaan  house  keeping  dan  pemusnahan  sampah  medisnya  diserahkan kepada  pihak  ketiga  (out  sourcing).  Faktor  itu  diantaranya  kebijakan  pihak manajemen  RS  yang  kurang  menguntungkan,  kurang  tertibnya  administrasi, kurangnya   peralatan   yang   memenuhi   tandar,   rendahnya   dukungan   dana operasional dan beberapa disebabkan faktor sikap perilaku petugas. 
Hal – hal di atas diperkuat dengan hasil wawancara terhadap kepala Unit Sanitasi RS  dan  observasi  hasil  kerja  Unit  yang  menggambarkan  indikasi  kondisi menejerial unit kerja program sanitasi RS masih mengalami banyak hambatan. 
3.3.5.2   Rekomendasi Tindak Lanjut
Berdasarkan pada hasil temuan TNA di atas maka peningkatan kemampuan teknis di bidang pengelolaan limbah cair RS, pengelolaan sampah dan pengelolaan house keeping RS  tidak perlu dilakukan melalui pelatihan teknis. Pelatihan yang sesuai untuk   meningkatkan   kinerjanya   dapat   dilakukan   melalui   kalakarya   dan meningkatkan  motivasi  kerja  untuk  mendorong  sikap  perilaku  positif  melalui kegiatan-kegiatan yang dapat merubah mind set petugas yang diimbangi dengan perbaikan reward system.
Adapun dampak Negatif TNA :
1.    Tidak jarang diklat yang diselenggarakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat penguasaan peserta.
2.    Membosankan bagi peserta yang telah memiliki kompetensi tinggi.
3.    Kurang memberikan kesempatan untuk mendalami materi secara tuntas bagi peserta yang memiliki latar belakang kompetensi rendah.
4.    Kurang memberikan manfaat kepada peningkatan kinerjanya setelah mengikuti diklat yang bermuara kepada rendahnya manfaat diklat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Sedangkan dampak positif  TNA :
Melalui TNA dapat diketahui pelatihan yang tepat bagi sasaran yang tepat dan mengetahui penyebab dari pelaksanaan yang tidak sesuai oleh SDM atau sanitarian serta memberikan pelatihan yang sesuai nantinya. Selain itu, dapat menilai pada SDM sudah terpenuhi atau belum terpenuhi untuk melaksanakan pekerjaan.
Sehingga beberapa kelebihan dari TNA ini adalah: menambah pengetahuan sumber daya manusia ( sanitarian ) di rumah sakit tersebut. Dan sekaligus memperbaiki keahlian dan cara pelaksaan pekerjaan para sanitarian sehingga dapat meningkatkan produktivitas kebersihan rumah sakit melalui sanitasi yang baik.

0 komentar: